Kasus Dugaan Penghinaan oleh Wakil Ketua DPRD Sikka, Ini Pendapat Akademisi

Konten Media Partner
10 September 2021 21:35 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen Bahasa Indonesia di IKIP Muhammadiyah Maumere, Bertholomeus Jawa Bhaga, M.Pd.
zoom-in-whitePerbesar
Dosen Bahasa Indonesia di IKIP Muhammadiyah Maumere, Bertholomeus Jawa Bhaga, M.Pd.
ADVERTISEMENT
MAUMERE- DPC GMNI Sikka pada Jumat (10/9) telah menyerahkan laporan aduan penghinaan dan pencemaran nama baik organisasi GMNI oleh Wakil Ketua DPRD Sikka, Yosef Karmianto Eri.
ADVERTISEMENT
Laporan itu berawal dari ucapan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sikka, Yosep Karmianto Eri, saat menerima puluhan aktivis GMNI Sikka yang menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Kabupaten Sikka terkait penanganan COVID-19.
Saat itu, Manto Eri, sapaan akrab politisi PKB itu, mengatakan bahwa para demonstran jangan berteriak-teriak seperti babi.
Sontak ucapan itu kemudian membuat aktivis GMNI Sikka marah dan sempat melakukan percobaan penyegelan Kantor DPRD Kabupaten Sikka namun dihalangi oleh aparat kepolisian yang saat itu sedang mengamankan jalannya aksi.
Dimintai tanggapannya terkait kasus dugaan penghinaan tersebut, Dosen Bahasa Indonesia di IKIP Muhammadiyah Maumere, Bertholomeus Jawa Bhaga, M.Pd mengatakan, perdebatan tentang kasus dugaan "penghinaan" yang dilakukan oleh salah seorang Anggota Dewan, Pak Manto masih terus terjadi di media sosial.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, dari aspek hukum tentu tak elok untuk kemudian dirinya mengomentari karena terkesan merampas keahlian orang lain, tetapi akan ada benang merah, produk hukum selalu berupa bahasa sebagai medianya.
Perspektif bahasa, dari kajian bahasa-bahasa kasus hukum atau boleh kita meminjam istilah yang lebih keren Linguistik Forensik, tentu akan lain ceritanya, mengaji bahasa dalam penggunaan dan kaitannya dengan masalah tertentu.
Bahasa yang hendak diulas dalam tulisan ini adalah makna gramatikal, makna sesungguhnya, atau dalam konteks ini : bahasa yang tidak ada kaitan dengan hal lain apapun di luar bahasa itu sendiri.
Menurutnya, agar pemahaman kita menjadi lebih jelas, komprehensif, adil dalam menimbang dan menilai sesuatu mesti berlaku adil sejak dalam pikiran itu sendiri. Untuk itu baiknya kita pahami makna ucapan Pak Manto secara balance dari perspektif bahasa itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih jelas kita paparkan ucapan Pak Manto dan contoh lain, dengan maksud sebagai pembanding, untuk kemudian para pembaca, pendengar dan masyarakat luas dapat pula dengan adil menilai.
" Jangan berteriak SEPERTI babi di pasar"
Contoh pembanding :
"Hurufmu SEPERTI cakar ayam".
Dari dua contoh diatas dapat dijelaskan, (1) Makna yang disampaikan adalah kiasan, merujuk pada "teriakan". Babi dalam konteks ini merujuk pada "teriakan" yakni cara yang dipakai 'seperti', bukan babi merujuk pada "manusia" yang menyampaikan.
(2). "Hurufmu SEPERTI cakar ayam". Artinya yang "seperti cakar ayam" merujuk pada HURUF, bukan manusianya.
Dari dua contoh di atas, dapat dengan mudah kita melihat bahwa maksud dari pernyataan " babi" adalah teriakannya, bukan manusia atau orang yang sedang berteriak. Pun contoh yang ke-2 itu. Jadi dengan ini kemudian kita dapat memastikan bahwa rujukkan "babi" yang ada dalam pernyataan itu jelas pada "teriakan" bukan pada orang atau manusianya.
ADVERTISEMENT
Namun akan berbeda cerita atau konsekuensi atas pernyataan Pak Manto jika beliau tidak "menyelipkan" kata SEPERTI. coba kita ambil contoh ini : "anda ini babi" itu artinya : manusia yang ada di depan dari pembicara disamakan dengan babi.
Dikatakan Bertholomeus Jawa Bhaga, kiranya dengan penjelasan dari perspektif bahasa ini, bisa kemudian mencerahkan semua pihak agar tidak menjadi bahan perdebatan yang berkepanjangan.