Surat Terbuka untuk Sahabatku

Generasi Milenial
Generasi Milenial
Konten dari Pengguna
29 Februari 2020 9:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Generasi Milenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto dengan sahabat. (Foto: Pexels/Bayu Jefri)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto dengan sahabat. (Foto: Pexels/Bayu Jefri)
ADVERTISEMENT
Halo! Apa kabar? Akhir-akhir ini kita semakin sulit bertemu. Lucu ya, padahal dulu setiap hari kita bisa bertemu. Tidak hanya di sekolah, bahkan saat akhir pekan pun kita selalu meluangkan waktu.
ADVERTISEMENT
Dulu, iya dulu sekali, kita sering bercanda, “Apa tidak bosan ketemu terus?” Waktu itu aku selalu menjawab “Bosan lah!” Padahal, kita sama-sama tahu bahwa hari tidak akan lengkap kalau kita belum bertemu. Tapi, kita sama-sama canggung untuk mengakui kalau nyatanya kita akan rindu jika tidak bertemu.
Aku mengenalmu saat seragam kita masih putih biru. Hidup masih jauh lebih sederhana saat itu. Masalah terbesar kita adalah dimarahi guru karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Atau, terlambat masuk sekolah dan dihukum keliling lapangan. Lucu sekali jika ingat kita selalu tidak sabar untuk menjadi dewasa. Andai kita tahu, betapa pusingnya menjadi orang dewasa nanti.
Ilustrasi foto kebersamaan dengan sahabat. (Foto: Pexels/Helena Lopes)
Ketika seragam kita berganti dengan putih abu-abu, takdir memang baik mempertemukan kita kembali. Kamu dan aku sama-sama menemukan teman baru. Tapi, pada akhirnya kita tetap menemukan cara untuk selalu menghabiskan waktu, bertukar cerita, dan membuat memori yang sampai hari ini masih membuatku tersenyum.
ADVERTISEMENT
Kemudian, mulai muncul pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan yang sebelumnya tidak terpikir. Saat itu, aku mulai sadar bahwa kita memiliki mimpi yang berbeda. Aku mendengarmu menceritakan mimpi-mimpimu, begitu pula denganku.
Aku mempercayakan harapan, ketakutan, dan segala cerita harian kepadamu. Saat itu pun aku sadar, cepat atau lambat kita akan berpisah dan memiliki dunia sendiri-sendiri. Kita berjanji untuk tetap berkomunikasi, seberapa jauhnya jarak memisahkan kita.
Foto: Pexels/Aline Viana Prado
Pada akhirnya, jarak memang memisahkan kita. Tidak hanya jarak, namun juga rutinitas, teman, dan kegiatan yang kita jalani benar-benar berbeda. Bahkan, lebih banyak perbedaan dibandingkan kesamaan yang kita miliki saat ini. Tapi, itu semua bukan hambatan bagi kita.
Aku tidak selalu tahu kabarmu. Aku juga tidak selalu memiliki waktu untuk menceritakan kabarku. Tapi, aku tahu kalau kita tetap bisa mengandalkan satu sama lain. Liburan selalu menjadi waktu yang kutunggu-tunggu untuk bertemu denganmu dan kembali kepada semua yang terasa familiar.
Foto: Pexels/Aline Viana Prado
Tulisan ini menjadi bentuk terima kasih karena kamu telah menjadi bagian dari hidupku. Kamu adalah sahabatku sejak saat itu, bahkan hingga kini. Terima kasih juga sudah menerimaku menjadi bagian dari hidupmu. Aku berhutang banyak atas segala kebaikan dan ketulusan yang telah kamu berikan. Semoga segala cerita dan pengalaman yang kita bagi bisa menjadi bagian dari memori indah di hidupmu, sahabatku. (sap)
ADVERTISEMENT