Internalized Misogyny: Krisis Perempuan Hari Ini

Fitria Salsabila
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
11 November 2021 16:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

"Aku, sih, cewek simple, ya, cuma pakai bedak saja lebih natural,"

ADVERTISEMENT
Siapa, nih, yang sering bertemu atau dengar orang bilang kayak gini? Atau malah bertemu postingan di sosial media yang membedakan antara cewek lain dengan 'aku'.
ADVERTISEMENT
Cewek lain terkesan pasaran dengan heels, riasan wajah, baju dengan warna pink. Sedangkan si 'aku' terkesan lebih sederhana dengan sneakers dan baju kaus polos.
Other Girl VS Me. Dokumen pribadi Fitria Salsabila
Aku rasa hampir dari kebanyakan perempuan pernah berpikir begitu, dan tak dipungkiri aku juga dahulu demikian. Kayak risi gitu ketika lihat atau tahu ada perempuan yang tidak sesuai dengan value yang kita punya.
Hati-hati girls, kalau pernah berpikir begitu, kemungkinan kamu termasuk perempuan yang memiliki internalized misogyny.
Apa, sih, internalized misogyny itu? Yaitu orang atau kelompok yang memiliki rasa tidak suka terhadap perempuan. Dalam kata lain, perempuan yang saking tidak sukanya, memandang rendah bahkan menjatuhkan sesama perempuan lain.
Hal ini tanpa disadari, sering terjadi di sekitar kita, dunia nyata atau bahkan di media sosial. Terlebih lagi di lingkungan dengan budaya patriarki, nilai-nilai misogini secara tidak kita sadari perlahan masuk ke dalam diri, sehingga muncullah pemikiran-pemikiran yang demikian terhadap sesama perempuan.
ADVERTISEMENT
Jadi, perempuan yang internalized misogyny, tuh, kayak gimana, sih?
Sering sekali berkomentar negatif tentang the way other girls, bentuk tubuhnya, caranya berpakaian atau yang lainnya.
Perempuan dengan internalized misogyny ini cenderung menganggap perempuan lain sebagai saingan untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenis.
Paling gampang diketahui, ketika ada perempuan dilecehkan mereka akan menyalahkan korban, "Lagian siapa suruh pakai pakaian seperti itu, wajar kalau diperkosa," begitu kurang lebih tanggapannya.
Mereka mengelompokkan perempuan lain secara superior dan inferior sehingga sering menjatuhkan perempuan lain yang tidak sesuai dengan standar mereka.
Padahal yang harus sama-sama kita sadari bersama, perempuan itu beragam, memiliki keunikan masing-masing yang harus kita haragai.
Pernah dengar istilah pick me girl yang sempat ramai di media tiktok beberapa saat lalu? Yap, yang demikian juga termasuk perempuan yang memiliki internalized misogyny, lho. Merasa berbeda dan merasa satu-satunya tetapi juga menginjak perempuan lain atas hal berbeda yang dimilikinya itu.
ADVERTISEMENT
Aku merasa banget crisis women support women di lingkungan kita. Dengan mudah kita menghakimi perempuan lain hanya karena mereka tidak sesuai dengan standar kita, sesusah itukah untuk bisa saling menghargai keputusan?
"Mari memutus lingkar pelaku dan korban perundungan antarsesama perempuan. Mari menguatkan lingkar dukungan." Begitu yang disampaikan Najelaa Shihab dalam bukunya Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna.
Padahal kita sama-sama perempuan, tapi malah saling menganggap saingan. Yang harus kita sadari musuh kita semua hanya satu, patriarki.
Mari kita menjadi perempuan-perempuan yang memutus lingkar tidak sehat ini, lingkar yang terus menjatuhkan sesama perempuan. Kalau bukan kita yang menciptakan lingkungan sehat ini, siapa lagi?
Misi kita bukan merasa lebih superior dari perempuan lain, tetapi bersama-sama menumbangkan patriarki yang masih langgeng di negara ini.
ADVERTISEMENT