Konten dari Pengguna

Fenomena Tawuran di Bulan Puasa: Perspektif Ketahanan Nasional

Fathurohman
Peneliti Pusat Riset Ketahanan Nasional Universitas Indonesia
5 April 2023 7:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tawuran remaja. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Tawuran remaja. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri bahwa anak muda Indonesia memiliki semangat bersaing yang tinggi, baik secara positif maupun negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan berita mengenai pelajar yang mengharumkan nama Indonesia di ajang-ajang nasional dan internasional. Tetapi, di satu sisi sangat membanggakan, di sisi lain muncul berita mengenai tawuran antarpelajar, antar pemuda atau antar geng.
ADVERTISEMENT
Budaya tawuran di Indonesia dapat dikatakan sebagai fenomena sosial yang kurang baik dan tidak diinginkan. Budaya tawuran seringkali diperkuat oleh sejumlah faktor, seperti perbedaan politik, rasial, atau agama, dan umumnya tawuran itu pengungkapan ekspresi dari kelompok subkultur tertentu sebagai ajang eksistensi kelompok di atas kelompok lainnya atau mereka tawuran atas nama solidaritas.
Bisa jadi karena mengatasnamakan solidaritas, mereka yang ikut hanya ikut-ikutan dan belum jelas betul pokok permasalahannya. Meski begitu, tak sedikit anak-anak muda remaja yang ingin menunjukkan eksistensi dengan mengikuti ajang perkelahian unfaedah ini. Remaja tersebut sedang mencari jati diri di mana melihat tawuran sebagai ajang 'gagah-gagahan', mereka dengan bangga dan berwajah 'digarang-garangkan' menyatroni satu sama lain.
Masyarakat kita sebenarnya sudah resah melihat tawuran dilakukan anak muda karena jelas menimbulkan banyak efek negatif di lingkungan sekitar, tentu kasus ini termasuk indikasi yang serius dalam permasalahan problematika sosial dan perlu ditangani secara serius juga agar bisa memitigasi risiko dan segala kemungkinan yang timbul akibat tawuran ini, bisa jadi nyawa melayang.
ADVERTISEMENT
Kasus tawuran yang terjadi di Jakarta Utara akhir-akhir ini menyisakan keprihatinan dan kemirisan yang amat mendalam, kenapa, karena bulan puasa ini seharusnya menjadi ajang untuk berlomba dalam kebaikan dan memohon ampunan kepada yang Maha Kuasa bukan berlomba saling mengekpresikan egonya untuk menunjukkan eksistensi sosial, karena itu jelas salah.
Contoh daerah Jakarta Utara yang rawan tawuran yaitu Warakas, Koja, Lagoa, Kalibaru dan Cilincing bahkan akhir ini kita mendengar berita tawuran di Kalibaru Cilincing yang melukai anggota polisi saat melakukan pengamanan, tawuran perang sarung di Lagoa, tawuran di Kelurahan Koja dan tawuran di Jalan Karamat Jaya Depan kantor PCNU Jakarta Utara. Umumnya sering terjadi pada waktu dini hari hingga menjelang sahur.

Kenapa Tawuran Sering Terjadi di Bulan Puasa

Ilustrasi tawuran. Foto: Akhmad Dody Firmansyah/Shutterstock
Sebenarnya tidak ada kaitannya bulan puasa dengan tawuran, karena tawuran bisa terjadi kapan aja asal ada pemicunya yaitu adanya saling ejek antar golongan, atau aksi saling balas dendam karena faktor pengaruh egosentrisme atau saling gagah-gagahan.
ADVERTISEMENT
Namun alasan yang paling umum karena bulan puasa itu banyak waktu luang, utamanya pada malam hari sehingga muncul adanya pertemuan-pertemuan yang tidak langsung atau dalam istilah sosiologi disebut eclective affinity. Hal ini lah kemudian disalahgunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mengadakan pertemuan yang berujung pada aksi pergesekan atau tawuran.
Jadi ini relasinya eklektif, anak muda sering nongkrong hingga larut malam bahkan kebiasaan bulan puasa ini sering mengadakan sahur on the road dengan kelompok mereka dan kelompok lain juga mengadakan hal sama.
Mirisnya terkadang anak muda seringkali melakukan keonaran pada saat-saat jam sahur ini entah alasan ingin membangunkan warga untuk sahur atau lainnya sehingga muncul kelompok lainnya melakukan hal sama dan inilah sering menimbulkan peluang terjadinya kelompok itu dalam waktu sama dimanfaatkan sebagian orang untuk tawuran.
ADVERTISEMENT

Faktor Lain Penyebab Tawuran

Ilustrasi tawuran. Foto: Akhmad Dody Firmansyah/Shutterstock
Tawuran terjadi bukan hanya karena keinginan, melainkan juga karena faktor lingkungan sekitar yang tidak memberikan pengertian serta edukasi pemahaman yang baik bahwa tindak kekerasan bukanlah jalan keluar menyelesaikan persoalan sehingga mereka lebih mengutamakan emosi dan faktor lingkungan yang menjadi alasannya adalah kecenderungan terhadap media sosial.
Di era digital ini, remaja memiliki ketergantungan terhadap gawai internet atau gadget sehingga ketika ada fenomena tawuran seringkali mereka membagikannya di media sosial bahkan tak jarang mereka dengan mudah untuk mengagungkan tawuran ini, sehingga banyak anak muda lain mempelajari dan meniru gerakan yang mereka lihat secara online. Sayangnya, tren ini mengarah pada peningkatan kekerasan karena semakin memperbanyak frekuensi orang yang terlibat dalam tawuran.
ADVERTISEMENT
Bahkan berasal dari spektrum masyarakat yang tak biasanya terlibat tawuran malah ikut-ikutan aksi tawuran bisa saja karena faktor keingintahuannya atau memang atas solidaritas. Nah, hal ini penting untuk dipahami bagaimana budaya populer memengaruhi fenomena ini. Termasuk menemukan cara untuk mengatasi masalah tersebut dan mengurangi kekerasan yang terkait dengan tawuran

Ketahanan Sosial dalam Membangun Ketahanan Nasional

Ilustrasi tawuran. Foto: Antara
Sebagai bagian dari masyarakat, kita sepenuhnya menyadari bahwa tawuran adalah masalah yang kompleks dan untuk mengatasinya membutuhkan pendekatan multiaspek.
Penyelesaiannya adalah melalui pendekatan aspek sosial. Kita memahami bahwa anak remaja saat ini masih mencari jati dirinya karena itu akan menjadi alasan mereka dalam mengembangkan potensi dirinya, entah positif atau negatif. Kenyataannya mereka lebih suka berkumpul dan berbagi dengan temannya, sehingga mereka merasa teman lebih dari keluarga.
ADVERTISEMENT
Bisa dipahami bahwa teman merupakan pilihan yang dirasa paling dekat setelah keluarga yang kadang tidak mau mengerti dan terlalu menuntut. Itulah sebabnya, solidaritas dan rasa kekeluargaan antar remaja menjadi alasan untuk saling mendukung dan membela sesama.
Praktik Pendekatan sosial yang dimaksud adalah revitalisasi peran keluarga. Peran serta kontrol full orang tua dan pola asuh orang tua menjadi kunci utama dalam mengubah perilaku anak, Pendidikan yang baik dan keharmonisan keluarga menjadi penentu arah perilaku anak karena bisa jadi Ketidakharmonisan dalam keluarga mungkin pemicu tawuran yang juga sebagai ajang pelampiasan emosi.
Ketika proses revitalisasi peran keluarga ini berjalan dengan baik. Artinya pendidikan, komunikasi dan harmonisasi dinilai berhasil maka akan membentuk ketahanan keluarga sebagai bagian kecil terbentuknya ketahanan sosial. Ujungnya terciptanya ketahanan nasional.
ADVERTISEMENT
Karena ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup dalam bernegara dan ini berlaku hingga scope yang paling kecil seperti dalam lingkungan keluarga.