Pengaruh Digitalisasi terhadap Eksistensi Kesetaraan Gender

Fitria Salsabila
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
28 Desember 2021 11:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemahaman gender melalui buku Mansour Fakih "Analisis Gender dan Transformasi Sosial", disebutkan konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada lelaki maupun perempuan yang di kontruksi secara sosial maupun kultural. Menurut penulis, gender adalah apa yang sering disebut dengan peran untuk perempuan dan lelaki, seperti perempuan dikenal lembut, emosional dan lelaki dikenal gagah dan rasional.
ADVERTISEMENT
Pemetaan peran laki-laki dan perempuan yang demikian dikonstruksi secara sosial maupun kultural dalam jangka waktu yang lama, sehingga seolah menjadi hal yang harus bagi perempuan maupun laki-laki untuk bersikap sesuai dengan peran yang telah dikonstruksi atau apa yang menjadi keharusan bagi masyarakat untuk laki-laki maupun perempuan bersikap demikian.
Dalam konsep kesetaraan gender hal itu tidak paten, maksudnya lelaki juga bisa lemah lembut dan emosional, begitu pula dengan perempuan mampu gagah dan rasional. Hal inilah yang menjadi latar belakang perjuangan dan juga berusaha dipatahkan oleh aktivis-aktivis kesetaraan gender.
Bukan lagi menjadi ketertinggalan bahwa beberapa tahun terakhir, kesetaraan gender sudah eksis dalam perbendaharaan kata di ranah diskusi, kajian bahkan obrolan hangat diseluruh kalangan masyarakat. Memperjuangkan pemahaman hak laki-laki dan perempuan di tengah budaya patriarki yang masih langgeng menemani keseharian masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kemajuan pesat arus informasi dan jejaring internet belakangan ini sejalan dengan bertumbuhnya masyarakat dunia yang berpartisipasi dalam menikmati kemajuan teknologi ini, salah satunya melalui media sosial. Media sosial menjadi wadah bagi para penggunanya agar dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan bertukar informasi melalui jejaring virtual ini.
Tak dipungkiri lagi, hari ini hampir seluruh lapisan masyarakat sudah akrab dengan media-media virtual, seperti remaja dengan instagramnya, mahasiswa yang sambat di Twitter-nya, bahkan orang tua kekinian dengan Facebook-nya. Melalui kesempatan inilah, informasi akan lebih mudah tersampaikan kepada masyarakat luas.
Dalam buku Michael Gurevitch "Mass Media and Society", media massa berperan sebagai alat kontrol sosial politik yang memberikan informasi kepada khalayak massa. Dalam hal ini, penulis tidak hanya memandang media atas media massa saja, tetapi juga media baru atau yang kita kenal media virtual yang informasinya tersaji secara online di internet.
ADVERTISEMENT
Media juga berperan sebagai pembentuk opini publik, sehingga masyarakat bisa terpengaruh dengan apa yang disajikan media dan beropini seperti apa yang media inginkan. Hal ini berangkat dari bagaimana media menyampaikan informasi yang akan disampaikan kepada khalayak, bagaimana menekan isu yang dibawa oleh media ini.
Di sinilah letak pengaruh kemajuan teknologi, bagaimana digitalisasi mampu berpengaruh sebesar itu terhadap pembentukan opini masyarakat. Dan dari sinilah, pengaruh digitalisasi terhadap eksistensi kesetaraan gender.
Eksistensi Kesetaraan Gender
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksistensi memiliki arti hal berada atau keberadaan. Eksistensi di sini tidak hanya sekadar ada, namun keberadaan yang di maksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya eksistensi tersebut, dalam hal ini ialah kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Sehingga menjadi penting adanya respons orang-orang di sekeliling kita untuk membuktikan eksistensi dari kesetaraan gender itu sendiri. Bagaimana orang-orang menyikapi dan memahami maksud dari kesetaraan gender, terlebih lagi efek atas transformasi sosial dari nilai-nilai yang dibawa melalui kesetaraan gender ini.
Informasi Media sebagai Kebutuhan Khalayak
Hierarki kebutuhan dasar melalui segitiganya, Maslow menjelaskan, bahwa untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan, seseorang harus memenuhi kebutuhan secara bertahap dari dasar, yaitu kebutuhan jasmani, kemudian keamanan, hubungan sosial, pengakuan sosial dan yang berada dalam puncak segitiga adalah aktualisasi diri.
Melalui teori uses and gratifications, khalayak dipandang sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, sehingga secara sadar khalayak bertanggung jawab dalam pemilihan media yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Teori ini memandang “bagaimana dan seberapa besar media dapat memenuhi kebutuhan khalayak” bukan “bagaimana dan seberapa besar suatu media dapat memengaruhi khalayak”.
Dokumen Pribadi: Fitria Salsabila
Namun, terlepas dari khalayak aktif yang membutuhkan media sebagai upaya memenuhi kebutuhan. Penulis memandang, media tetap memegang salah satu posisi terbesar sebagai latar belakang terbentuknya opini seorang individu, terlepas individu tersebut adalah pasif yang mengikuti kemauan media ataupun aktif yang mengkritisi apa yang media sampaikan.
ADVERTISEMENT
Sampai hari ini media digital/media sosial masih menjadi medium paling ampuh dalam urusan tersampainya pesan terhadap komunikan dengan cepat. Sehingga digitalisasi semacam ini yang meningkatkan eksistensi pemahaman kesetaraan gender.
J. Scott Brennen, Kandidat Doktor dalam Komunikasi, dan Daniel Kreiss, Associate Professor, keduanya di University of North Carolina School of Media and Journalism mendefinisikan digitalisasi adalah komunikasi digital dan dampak media digital pada kehidupan sosial kontemporer.
Penjelasan Brennen dan Kreiss atas perubahan interaksi sosial masyarakat yang berubah atas dampak dari digitalisasi tersebut memiliki dampak atas kehidupan individu. Lagi-lagi penulis menyampaikan, bahwa melalui media, informasi yang dibawa atas digitalisasi ini memiliki pengaruh besar atas eksistensi informasi yang disampaikan.
GlobalWebIndex menganalisa data dari 45 pasar internet terbesar dunia dan memperkirakan bahwa waktu yang setiap orang alokasikan untuk media sosial meningkat dari 90 menit per hari pada tahun 2012 menjadi 143 menit pada tiga bulan pertama tahun 2019. Kominfo juga menyampaikan hasil penelitian UNESCO bahwa 4 dari 10 orang Indonesia aktif di media sosial.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, hampir setengah dari keseluruhan masyarakat Indonesia aktif berjejaring virtual di media sosial. Angka yang cukup besar ini tentu akan membawa dampak eksistensi yang besar pula.
Sebagai contoh, sosialisasi pemahaman kesetaraan gender hari ini bisa disalurkan oleh siapa saja, melalui media sosial, seperti Instagram, Facebook, bahkan Whatsapp. Belum lagi, kecepatan penyebaran informasi tersebut yang sangat cepat, dari algoritma media sosial itu sendiri maupun disampaikan secara personal antar individu.
Studi nyatanya adalah akun Instagram @calmdown_letstalk yang jika dilihat dari postingannya mulai beroperasi sekitar awal Juni 2021, hingga hari penulis menyampaikan di sini sudah memiliki sekitar 523 pengikut di Instagram. Belum lagi ketika akun tersebut turut berinteraksi dalam postingan-postingan orang lain. Di tambah, fitur reels yang menjadi fitur baru sehingga penggunaannya mampu meluas secara besar-besaran.
ADVERTISEMENT
Digitalisasi ini menjadi kesempatan yang berpeluang besar untuk mencapai tujuan pemahaman kesetaraan gender. Upaya mengubah sudut pandang masyarakat yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural bukanlah hal mudah, namun, kembali lagi dengan perkembangan teknologi hari ini, kemampuan penyebaran informasi, digitalisasi dan segala aspek kemudahannya, kenikmatan teknologi ini membawa kemudahan para aktivis hari ini.
Meski demikian, digitalisasi dengan segala kemudahan akses informasinya jangan sampai menjadikan khalayak menjadi pasif dengan memakan segala informasi yang disajikan. Nalar kritis akan verifikasi kebenaran dan kefaktualan informasi harus tetap di tingkatkan.
Sehingga jika dipertanyakan, bagaimana pengaruh digitalisasi dan memberikan dampak sebesar apa digitalisasi ini terhadap kesetaraan gender? Dengan berbagai pertimbangan teori dari sudut pandang khalayak, kebutuhan khalayak atas informasi dan media, juga intensitas keaktifan individu dalam berjejaring melalui media sosial, hal ini memberikan dampak yang cukup besar dalam waktu yang cepat.
ADVERTISEMENT
Meski tak terlepas pula, perjuangan kesetaraan gender tak berhenti atas tersampainya nilai-nilai terhadap khalayak atau komunikan. Tetapi bagaimana pula kontruksi sosial atas pemahamaan gender mampu bertransformasi dan berubah sudut pandangnya atas konsep kesetaraan gender ini.