Konten dari Pengguna

Konflik Fallujah: Sejarah Kelam AS di Irak, Senjata Kimia, dan Pelanggaran HAM

Ignatius Fridolin
Mahasiswa Sastra Inggris & Editor Jurnal LPPM Universitas Sanata Dharma
31 Desember 2024 11:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ignatius Fridolin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tentara AS di Fallujah, Irak (29/11/2004). Foto: Scott Peterson/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Tentara AS di Fallujah, Irak (29/11/2004). Foto: Scott Peterson/Getty Images

Kota Fallujah di Irak menjadi saksi pertempuran urban paling brutal sepanjang sejarah dunia modern. Pertempuran tersebut melibatkan Amerika Serikat, Inggris, dan pasukan Pemerintah sementara Irak melawan para ekstremis dan pejuang Irak. Pertempuran yang berlangsung pada 2004 turut menjadi isu penggunaan senjata kimia dan pelanggaran HAM

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pertikaian para pejuang dan ekstremis Irak dengan Amerika Serikat dipicu oleh terbunuhnya empat kontraktor keamanan Amerika Serikat pada Maret 2004. Mereka adalah Scott Helvenston, Jerry Zovko, Wesley Batalona dan Michael Teague. Jenazah keempat orang tersebut diseret melalui jalanan dan digantung di atas jembatan kota Fallujah, 65 Km dari Ibukota Irak Baghdad. Aksi itu menjadi simbol penghinaan terhadap Amerika Serikat dan koalisinya. Hal tersebut berkaitan erat dengan perisitiwa Invasi Irak pada 2003 oleh pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.
Peristiwa tersebut memancing amarah Amerika Serikat dan dunia internasional sehingga pada 4 April, Amerika Serikat dan koalisinya melancarkan operasi militer yang dikenal kemudian sebagai Pertempuran Fallujah. Meskipun dilengkapi peralatan modern, tentara koalisi tidak mudah menahklukan Kota Fallujah. Jalan-jalan sempit Fallujah kerap kali menjadi jebakan bagi pasukan koalisi. Para pejuang Irak pun berbekal pengetahuan lokal mereka dapat menandingi tentara koalisi.
ADVERTISEMENT
Seminggu setelah operasi militer pertama dilancarkan, sepertiga wilayah Fallujah sudah dikuasahi pasukan koalisi. Namun, karena kerusakan infrastruktur kota yang cukup parah, beberapa Masjid yang hancur, dan tinggihnya jumlah korban warga sipil, Pemerintah Sementara Irak pun meminta Amerika Serikat untuk mundur dari Fallujah pada 1 Mei 2004. Pemerintah Irak lalu menyerakan tugas operasi militer kepada Brigade Fallujah yang beranggotakan 1.100 orang.
Pertempuran yang berlangsung selama hampir sebulan ini menewaskan 27 tentara AS, sekitar 200 pejuang Irak, dan sekitar 600 warga sipil Irak.
Pada September 2004, Brigade Fallujah bubar. Beberapa diantara anggotanya bergabung ke dalam kelompok pejuang. Mereka pun menyerahkan semua senjata dan perlengkapan senjata Amerika kepada pejuang Irak.
Marinir AS di Fallujah, Irak (23/11/2004). Foto: Scott Peterson/Getty Images)
Pada November 2004, koalisi pimpinan AS memutuskan untuk melancarkan operasi militer lanjutan dengan alasan mencegah penyebaran pejuang dan pengedaran senjata ilegal di Irak. Operasi ini dikenal sebagai Operasi Al-Fajr (Fajar Baru) atau Operasi Phantom Fury dengan melibatkan lebih dari 12.000 pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, dan tentara Pemerintah Irak.
ADVERTISEMENT
Kota Fallujah sejatinya adalah markas Partai Ba'ath pimpinan Saddam Hussein yang telah digulingkan. Setelah pertempuran pertama pada April-Mei, kota Fallujah menjadi tempat berkumpulnya pejuang Irak dan relawan asing. Sebelum pertempuran, Amerika Serikat telah mengisyaratkan warga sipil untuk mengungsi dari kota. Menyadari pertempuran akan terjadi, sekitar 300.000 warga sipil Irak meninggalkan Fallujah.
Paasukan koalisi mengerakan banyak artileri, helikopter, dan tank untuk menggempur Fallujah dari berbagai sisi. Amerika Serikat menurunkan enam resimen Marinir dan Angkatan Daratnya untuk merebut Fallujah. Meski dengan alat modern, pasukan koalisi tetap kesulitan menghadapi pejuang Irak yang berperang secara gerilya. Para pejuang menghindari perang terbuka yang berisiko. Mereka lebih memilih serangan yang berskala kecil tapi efektif.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa minggu, para pejuang Irak sebagian besar telah dikalahkan. Pada Desember 2004, kota Fallujah jatuh ke tangan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Pertempuran Fallujah kedua menjadi pertempuran paling brutal dalam Perang Irak. Terdapat 110 pasukan koalisi tewas, 600 orang terluka, 3.000 lebih pejuang Irak tewas atau tertangkap, dan ribuan warga sipil Fallujah menjadi korban. Pertempuran tersebut membuat 40 persen kota Fallujah hancur termasuk masjid-masjid yang digunakan pejuang sebagai persembunyian.
Beberapa klaim menyatakan penggunaan senjata Fosfor putih dan peluruh Uranium deplesi oleh pasukan koalisi pada Pertempuran Fallujah melanggar sejumlah konvensi dan deklarasi perang Internasional. Hal ini disimpulkan dari temuan luka bakar pada tubuh korban baik pejuang Irak maupun warga sipil yang mirip dengan luka paparan fosfor putih. Fakta ini dibenarkan oleh Letnan Colonel Barry Venable bahwa para tentara AS menggunakannya sebagai tabir asap pelindung atau tanda target serangan, bukan secara sengaja menyerang manusia.
ADVERTISEMENT
Fosfor putih adalah senyawa kimia yang dapat terbakar pada suhu tinggi dan menghasilkan asap putih tebal. Dalam dunia militer, fosfor putih biasanya digunakan untuk menciptakan tabir asap yang menutupo pergerakan pasukan dan pencayahaan saat malam hari. Namun, pada beberapa kasus seperti Fallujah, fosfor putih sepertinya juga dipakai sebagai senjata pembakar. Fosfor putih bersifat panas sehingga bisa membakar kulit manusia yang terpapar.
Selain fosfor putih, pasukan koalisi Amerika Serikat juga dituduh atas penggunaan peluruh Uranium deplesi yang radiaktif pada pertempuran Fallujah. Peluru ini menggunakan uranium yang telah mengalami pengurangan kandungan isotop U-235. Pada dunia militer, uranium yang telah dideplesi dipilih karena memiliki densitas atau ketebalan yang tinggi sehingga mampu menembus baja atau lapisan tank. Selain itu, ketika mengenai terget, uranium menciptakan panas yang luar biasa sehingga menyebabkan ledakan. Biasanya uranium deplesi dipakai dalam peluru senjata anti-tank dan amunisi pesawat.
ADVERTISEMENT
Dalam pertempuran Fallujah, pasukan koalisi Amerika Serikat diklaim menggunakan peluru uranium deplesi untuk menghancurkan bunker dan bangunan persembunyian pejuang Irak. Klaim tersebut memicu kritik dari para ahli kemanusiaan dan lingkungan hidup. Mereka menyoroti aspek kesehatan dan pencemaran lingkungan yang timbul dari peluru uranium deplesi. Debu uranium dapat mencemari tanah dan air sehingga menciptakan risiko paparan jangka panjang bagi penduduk Fallujah. Uranium juga bersifat kimiawi toksik yang dapat merusak ginja dan sistem organ lainnya jika terhirup atau masuk ke dalam tubuh.
Penggunaan fosfor putih dan peluru Uranium deplesi tentu memberikan keuntungan militer bagi pasukan koalisi Amerika Serikat dalam melawan pejuang dan ekstremis Irak. Namun, hal tersebut juga merugikan kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka waktu lama. Insiden Fallujah menjadi sorotan dalam diskusi internasional tentang penggunaan senjata modern mematikan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT