Inspiratif, Kisah Sarkadi Si Penjual Es Mambo yang Raih Gelar Profesor di UNJ

Reza Waluyo
Journalist
Konten dari Pengguna
14 Desember 2020 14:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reza Waluyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dr. Sarkadi, M.Si | Dokumentasi Pribadi
Seorang filsuf asal Jerman, Arthur Schopenhauer pernah mengatakan bahwa kekuataan kemauan ibarat orang buta yang kuat, yang bisa mengangkat orang bodoh yang bisa melihat. Kutipan Schopenhauer kiranya bisa menjadi landasan untuk seseorang meraih cita-citanya apapun kesulitan yang dihadapi.
ADVERTISEMENT
Hal itu juga yang dilakukan anak seorang petani bernama Sarkadi. Anak kelima dari sembilan bersaudara ini memiliki kisah inspiratif bagi kita semua untuk bisa mengejar cita-cita. Lahir dari pasangan Hj Siti Klumah dan H.Muh Calur pada 4 Juli 1969, Sarkadi merentas jalan terjal untuk menggapai cita-cita di dunia pendidikan.
Jalan terjal yang menjadikan Sarkadi saat ini menyandang gelar profesor di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sebelum menjadi seorang profesor, sejak usia muda Sarkadi menjalani hidup penuh perjuangan. Sejak usia 10 tahun untuk membantu ekonomi keluarga, ia tak malu untuk berjualan es mambo.
Menurut Sarkadi, es mambo itu ia taruh di luar kelas dan dijual saat waktu istirahat. Jika tak habis, pulang sekolah ia akan berkeliling kampung menjajakan es mambo hingga terjual habis. Uang hasil penjualan akan diberikan Sarkadi ke ibundanya. Tak berhenti di situ.
ADVERTISEMENT
Usai pulang sekolah sebelum belajar di Madrasah, Sarkadi juga membantu orang tuanya mengurus kambing milik orang lain. Di kampug halamannya, Indramayu, dikenal 'sistem maro', yaitu kerjasama antara pemilik kambing dengan yang mengurus. Jika nantinya kambing memiliki dua anak, satu kambing akan menjadi milik yang mengurus.
Saat malam tiba, kegiatan Sarkadi diisi dengan belajar mengaji. Siswa SDN Margamulya II, Indramayu ini tak malu untuk terus bekerja dan belajar demi meraih cita-cita. Tamat dari sekolah dasar, Sarkadi sempat kebingungan apakah melanjutkan pendidkan atau tidak. Faktor biaya jadi masalah utama.
Sarkadi kemudian ikut kakaknya ke Cibitung, Bekasi. Sang kakak saat itu bekerja sebagai seorang kondektur bus PPD. Pindah ke Cibitung, Sarkadi akhirnya bisa melanjutkan pendidikanya ke tingkat SMPN. Ia masuk ke SMPN Cibitung (sekarang bernama SMPN 1 Cikarang Barat).
ADVERTISEMENT
Hidup di Cibitung pada era 80-an ternyata dijalani Sarkadi juga dengan perjuangan. Saat itu, belum ada sambungan listrik dan Sarkadi mau tak mau setiap harinya membantu membersihkan dan mengisi lampu minyak tanah. Selain itu, ia juga bekerja menyapu, membersihkan rumah sampai menimba air di sumur tetangga yang jaraknya 1 Km dari tempat tinggal sang kakak.
Meski jalani hidup tak mudah, hal itu tak membuat Sarkadi ketinggalan pelajaran. Buktinya ia mampu meraih rangking 1 sejak duduk di bangku SMP kelas 1. Prestasi itu mampu dipertahankannya hingga lulus SMP dan melanjutkan pendidikan di SMA 1 Bekasi.
Lulus dari SMA 1 Bekasi, Sarkadi melanjutkan pendidikan ke IKIP Jakarta dan mengambil prodi PMP-KN lewat jalur prestasi Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Ada yang menarik saat Sarkadi ditanya oleh wali kelasnya di SMA 1 Bekasi. Saat akan mengisi formulir PMDK, wali kelasnya bertanya memang akan melanjutkan kuliah di mana?
ADVERTISEMENT
“Saya ingin jadi guru, pak," jawab Sarkadi tegas.
Kuliah di IKIP Jakarta, Sarkadi menyelesaikan pendidikan dalam waktu 4,5 tahun. Saat itu, hanya tiga orang mahasiswa yang mampu lulus dalam waktu 4,5 tahun termasuk Sarkadi. Ia mendapat gelar Cumlaude sebagai lulusan terbaik di fakultasnya.
Prestasi Sarkadi membuat Dekan FPIPS saat itu memintanya menjadi dosen di program studi PMP-KN. Menjadi lulusan terbaik membuat Sarkadi bisa mengambil beasiswa Ikatan Dinas. Pada 1994, ia diangkat menjadi CPNS sebagai seorang dosen.
Tak lupa dengan keluarga meski sudah bisa menjadi seorang PNS, Sarkadi juga perhatian kepada adik-adiknya. Ia pun bisa menyekolahkan saudaranya hingga tamat perguruan tinggi.
“Insyaallah itu sudah menjadi komitmen hidup Saya untuk selalu berbagi dengan orang-orang disekitarnya yang membutuhkannya”, ungkap Sarkadi.
ADVERTISEMENT
Pada 1996, Sarkadi melanjutkan studi ke S-2 Universitas Indonesia mengambil program studi Ilmu Komunikasi. Selama menjadi dosen pernah menduduki jabatan sekretaris jurusan, ketua jurusan, dan wakil dekan 3 selama dua periode. Pada tahun 2003 melanjutkan studi S3 di UNJ mengambil program studi Manajemen Pendidikan.
Lebih dari 30 tahun menjalani karier sebagai dosen, pada 1 Desember 2020 lewat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 120368/MPK/KP/2020, Sarkadi ditetapkan menjadi Guru Besar / Profesor dalam bidang Ilmu Manajemen Pembelajaran PPKn.
Gelar Profesor ini menjadi bukti bahwa si penjual es mambo dari Indramayu ini mampu meraih cita-citanya meski harus menjalani jalan berliku dan tak mudah.