Penut: Kafan yang Tertinggal (Part 2)

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
15 September 2022 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cerita horor Penut, Kafan yang Tertinggal. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor Penut, Kafan yang Tertinggal. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Matahari hanya baru menunjukkan sedikit ujungnya. Cuaca dingin sangat terasa ditambah embun yang masih menempel di dedaunan—membuat desa Serren tampak belum bangun.
ADVERTISEMENT
Namun, Pak Rami sudah bersiap-siap menggarap sawahnya dengan cangkul yang sudah dia asah sejak kemarin sore. Setelah memasang sepatu tani yang sudah tidak layak pakai itu, dia keluar rumah.
Dari beranda, dia bisa melihat perbukitan yang masih ditutupi kabut tipis. Sawah-sawah yang menghampar di pinggir jalan tampak bercahaya karena ada genangan air dari hujan semalam. Tanpa memikirkan apa pun, dia langsung menuju aspal jalanan. Saat itulah dia melihat benda putih di tengah jalan.
Benda itu tampak familiar bagi Pak Rami, karena dua hari yang lalu dia membantu mengubur bayi tetangganya. Kafan. Ya, benda yang berada di tengah jalan itu adalah kafan. Sebelum Pak Rami sempat mendekati kafan itu, Pak Rami melihat ada gerakan di balik pohon kelapa dekat sawah.
ADVERTISEMENT
Setelah memfokuskan pandangan, Pak Rami akhirnya bisa melihat sosok hitam yang tampak berlari dari satu pohon kelapa ke pohon lainnya. Bulu kuduk Pak Rami meremang, cangkul yang dia genggam mulai tidak terasa.
Sosok hitam itu terus berlari sampai akhirnya dia berhenti begitu saja. Begitu mendadak. Ketika sosok hitam itu berlari menjauh dari pohon kelapa, Pak Rami menemukan suaranya, “Penut! Penut!”
***
Paman Kadrun berhenti bercerita. Dia mengusap lengannya dengan wajah ngeri.
“Dulu, katanya kalau ada Penut, semua orang saling tuduh-tuduhan tentang siapa yang lagi ngelakuin pesugihan!” kata Paman Kadrun. “Yang lebih bikin takut kalau ada Penut, artinya bakal akan ada yang kena guna-guna! Penut kalau berhasil mencuri bayi, guna-gunanya bisa kuat sekali sampe bisa membunuh!”
ADVERTISEMENT
Paman Kadrun terus bercerita tentang kuatnya guna-guna yang dihasilkan dari pesugihan menggunakan Penut. Namun, aku mulai hilang fokus karena masih memikirkan bayangan putih yang bergerak di balik pohon pisang.
Tadi, sewaktu aku menunjuk bayangan itu pada Bapak, Bapak bilang di kuburan memang terdapat banyak makhluk halus yang tidak akan mengganggu kalau kita tidak mengganggu. Jadi, Bapak menyuruhku mengabaikan makhluk-makhluk itu kalau menampakkan diri.
Malam semakin larut. Bapak menyuruhku tidur lebih dulu. Aku menurut karena besok aku harus masuk sekolah. Hanya dengan beralaskan tikar dan berselimut sarung, aku tertidur dengan mudah. Sayangnya, aku bermimpi buruk.
Dalam mimpiku, aku melihat sebuah wajah besar yang hitam pekat tersenyum lebar padaku. Di mulutnya ada serpihan tulang dan potongan daging. Mimpi itu membuatku terjaga dengan keringat dingin membasahi punggung.
ADVERTISEMENT
Saat terjaga, ternyata masih malam. Aku melihat Bapak dan empat orang lainnya tertidur di tikar. Aku mencari-cari Paman Kadrun, pasti dia yang kebagian berjaga. Saat menoleh ke arah kuburan, aku melihat Paman Kadrun berjongkok di pinggir kuburan. Dia menunduk begitu dalam sampai aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“Paman, ngapain?” tanyaku.
Paman Kadrun tidak menjawab. Perlahan, aku bangkit berdiri untuk menghampiri Paman Kadrun. Aku mengira Paman Kadrun tidur sambil berjongkok karena terlalu lelah. Belum sempat aku menghampiri Paman Kadrun, aku mendengar teriakan dari belakangku.
“Udin! Jangan! Jangan!”
Aku menoleh dan melihat Paman Kadrun berlari ke arahku dari balik pohon pisang. (day)