Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Quarter Life Crisis, Fenomena Galau di Umur 20-an
9 Juni 2023 15:21 WIB
Tulisan dari Fitriyana Nuril Khaqqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Halo! Aku mau cerita nih tentang hal yang sering bikin orang-orang di usia 20-an jadi bingung dan gelisah. Pertanyaan seperti "Kerja, nikah, atau lanjut S2 ya?" atau "Apakah aku bisa mencapai kesuksesan seperti mereka?" sering menghiasi pikiran mereka. Terkadang, mereka merasa ragu, cemas, dan gelisah mengenai tujuan hidup mereka. Bahkan, beberapa di antara mereka merasa kebingungan dan kerap mempertanyakan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Proses menuju kedewasaan adalah hal yang wajib dialami oleh setiap individu, karena kita tidak bisa melawan alur waktu yang terus berjalan. Di sepanjang perjalanan menuju kedewasaan, terkadang kita mulai meragukan kemampuan diri sendiri. Seringkali, kita membandingkan pencapaian kita dengan orang lain, yang pada akhirnya mengakibatkan kekurangan kepercayaan diri dan kegelisahan mengenai masa depan yang menanti.
Fenomena ini sering dikaitkan dengan istilah krisis seperempat abad atau "quarter life crisis", yang belakangan ini menjadi topik hangat dalam percakapan masyarakat, terutama di kalangan generasi Z dan milenial. Saat ini, juga banyak podcast yang membahas mengenai quarter life crisis. Namun, sebenarnya apa yang dimaksud dengan quarter life crisis? Mengapa seseorang bisa mengalami krisis pada usia tersebut? Dan bagaimana cara kita menghadapinya dengan baik?
ADVERTISEMENT
Apa Itu Quarter Life Crisis?
Quarter life crisis berarti krisis seperempat abad. Menurut Robbins dan Wilner (dalam Tiara, 2021) quarter life crisis ialah fase ketika seseorang yang sedang menginjak umur 20 tahunan merasakan kekhawatiran akan ketidakpastian hidup mereka, seperti dalam urusan karir, pertemanan, keluarga, hingga kehidupan percintaan mereka.
Quarter life crisis hampir dirasakan oleh sebagian besar generasi milenial saat ini. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Linkedin (2017) sebanyak 75% dari orang yang berusia 25-33 tahun di dunia mengaku pernah mengalami quarter life crisis dengan rata-rata di usia 27 tahun. Walau begitu, sebagian orang mungkin telah merasakannya dari usia muda atau baru mulai mengalaminya di usia 30 tahun ke atas.
Meskipun begitu, quarter life crisis bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti. Jika kita melihat dari sudut pandang lain, usia 20-an merupakan fase transisi dari masa remaja menuju dewasa. Oleh karenanya, mencicipi quarter life crisis justru berguna agar kita dapat mengenali diri sendiri dan mengetahui apa yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Lantas, Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Quarter Life Crisis?
Kita tidak serta-merta mengalami quarter life crisis begitu saja. Sangat penting untuk mengetahui pemicu dari quarter life crisis kita masing-masing, karena dilema kehidupan setiap orang pastinya berbeda-beda. Hal ini juga berkaitan mengapa quarter life crisis lebih sering menimpa orang yang berusia 20-30 tahun. Namun, ada tiga penyebab umum seseorang mengalami quarter life crisis, yaitu:
1. Tidak memiliki tujuan masa depan yang jelas.
Saat kecil, kita seringkali menjumpai pertanyaan "Kamu mau jadi apa?”, “Cita-citamu apa?". Akan sangat mudah kita menjawabnya jika kita telah memiliki rencana masa depan yang jelas. Tidak jelasnya tujuan masa depan dapat mengakibatkan timbulnya rasa bingung dan gelisah. Padahal, sekarang bukan waktunya kita untuk berpikir mencari jawaban pertanyaan tersebut, melainkan untuk bergerak merealisasikannya selangkah demi selangkah.
ADVERTISEMENT
2. Perasaan insecurity.
Ya, tidak salah insecurity menjadi salah satu penyebab munculnya quarter life crisis. Menurut Talitha (2021) insecurity merupakan perasaan cemas dan ragu yang disebabkan oleh rendahnya penilaian terhadap diri sendiri. Perasaan ini dapat timbul jika kita terlalu sering membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain, baik itu dari segi kecantikannya, kepintarannya, atau kekayaannya. Jika dibiarkan begitu saja, perasaan tersebut dapat tumbuh menjadi tanda awal quarter life crisis.
3. Overthinking berlebihan.
Semakin bertambahnya usia, tentu semakin bertambah pula tanggung jawab yang kita punya, baik itu dari tempat kerja, keluarga, hingga masalah keuangan. Menurut Matsumoto (dalam Sofia, dkk., 2020: 120) sekitar 70% orang yang berusia 25-35 tahun adalah overthinkers kronis. Dibanding mencari jalan keluar dari permasalahannya itu, mereka justru cenderung untuk terus memikirkannya secara berlebihan yang berakibat timbulnya rasa overthinking. Jika dibiarkan terus-menerus, overthinking dapat berakibat fatal dan membuat seseorang selalu memikirkan sesuatu hal yang telah terjadi maupun belum terjadi.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Cara Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Baik?
Meski quarter life crisis dan penyebabnya tidak dapat benar-benar kita hindari sepenuhnya, namun kita masih bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan, diantaranya:
1. Belajar mencintai diri apa adanya.
Mencintai diri sendiri berarti kita menerima sepenuh hati kondisi diri saat ini. Menurut Henschke & Sedlemeier (dalam Basaria, dkk., 2022: 186) individu yang telah mencintai diri sendiri akan berusaha untuk memahami dan menghadapi dirinya sendiri, menerima kekuatan dan kekurangan diri sendiri, serta mau untuk merawat dirinya sendiri, dan membentuk hubungan yang sehat secara sadar dan aktif. Hal ini tentu berdampak positif terhadap cara pandang kita dalam menangani quarter life crisis. Mereka yang telah mencintai diri sendiri secara utuh tidak perlu ambil pusing dan cemas terhadap permasalahan yang muncul, karena mereka tahu apa yang mesti mereka lakukan dan bagaimana mereka menyikapinya.
ADVERTISEMENT
2. Membuat perencanaan masa depan dengan matang.
Tidak pernah ada yang tahu apa yang akan kita hadapi di masa depan. Namun, kita masih bisa mempersiapkan masa depan dengan baik, sehingga ancaman quarter life crisis dapat kita minimalisir dampaknya. Kita bisa mulai dengan pertanyaan “Apa goals hidupmu dalam lima tahun ke depan?”, “Bagaimana kamu akan merealisasikannya?”, “Apa saja yang harus dipersiapkan dalam menggapai life goals tersebut?”. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu dapat kita jadikan sebagai acuan dalam membuat timeline (rencana waktu) dan deadline (target waktu) dari rencana yang akan dibuat.
3. Mencari lingkungan yang suportif.
Meskipun kita telah mempersiapkan rencana dengan matang, tidak semuanya selalu berjalan sesuai apa yang kita bayangkan. Hal ini dapat menimbulkan rasa kekecewaan yang mungkin saja berlanjut hingga depresi jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, memiliki lingkungan yang suportif merupakan hal yang cukup penting, baik itu keluarga, pertemanan, maupun pasangan. Menurut Gottlieb dan Zimet (dalam Asrar dan Taufani, 2022: 4-5) dukungan sosial membuat seseorang merasa dihargai, dicintai, dan merasa ikut menjadi bagian dari suatu kelompok. Artinya, untuk menjaga kondisi psikologis tetap sejahtera, kita tetap memerlukan hubungan positif dengan lingkungan yang baik.
ADVERTISEMENT
Meskipun tantangan yang dirasakan setiap individu berbeda-beda, namun kita dapat bersama-sama saling menghargai dan mendukung impian kita masing-masing. Dengan begitu, fase quarter life crisis dapat kita lewati dengan baik. Tetap semangat dan jalani hari ini, besok, dan lusa dengan bumbu kebahagiaan.
Daftar pustaka:
Tiara. 2021. “Quarter Life Crisis Menurut Ahli” diakses 05 Desember 2022, dari website: https://satupersen.net/blog/quarter-life-crisis-menurut-ahli
2017. “New LinkedIn research shows 75 percent of 25-33 year olds have experienced quarter-life crises” diakses 05 Desember 2022, dari website: https://news.linkedin.com/2017/11/new-linkedin-research-shows-75-percent-of-25-33-year-olds-have-e
Talitha. 2021. “Insecure: Pengertian, Penyebab, dan Cara Mengatasinya” diakses 05 Desember 2022, dari website: https://www.gramedia.com/best-seller/insecure/
Sofia, Lisda dkk. 2020. “Mengelola Overthinking untuk Meraih Kebermaknaan Hidup”. Jurnal Pelayanan Kepada Masyarakat, 120. Diakses 05 Desember 2022, dari E-Journals Universitas Mulawarman.
ADVERTISEMENT
Basaria, Debora dkk. 2022. “Penerapan Self Love Sebagai Bagian Dari Pencegahan Remaja Menampilkan Perilaku Negatif Di Lingkungan”. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 186. Diakses 06 Desember 2022, dari E-Journals Universitas Tarumanegara.
Asrar, Alisa Munaya dkk. 2022. “Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Quarter-life Crisis Pada Dewasa Awal”. Journal of Behavior and Mental Health, 4-5. Diakses 06 Desember 2022, dari E-Journals IAIN Manado.