Konten dari Pengguna

Sudah Saatnya Pendidikan Kita Kembali Kepada Filosofi Ki Hadjar Dewantara

Gandazon H Turnip
Mahasiswa Fisika di Universitas Sumatera Utara
26 Februari 2025 13:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gandazon H Turnip tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pendidikan, Foto by Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Pendidikan, Foto by Pexels
ADVERTISEMENT
Masih terkenang dengan amat jelas masa-masa menempuh Pendidikan di jenjang Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama di kampung. Sejak saat itu saya telah diajar dengan baik oleh para bapak dan ibu guru untuk menjadi seorang manusia yang kompeten, walau maksud tersebut barulah saya pahami setelah dewasa sekarang. Ajaran dan didikan mereka sangat berarti untuk menyikapi keadaan saat ini.
ADVERTISEMENT
Kami masih menemui guru yang galak dan kejam bahkan ada yang sampai bermain fisik, namun kami tidak mengeluh dan melapor kepada orangtua, karena pasti kena untuk kedua kalinya di rumah oleh orangtua. Jadinya, ketika kami mendapat teguran dari guru, hal itu hanya kami simpan sendiri jangan sampai diketahui oleh orangtua. Sebab orangtua kami pada saat itu juga memiliki prinsip bahwa guru kami sama seperti mereka yang memiliki anak di rumah dan pasti hanya satu tujuan utamanya, yakni untuk menjadikan anak-anaknya menjadi generasi yang lebih cerdas dari mereka.
Kami diajari tentang kejujuran, disiplin dan kerja keras disamping materi-materi pelajaran yang mereka ampu. Nilai-nilai kehidupan yang mereka ajarkan penting bagi kami di masa kini, masa dimana kerasnya persaingan hidup, masa dimana moral dan integritas mudah sekali tergadaikan, pun masa dimana kompetensi bukanlah yang terutama dan utama namun seberapa pandai anda mencari sensasi.
ADVERTISEMENT
Nilai-nilai pengajaran inilah yang hilang dari Pendidikan Indonesia saat ini, karakter dan moral anak bangsa semakin tergerus akibat adanya hak perlindungan siswa yang begitu tinggi, sehingga membuat guru tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain legowo dengan segala tingkah laku murid-murid dan mungkin memiliki prinsip yang penting saya mengajar dan saya ambil gaji untuk menafkahi keluarga, bukan lagi sepenuhnya untuk mendidik.
Saya tidak menyalahkan pandangan dan cara berfikir guru yang demikian karena ketika guru terlalu keras maka bahaya mengintai dirinya dan jika guru berlaku lembek maka negara ini juga berada dalam bahaya.
Meminjam istilah maju kena mundur kena, jadi lebih baik mengambil jalan tengah untuk berada di zona nyaman, mungkin orangtua yang terlalu membela anaknya yang nakal tadi ingin anaknya semakin nakal dan tetap bodoh, pun mungkin negara membiarkan anak-anak bangsa untuk hidup dalam kebodohan agar mereka tetap bisa berkuasa dengan sokongan individu-individu bodoh.
ADVERTISEMENT
Kita sedang terjebak dalam situasi yang tidak terkendalikan dan hanya pemerintahlah yang dapat melakukan perbaikan di dalam sistem yang carut marut ini.
Banyaknya istilah-istilah yang muncul seperti mental health, parenting justru tidak menjawab tantangan-tantangan tersebut, malah semakin memperkeruh kondisi anak bangsa.
Akhir-akhir ini semua siswa telah bangga memakai seragam Sekolah Menengah Atas disaat tidak begitu paham operasi kabataku atau bahkan tidak mengetahui sama sekali Sejarah Indonesia secara garis besar.
Bahkan dalam beberapa hari terakhir penulis akrab kali menemui konten di media sosial baik facebook, Instagram dan lainnya yang melakukan tes kepada siswa SMA, hasilnya sungguh miris sekali dan harusnya dia masih harus duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar.
Dengan kondisi dan situasi anak bangsa sekarang ini, kita tidak bisa berharap banyak jika pemerintah melalui bidang Pendidikan tidak segera menyikapi hal ini dengan bijak dan tegas.
ADVERTISEMENT
Jika boleh usul kepada pak Menteri dan jajarannya di bidang Pendidikan, dikembalikan saja metode dan kurikulum Pendidikan kita seperti dahulu, mengapa di tahun 60 hingga 80an kita bisa berjaya di bidang Pendidikan dan sekarang malah semakin merosot ? Mungkin metode dan kurikulum yang diterbitkan oleh pemerintah saat ini belum mampu atau tidak cocok dengan kultur dan budaya Indonesia itu sendiri, mengingat Indonesia itu sangat luas dan terdiri dari beragam budaya, jadi tidak adil rasanya jika hanya menggunakan dua atau tiga daerah saja sebagai cerminan untuk menjangkau luasnya daerah dari Sabang hingga Merauke.
Tidak mengapa kita mundur sejenak sembari menerung formula apa yang cocok dan tepat digunakan untuk Pendidikan di negeri tercinta ini, tidak perlu muluk-muluk untuk mencontoh negara Finlandia yang sangat sukses di bidang Pendidikan, mereka juga membangun Pendidikan hebat seperti saat ini bukan hanya setahun atau dua tahun, namun butuh waktu berpuluh-puluh tahun dengan riset mendalam dan menyesuaikan dengan kultur budaya negara mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Ki Hajar Dewantara telah meletakkan dasar filosofis Pendidikan Indonesia dengan baik dan alangkah baiknya kita dapat berangkat dari pemikiran beliau guna kembali menemukan jati diri Pendidikan bangsa ini. Masih ada waktu dan belum terlambat jika kita bergerak sekarang.
Penulis hanya ingin yang terbaik bagi bangsa ini tak ada tuntutan lebih, guru bisa leluasa menjalankan tugas dan kewajibannya serta murid mendapatkan hak pendidikannya dengan baik, sehingga Indonesia kembali menjadi macan Asia.