Pemikiran Tan Malaka: Seorang Revolusioner yang Kesepian

Georgius Benny
Political Analyst
Konten dari Pengguna
26 April 2022 12:44 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Georgius Benny tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tan Malaka Muda. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tan Malaka Muda. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika kita membicarakan Founding Fathers atau bapak bangsa, maka nama yang sering muncul adalah Soekarno, Hatta, ataupun Sjahrir. Nama-nama tersebut memang populer dan sering pula muncul dalam pelajaran sejarah. Namun, sebagai bangsa yang menolak lupa terhadap peran dan jasa para pendahulu maka kita perlu juga mempelajari tentang bapak bangsa yang terlupakan. Dia adalah Tan Malaka.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka seolah hilang dari peradaban. Namanya tidak pernah disebut dalam buku sejarah pemerintah ataupun diajarkan oleh guru-guru di sekolah. Sebabnya, Tan Malaka adalah seorang komunis. Padahal, dari seorang komunis inilah pertama kali muncul gagasan mengenai Indonesia dalam bentuk republik. Dari seorang komunis ini pula lahir begitu banyak buku yang secara pemikiran dapat dikatakan menembus zaman.
Di sini tidak akan dibahas biografi Tan Malaka, namun, akan lebih berfokus pada pemikirannya yang tertuang dalam beberapa karyanya. Kalau ingin mempelajari biografi Tan Malaka saya merekomendasikan seri buku Tan Malaka karangan Harry Poeze ataupun biografi Tan Malaka terbitan Tempo.

Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia)

Mari kita kupas pemikiran Tan Malaka mula-mula dari pamflet Naar de Republiek Indonesia. Pamflet ini ditulis ketika Tan Malaka sedang menjalani pembuangan di China pada tahun 1925. Naar de Republiek Indonesia adalah karya Tan Malaka yang membahas mengenai konsep negara Indonesia ketika merdeka nantinya.
ADVERTISEMENT
Ketika pada masa itu belum terjadi persatuan nasional melalui Sumpah Pemuda, Tan Malaka sudah memikirkan konsep negara Indonesia. Dapat dikatakan bahwa Tan Malaka adalah orang pertama yang menggabungkan kata Republik dengan kata Indonesia. Dalam buku ini pula Tan Malaka meramalkan akan terjadi perang pasifik antara Jepang dan Amerika yang ternyata menjadi kenyataan pada tahun 1940an.
Tan Malaka meramalkan terjadinya perang pasifik dengan melihat kondisi dan realita yang terjadi pada masa itu di mana selepas perang dunia 1 praktik imperialisme dan kolonialisme sedang dijalankan di seluruh dunia. Jepang dan Amerika yang termasuk ke dalam negara maju pada masa itu sedang melakukan invasi ke seluruh penjuru dunia demi melancarkan praktik imperialisme dan kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka dengan tepat meramalkan bahwa suatu saat nanti Jepang dan Amerika akan mengalami konflik dan timbul perang pasifik yang terpusat di Asia Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara harus memanfaatkan momentum itu untuk merebut kemerdekaan dari penjajah. Ketika akhirnya kemerdekaan itu diraih maka Tan Malaka menawarkan konsep republik kepada negara Indonesia.
Tan Malaka menggambarkan keadaan pasca perang dunia 1 di mana negara-negara yang kalah perang harus membayar kerugian perang dan menjadi negara ½ jajahan seperti Jerman yang terikat dengan Perjanjian Versailles. Selain itu Tan Malaka menggambarkan awal mula berkembangnya kapitalisme di dunia, namun, sekaligus Tan Malaka meramalkan bahwa kapitalisme akan runtuh dalam 10-20 tahun karena adanya pertentangan dari paham revolusioner anti kapitalisme yaitu sosialisme dan komunisme.
ADVERTISEMENT
Dalam buku ini pula, Tan Malaka menganalisis strategi untuk merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Analisis strategi tersebut terbagi ke dalam sektor ekonomi, politik, dan militer. Tan Malaka menyebutkan bahwa kekuatan ekonomi, politik, dan militer tersebar seperti ekonomi terpusat di Jawa Timur, politik di Batavia, dan militer di Priangan. Untuk merebut kemerdekaan, maka ketiga pusat kekuatan Belanda harus ditaklukan satu persatu.
Beredar kabar pula bahwa buku Naar de Republiek Indonesia menjadi referensi utama bagi Soekarno saat memikirkan konsep untuk berdirinya negara Indonesia menjelang dan pasca kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dari buah pemikiran Tan Malaka ini akhirnya gambaran mengenai konsep republik bagi negara Indonesia dapat terwujud.

Parlemen atau Soviet

Selanjutnya mari kita bahas pemikiran Tan Malaka dalam buku Parlemen atau Soviet. Buku Parlemen atau Soviet terbit pada 1921 ketika Tan Malaka aktif sebagai anggota Serikat Islam Merah yang merupakan cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan tulisan Tan Malaka semasa ia menjadi guru bagi anak-anak kuli di Deli tahun 1920. Kumpulan tulisan ini akhirnya rutin diterbitkan dalam koran Soeara Ra’jat mulai bulan Mei hingga Agustus 1921.
ADVERTISEMENT
Dalam buku ini, Tan Malaka memberikan pemahaman mengenai Sistem Parlemen dan Soviet kepada kaum buruh dan masyarakat umum. Buku ini menjadi literatur utama bagi Partai Komunis Indonesia dalam menjalankan propaganda komunis dan menjadi sumber referensi pendidikan komunis kepada anggota-anggota partai.
Tan Malaka dengan keras memberi kritik kepada parlemen yang menjadi perwakilan rakyat di pemerintah, namun, hanya sekedar menjadi formalitas untuk mengambil hati rakyat. Tan Malaka mengibaratkan parlemen sebagai perkakas pemerintah. Menjadi wajar Tan Malaka berpikiran demikian karena pada masa itu Volksraad atau dewan rakyat yang memberi jatah kursi kepada pribumi hanya dijadikan formalitas politik saja.
Dalam buku ini pula, Tan Malaka menjelaskan hubungan dan permasalahan antara parlemen, kabinet, dan raja atau pemimpin dengan memberikan beberapa contoh yang terjadi dalam parlemen Jerman dan Inggris. Parlemen hanya dikuasai oleh kalangan borjuis saja. Anggota parlemen bahkan hampir tidak ada perwakilan dari kaum buruh dan politik dinasti sering terjadi di mana anggota parlemen akan digantikan oleh anaknya dan begitu seterusnya.
ADVERTISEMENT
Tan Malaka memberikan gambaran kondisi ideal bagaimana parlemen harus bekerja yaitu dengan menetapkan peraturan perundang-undangan yang bukan merupakan pesanan raja dan/atau pemerintah. Ketika suatu peraturan perundang-undangan sudah disahkan dan diberikan kepada kabinet untuk dijalankan maka parlemen bertugas pula untuk mengawasi jalannya peraturan perundang-undangan tersebut.
Lalu, sebagai antitesis dari Sistem Parlemen maka Tan Malaka menjelaskan mengenai Sistem Soviet di mana dalam sistem ini memusatkan penolakan terhadap kepemilikan modal. Kepemilikan modal dianggap merupakan cikal bakal kapitalisme dan bertentangan dengan paham komunisme.
Dalam menjalankan sistem soviet maka Tan Malaka menuturkan bahwa akan ada 3 tingkatan yang harus dilalui yaitu:
1. Komunisme masih berdiri dalam sistem kapitalisme;
2. Melangkah ke arah zaman komunisme dan membantah sifat-sifat kemodalan;
ADVERTISEMENT
3. Zaman komunisme di mana setiap orang bekerja sekuatnya dan mendapat hasil secukupnya
Dalam sebuah negara pasti ada kota dan terdapat desa di bawah kota. Sistem Soviet membagi fokus kota. Ada kota yang dimaksudkan menjadi pusat pabrik dan dikuasai oleh buruh dan ada kota yang membawahi desa yang dimaksudkan sebagai pusat pertanian dan dikuasai oleh tani. Masing-masing desa harus memiliki wakil untuk hadir ke kongres di kota dan mengadakan pembicaraan dengan perwakilan desa lain ataupun perwakilan buruh kota.

Aksi Massa

Pemikiran Tan Malaka selanjutnya yang akan kita bahas adalah yang termaktub dalam buku Aksi Massa. Buku ini ditulis dalam keadaan serba dadakan dan dicetak di Singapura. Buku ini dimaksudkan sebagai argumen penolakan terhadap rencana pemberontakan PKI pada tahun 1926 sekaligus sebagai panduan menjalankan revolusi bagi bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada akhir 1925, sekelompok pimpinan PKI mengadakan kongres di Prambanan dan sepakat untuk mengadakan perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda. Tan Malaka yang sedang berada di Filipina mengetahui rencana PKI ini dan dengan tegas menolak pemberontakan karena menilai bahwa rakyat Indonesia belumlah revolusioner sehingga pemberontakan ini akan menjadi sia-sia belaka.
Pemikiran Tan Malaka dalam buku ini dipengaruhi oleh teori revolusi proletarnya Karl Marx. Tan Malaka menggambarkan bahwa jika terjadi revolusi di Indonesia maka kaum buruh tidak akan berperan banyak dikarenakan secara kualitas dan kuantitas masih terbilang terlalu lemah. Tan Malaka juga mengkritik sejarah perlawanan bangsa Indonesia yang dianggap sporadis dan terlalu reaksioner seperti Perang Diponegoro.
Tan Malaka memberikan panduan lengkap bagaimana menjalankan revolusi di Indonesia yaitu dengan memperkuat jiwa revolusioner rakyat yang dimotori oleh kaum buruh serta menyingkirkan penggangu revolusi yang ia sebut “putch” yang bergerak atas dasar reaksioner dan cenderung gegabah.
ADVERTISEMENT

Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika)

Karya terakhir yang akan kita bahas adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) yang bisa dibilang adalah karya terbesar dari Tan Malaka. Buku ini ditulis ketika Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942. Tan Malaka menulis buku ini di sebuah pemondokan di daerah Cililitan, Jakarta. Kurang lebih ia membutuhkan waktu 9 bulan untuk menyelesaikan buku ini.
Tan Malaka berfokus menyampaikan kritik dan menawarkan kerangka berpikir yang modern kepada bangsa Indonesia agar bisa lepas dari jeratan keterbelakangan intelektual. Tan Malaka menjelaskan tiga poin penting kerangka berpikir yaitu logika materialisme, logika dialektika, dan logika.
Logika materialisme memusatkan pemikiran kepada hal atau fenomena yang nyata secara materi atau dengan kata lain bukan mitos. Dalam hal ini Tan Malaka mengajak bangsa Indonesia untuk lepas dari kepercayaan akan takhayul dan hal-hal mistis yang secara rasionalitas tidak dapat dibuktikan.
ADVERTISEMENT
Logika dialektika adalah cara berpikir yang dialektis atau timbal balik dengan melihat dari berbagai perspektif. Cara berpikir ini diperkenalkan oleh filsuf Yunani kuno, Socrates. Dialektika selalu dimulai dengan dialog yang berupa pertanyaan dan terus berulang hingga akhirnya menemukan kebenaran.
Logika adalah pelengkap materialisme dan dialektika dimana rasionalitas menjadi hal utama dan paling penting dalam berpikir. Logika akan melahirkan pemikiran yang pasti dan tidak utopis. Oleh karena itu logika rasional akan menjadi kunci untuk meninggalkan cara berpikir kuno bangsa Indonesia.

Karya dan Pemikiran Lainnya

Selain ke-4 buku yang sudah dijelaskan di atas sebenarnya masih banyak pemikiran Tan Malaka yang tertulis maupun tidak tertulis seperti gagasannya mengenai kerja sama antara komunisme dengan pan-islamisme yang ia sampaikan dalam pidatonya saat Kongres Komintern (Komunis Internasional) di Moscow pada 1922 yang mendapat respon luar biasa dari para peserta kongres.
ADVERTISEMENT
Ada juga beberapa buku lain seperti autobiografinya berjudul Dari Penjara ke Penjara, buku Gerpolek (Gerilya, Politik, Ekonomi), dan kumpulan tulisannya di media massa di berbagai negara seperti De Tribune (Belanda), The Dawn (China), hingga El Debate (Filipina).
Gagasan dan pemikiran Tan Malaka adalah tonggak awal berkembangnya intelektualitas di Indonesia. Tan Malaka dapat dan sah jika disebut sebagai filsuf dari Indonesia. Ia adalah Tan Malaka. Bapak Republik yang terlupakan.