Siswa SD di NTT Jalan Kaki 3 Km Lewati Tebing dan Pesisir demi Sekolah

Konten Media Partner
25 September 2019 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak - anak Kampung Wailago, Desa Kojadoi, Kabupaten Sikka, setiap harinya mesti melewati medan yang sulit untuk dapat bersekolah di SDN Lebantour. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Anak - anak Kampung Wailago, Desa Kojadoi, Kabupaten Sikka, setiap harinya mesti melewati medan yang sulit untuk dapat bersekolah di SDN Lebantour. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
MAUMERE- Demi mendapatkan pendidikan di sekolah, setiap harinya anak-anak Kampung Wailago, Dusun Mergajong, Desa Kojadoi, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, mesti berjalan kaki 3 kilometer jauhnya menuju Sekolah Dasar Negeri (SDN) Lebantour, tempat mereka mengenyam pendidikan dasar.
ADVERTISEMENT
Tak hanya jarak yang jauh, puluhan siswa SD tersebut juga mesti berjuang melewati medan yang sulit. Hal ini dikarenakan satu-satunya jalan alternatif yang dilewati memiliki akses yang sulit. Seperti tebing dan menantang gelombang di pesisir pantai.
Demikian disampaikan Kepala Sekolah SDN Lebantour, Donatus Dopeng, kepada Florespedia, Rabu pagi (25/9).
Melewati pesisir pantai menuju sekolah.Foto: Istimewa.
Donatus mengatakan medan yang dilewati akan semakin sulit saat gelombang pasang air laut. Kondisi daratan pun sulit, yakni berbukit, berbatu karang, dan terjal.
Menurut Donatus, jika gelombang pasang terjadi pagi hari, terkadang mereka harus membuka pakaian dan membuka sepatu barulah menyeberang. Jika tidak sepatu dan seragam yang dikenakan akan basah terkena gelombang laut.
Dijelaskan Donatus Dopeng, anak dari Kampung Wailago yang bersekolah di SDN Lebantour sejumlah 30 siswa. Sedangkan jumlah siswa keseluruhan ada 58 siswa. Terkait jumlah guru yang mengabdi di sekolah ini terdiri dari 4 guru PNS dan 5 guru honor.
Melewati hutan dan perbukitan menuju sekolah. Foto: Istimewa.
Donatus mengatakan saat ini memang sudah ada jalan rabat yang dibangun oleh Pemerintah Desa Kojadoi dari Lebantur menuju Kampung Wailago sekitar 300 meter. Kalau lintasan rabat yang dibangun lebih panjang maka bisa memudahkan para siswa untuk bersekolah di SDN Lebantour.
ADVERTISEMENT
Lanjutnya, di Lebantour juga mengalami kesulitan tenaga medis karena Polindes yang ada sudah 2 tahun belum ada petugas medis yang bertugas.
"Yang paling kesulitan adalah ibu hamil karena kalau mau berobat atau melahirkan mesti ke Pemana dengan menumpang perahu. Kalau lagi gelombang tinggi membahayan sekali ibi hamil dan jabang bayi," ungkap Donatus.
Salah satu guru SDN Lebantour, Muliyadin, mengungkapkan dirinya setiap hari juga berjalan kaki bersama anak-anak dari Wailago menuju ke SDN Lebantour melewati pesisir pantai.
Pesisir pantai adalah jalan alternatif yang lebih cepat sampai dan menghindar dari jalan berbatu. Ia mengaku, sudah 3 tahun lebih setiap harinya berjalan kaki bersama anak-anak untuk ke SDN Lebantour tempat ia mengajar dan anak-anak Kampung Wailago belajar.
Melewati pesisir pantai. Foto: Istimewa.
"Kami harus melewati pesisir pantai karena itu jalan alternatif yang lebih cepat sampai dan menghindar dari jalan berbatu. Kondisi ini lebih parah ketika musim barat, saat air pasang dan terjadi gelombang ," ungkap Mulyadin.
ADVERTISEMENT
Dirinya berharap ada kebijakan dari pemerintah kabupaten untuk membangun ruas jalan yang yang lebih representatif, sehingga dapat menjawab persoalan yang dihadapi anak-anak Kampung Wailago. (FP-01).