LCEV Jadi Jurus Pemerintah Turunkan 29 Persen CO2 di 2030

11 April 2017 10:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pengunjung IIMS 2016 (Foto: Dyandra Promosindo)
Indonesia harus segera menyetarakan standar baku untuk kendaraan ramah lingkungan tren dunia. Program Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) atau yang lebih dikenal dengan low cost green car (LCGC) yang bergulir pada 2013 dirasa belum cukup.
ADVERTISEMENT
Regulasi baru yang cakupannya lebih luas dirasa perlu untuk mengejar target penurunan CO2 sebesar 29 persen pada 2030 sebagaimana hasil dari Konferensi Perubahan Iklim Paris 2015 (COP21). Penggunaan mobil irit BBM dan rendah emisi karbo jadi salah satu cara untuk menurukan emisi udara dari kendaraan bermotor.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013 hadir sebagai cikal bakal lahirnya kendaraan KBH2 seperti Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Honda Satya, Suzuki Karimun, dan Datsun Go. Di situ, mobil harus memenuhi standar konsumsi BBM paling sedikit 20 km per liter dengan kapasitas mesin 980-1.200 untuk mesin bensin dan Diesel 1.500 cc.
Skema KBH2 yang sebelumnya cuma ada pada mobil 1,2 liter ke bawah itu perlu diperluas untuk mendorong mobil-mobil yang diniagakan di Indonesia lebih ramah lingkungan. Regulasi dengan nama Low carbon emission vehicle (LCEV) siap menjadi formulasi pemerintah.
ADVERTISEMENT
New Daihatsu Ayla 1.2L. (Foto: Gesit Prayogi/kumparan)
"Setelah KBH2 yang hanya mengatur mobil dengan mesin 1,2 liter, (LCEV mencakup) kendaraan di atas 1,2 liter seperti MPV, SUV, dan sedan juga mempunyai skema KBH2. Misalnya kalau dia memenuhi konten lokal dan emisi karbon tertentu akan diberikan insentif agar industrinya akan tumbuh," kata Dirjen Industri Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan saat dihubungi kumparan (kumparan.com) beberapa waktu lalu.
Selain kendaraan penumpang, Kemenperin juga akan menyiapkan aturan yang sama untuk kendaraan niaga. Di mana, koridornya akan dibuat berbeda namun ujungnya harus berkontribusi dalam menekan emisi udara.
"Kami punya dua koridor, (pertama) untuk kendaraan kecil harga terjangkau (KBH2) dan satu lagi kendaraan penumpang yang lebih besar. Kalau untuk kendaran komersial skemanya beda lagi, nanti (didorong) berbasis BBG dan mungkin sumber yang terbarukan lainnya," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Hybrid dan listrik
Selain mencakup mobil bermesin pembakaran internal (combustion engine) LCEV juga akan memayungi aturan soal kendaraan hybrid dan listrik.
Soal hybrid, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan skema khusus untuk mobil berteknologi tersebut. Tarif bea masuk dan PPnBM sedang dievaluasi untuk mendorong pasar mobil hybrid dalam negeri.
Sportscar hybrid BMW i8 (Foto: Gesit Prayogi/kumparan.com)
"Hybrid sedang kami evaluasi bea masuk dan sebagainya termasuk PPnBM, (untuk infrastruktur) kita kan ada proyek 35 ribu megawatt dan itu bisa sejalan. Lagipula hybrid sekarang lebih sederhana dan bisa di-charge di mana saja," kata Airlangga saat ditemui seusai perayaan produksi 5 juta unit mobil Daihatsu dan peresmian pusat R&D di Kawasan Industri Suryaciptra, Karawang Timur, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Bila resmi diterbitkan, aturan LCEV nampaknya akan mirip dengan kebijakan pemerintah Malaysia dengan Energy Energy Efficient Vehicles (EEV).
EEV sendiri memberikan standar baku kendaraan-kendaraan berdasarkan emisi karbon (g/km) dan konsumsi bahan bakar (l/100 km) dengan jumlah tertentu. Mobil yang termasuk dalam program ini adalah mobil irit BBM, hybrid, mobil listrik, dan mobil dengan bahan bakar alternatif; CNG, LPG, biodiesel, ethanol, dan hidrogen.
Sekadar informasi, penjualan mobil yang masuk dalam program EEV sudah mencapai 42,8 persen pada tahun lalu dan Malaysia menargetkan 100 persen pada 2025.
Berikut aturan teknis mobil EEV di Malaysia:
ADVERTISEMENT