Generasi Muda dan Tantangannya Terhadap Dakwah di Era Society 5.0

Galih Juang
Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Jember
Konten dari Pengguna
4 Maret 2023 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galih Juang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa tahun terakhir Negara Kesatuan Republik Indonesia sedang mengalami gangguan dari para oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agama sebagai aksi teror yang dilakukan di beberapa daerah yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tercatat pada Mei 2018, terjadi peristiwa pengeboman di beberapa tempat yang berbeda di Surabaya. Rata-rata para pelaku bom bunuh diri masih berusia muda. Misalnya, pengeboman yang terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Surabaya. Pengeboman di Gereja itu dilakukan oleh dua anak yang masih remaja, YF yang masih berusia 18 tahun dan FA yang dua tahun lebih mudah dari YF.
Tiga tahun setelah kejadian teror di Surabaya, aksi teror kembali terjadi pada Maret 2021. Terjadi dua aksi teror selama kurang dari satu minggu. Aksi pertama terjadi peristiwa bom bunuh diri di Makassar yang dilakukan oleh pasutri muda yang baru menikah selama enam bulan. Pasutri itu sama-sama masih berumur 25 tahun. Mereka melakukan aksinya dengan menargetkan Gereja Katedral Makassar. Untungnya dari kejadian itu tidak ada masyarakat yang menjadi korban meninggal.
ADVERTISEMENT
Tiga hari kemudian, pada tanggal 31 Maret 2021, terjadi aksi teror kembali yang dilakukan oleh seorang wanita berinisial ZA (25). Kali ini bukan bom bunuh diri dari aksi wanita tersebut. Melainkan menggunakan senjata api. Dia nekat menerobos masuk ke dalam Mabes Polri dan menembakkan ke arah para polisi yang ada di dalam. Dia langsung meninggal karena terkena tembakan dari polisi yang mencoba mempertahankan diri.
Sungguh ironis kejadian yang menimpa negeri ini. Terlihat dari banyaknya para pelaku yang melakukan aksi terorisme yang masih tergolong usia muda. Entah apa yang membuat mereka bisa menjadi tertutup akal sehatnya. Sehingga nekat melakukan hal bodoh semacam itu.
Jika dilihat dari profil para pelaku teror yang melakukan aksinya di Makassar dan Mabes Polri, mereka ini menganut ideologi yang serupa. Pasutri yang melakukan bom bunuh diri di Makassar merupakan jaringan JAD (Jamaah Ansharut Daulah). Sedangkan pelaku penembakan di Mabes Polri sebelum melakukan aksinya, ia sempat memposting foto logo ISIS di akun Instagram miliknya. Kesamaan berikutnya yaitu, mereka sama-sama menulis surat wasiat yang isinya pun hampir mirip. Bahkan salah satu surat wasiat dari pelaku teror di Mabes Polri dalam suratnya menyinggung nama mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama.
ADVERTISEMENT
Ini menggambarkan kalau para pelaku teror tersebut dalam diri mereka terdapat sebuah paham radikal atau fanatisme agama dan kecenderungan untuk membenci orang yang berbeda paham atau keyakinan dari dirinya.
Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya pada tanggal 28 Maret 2021, ia menegaskan kalau terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak memiliki kaitan dengan ajaran agama apa pun.
Sebagian orang justru menganggap para teroris ini melibatkan agama dalam aksinya. Terbukti dalam isi surat wasiat yang mereka buat. Mereka menulis kata “Surga, dosa, dan akhirat” di dalamnya. Dan juga para teroris ini meyakini bahwa aksi mereka itu akan mendapat balasan surga nantinya.
Bisa dilihat dalam sejarah bahwa kelompok ekstrimis Islam pertama yang melakukan aksi teror adalah Khawarij. Kelompok ini menilai bahwa kelompoknyalah yang paling Islami, dan tidak segan-segan mengkafirkan orang-orang yang berbeda paham dari mereka, meskipun orang itu juga beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu kelompok Khawarij ini berbeda paham dengan Ali bin Abi Thalib. Karena perbedaan paham itu mereka memutuskan untuk keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib dan membentuk aliran sendiri. Kemudian, pada tanggal 25 bulan Ramadhan, tahun 40 Hijriyah, Ali bin Abi Thalib saat hendak menjadi imam sholat Shubuh, ia dibunuh oleh anggota kelompok Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam.
Bisa dibilang kalau kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Khawarij ini sudah tidak ada lagi. Akan tetapi ajaran ektrimis yang mereka pakai rupanya masih ada hingga saat ini. Tak terkecuali juga terdapat di Indonesia.
Tentu ini menjadi sebuah renungan bagi bangsa Indonesia. Bagaimana bisa banyak para anak muda ini sangat mudah sekali untuk dicuci otaknya oleh paham-paham radikalisme dan kebencian yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mencoba merongrong NKRI.
ADVERTISEMENT
Peran pemerintah dalam upaya deradikalisasi ini harus terus digencarkan. Jangan sampai ada lagi para pemuka agama yang dalam dakwahnya selalu saja mengkafir-kafirkan orang yang berbeda keyakinan dengannya. Secara langsung maupun tidak langsung, para pemuka agama yang suka dan gemar mengkafir-kafirkan saudara sebangsanya inilah yang menjadi pemicu atau pendorong untuk orang menjadi membenci saudaranya sendiri, membenci orang yang tidak sepaham dengan dirinya, bahkan sampai rela membunuh orang lain.
Dewasa kini diperlukan adanya sebuah narasi dakwah yang menyehatkan dan menyejukkan. Terutama sebuah narasi dakwah yang sesuai dengan era saat ini yaitu era society 5.0.
Seperti yang diketahui bersama bahwa dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi. Adapun yang dimaksud dengan era globalisasi adalah sebuah era atau zaman dimana dunia saling terbuka dan terhubung satu sama lain. Hubungan antar negara dan antar manusia tidak lagi ada sekat tembok yang menghalangi. Semua hal tersebut dapat terjadi karena adanya sebuah proses dan kemajuan daripada sains dan teknologi.
ADVERTISEMENT
Sejarah perkembangan zaman dimulai pada masa society 1.0. Disaat dunia masih berada pada masa society 1.0, ditandai dengan kegiatan manusia pada saat itu masih terfokus sebagai pemburu dan pengumpul (Hunting & Gathering). Setelah melalui berbagai proses dan dinamika di zaman tersebut, dunia telah melewati beberapa tahapan era society lainnya. Masuk di era society 2.0 (Agricultural), dunia mulai masuk pada masa bercocok tanam atau agraria. Kemudian setelah melewati era tersebut, dunia mulai masuk ke tahap era society 3.0. Era ini dicirikan atau ditandai dengan adanya revolusi dibidang industri. Dengan adanya revolusi industri, kegiatan produksi akan kebutuhan daripada barang dan jasa semakin meningkat, dimana berakibat terhadap meningkatnya perekonomian.
Setelah melewati ketiga fase tersebut, dunia mulai memasuki era baru yaitu era society 4.0 (Information). Era ini dicirikan dengan adanya transformasi yang lebih berkembang dan maju, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi daya topang dari era ini. Akan tetapi adanya revolusi 4.0 yang dicirikan dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, juga tidak terlepas dari sebuah permasalahan di dalamnya. Adapun salah satu masalahnya adalah mendegradasi peran manusia dalam sebuah kehidupan. Akibat permasalahan tersebut, kini dunia termasuk juga Indonesia sedang mencoba untuk memasuki sebuah fase atau era society 5.0.
ADVERTISEMENT
Society 5.0 hadir di tengah peradaban dunia saat ini dengan usaha untuk bisa menyelesaikan segala masalah dan problematika kehidupan yang ada pada masa revolusi industri 4.0. Society 5.0 hadir dengan konsep untuk menggunakan keunggulan dari sains dan teknologi untuk mecari jalan keluar dari problematika sosial serta kesejahteraan manusia itu sendiri. Jadi, konsep yang ditawarkan dari era ini adalah konsep yang lebih humanis. Peran dari manusia di era ini tidak tergerus oleh kemajuan teknologi tetapi di era ini manusia dapat berkolaborasi dengan sains dan teknologi.
Atas penjelasan di atas, dapat kita tarik garis tengah bahwa segala permasalahan dan segala problematika yang timbul di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini dapat diselesaikan dengan adanya kolaborasi antara manusia dengan sains dan teknologi.
Ilustrasi diambil dari Shutter Stock
Oleh sebab itu, pada era saat ini diperlukan adanya seorang pendakwah yang mampu melebur dan berbaur dengan kemajuan zaman. Dimana nanti dalam proses penyiaran ajaran agama, para pendakwah mampu dan bisa untuk mengkolaborasikan dakwahnya dengan keunggulan dari sains dan teknologi. Sudah banyak contoh pendakwah di Indonesia yang mampu menyatukan serta mengkolaborasikan ajaran agama dengan sains dan teknologi. Salah satunya yaitu Habib Husein Ja’far Al-Hadar.
ADVERTISEMENT
Habib Husein dalam penyampaian dakwahnya selalu memanfaatkan adanya media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, dan Youtube sebagai sarana media dakwahnya. Selain itu beliau juga memanfaatkan relasi yang dimilikinya. Ia sering berkolaborasi dengan artis Youtube lainnya seperti Tretan Muslim, Onad, Deddy Corbuzier, dan lain sebagainya. Dakwah yang dilakukan oleh Habib Husein ini sendiri tergolong berhasil untuk menarik perhatian masyarakat umum. Karena beliau bisa mengkolaborasikan ajaran agama dengan keunggulan sains dan teknologi.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah yang humanis yang bisa menyatukan antara ajaran agama dengan teknologi adalah sebuah dakwah yang tergolong berhasil dan mudah dicerna dan diterima oleh masyarakat terutama para anak-anak muda. Karena bagaimanapun juga anak muda saat ini tidak bisa dilepaskan dari yang namanya teknologi. Oleh sebab itu, menyambung yang sudah dijelaskan di atas, anak muda dalam belajar beragama khususnya agama Islam harus mempunyai sosok guru yang baik yang dapat membawanya menuju jalan kebenaran. Carilah guru yang mengajarkan cinta kasih antar sesama tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agamanya. Karena sejatinya Islam itu adalah agama cinta. Maksud dari Islam itu adalah agama cinta yaitu Islam merupakan agama yang mencintai kedamaian dan bukan kekerasan serta Islam itu adalah agama yang mempermudah bukan mempersulit umatnya.
ADVERTISEMENT