Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kelapa Sawit, Aset Strategis, atau Ancaman Deforestasi?
1 Januari 2025 11:40 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ghevira Faradilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kelapa sawit selalu menjadi topik hangat di Indonesia. Di satu sisi, tanaman ini adalah sumber penghasilan besar bagi negara, terutama lewat ekspor minyak kelapa sawit. Di sisi lain, banyak pihak yang khawatir soal dampaknya terhadap lingkungan, terutama isu deforestasi. Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kita tidak perlu takut soal ancaman deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit. Menurut beliau, kelapa sawit adalah aset strategis yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, apa benar memperluas perkebunan kelapa sawit tidak akan membahayakan lingkungan? Atau, apakah kita bisa mengelolanya dengan cara yang lebih berkelanjutan tanpa merugikan alam? Mari kita bahas lebih lanjut menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan penelitian lainnya.
Kelapa Sawit dalam Perekonomian
Kelapa sawit menyumbang signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Data BPS menunjukkan produksi kelapa sawit pada 2023 mencapai 47,084 ribu ton, dengan provinsi Riau sebagai penghasil terbesar (19.59%), diikuti oleh Kalimantan Tengah (17.98%) dan Kalimantan Barat (11.05%). Keberadaan perkebunan kelapa sawit terbukti menjadi penopang utama ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong ekspor.
India, misalnya, menyerap 86.71% dari volume ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia pada 2023 . Ketergantungan negara-negara seperti India pada CPO menunjukkan posisi strategis kelapa sawit dalam perdagangan global.
Hal ini didukung oleh kemampuan Indonesia menghasilkan berbagai jenis produk kelapa sawit, seperti Crude Palm Oil (13.06%) dan Other Palm Oil (81.83%). Namun, bagaimana dengan dampak lingkungan?
ADVERTISEMENT
Deforestasi dan Isu Keberlanjutan
Meski menjadi penghasil devisa, ekspansi kelapa sawit telah lama dikaitkan dengan deforestasi. Menurut TAFOA (2024), perkebunan kelapa sawit menyebabkan hilangnya tutupan hutan hingga 40 juta hektar, di mana 30% adalah lahan gambut. Dampaknya meliputi emisi karbon yang meningkat, hilangnya keanekaragaman hayati, dan risiko banjir. Sebagai contoh, Kalimantan dan Sumatra menjadi wilayah yang paling terdampak, mengingat sebagian besar perkebunan sawit berada di sana.
Kebijakan peningkatan kadar biodiesel dari B20 hingga B50 memerlukan tambahan lahan produktif. Implementasi B30 hingga B50, misalnya, akan memerlukan peningkatan produksi CPO sebesar 48% hingga 76%, berpotensi memicu pembukaan lahan baru. Hal ini tentu bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 30% pada 2030, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Nationally Determined Contributions (NDC).
ADVERTISEMENT
Solusi: Intensifikasi dan Teknologi
Ekspansi kelapa sawit tidak harus menjadi ancaman. Intensifikasi produksi di lahan eksisting dapat menjadi solusi. Penggunaan benih unggul dan teknologi modern dapat meningkatkan produktivitas tanpa menambah luas lahan. Selain itu, replanting atau peremajaan kebun tua dapat meningkatkan hasil panen hingga dua kali lipat. Praktik ini tidak hanya menjaga produktivitas tetapi juga menekan emisi karbon dari konversi lahan baru.
TAFOA (2024) juga merekomendasikan kolaborasi antar sektor untuk memastikan keberlanjutan. Pemerintah, akademisi, dan pelaku industri harus bekerja sama dalam menerapkan praktik agrikultur ramah lingkungan. Sertifikasi keberlanjutan seperti RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) juga harus diperketat. Hal ini bertujuan agar produk kelapa sawit Indonesia tetap kompetitif di pasar global, terutama di tengah kritik dari Uni Eropa yang membatasi impor minyak sawit.
ADVERTISEMENT
Pentingnya penerapan teknologi juga tidak bisa diabaikan. Misalnya, penerapan drone untuk pemantauan lahan, sistem irigasi yang efisien, dan penggunaan data berbasis satelit dapat membantu pengelolaan perkebunan lebih efektif. Selain itu, pemerintah dapat mendukung petani kecil melalui program pelatihan teknologi dan pemberian akses terhadap bibit unggul.
Perspektif Sosial dan Ekonomi
Ekspansi kelapa sawit juga berdampak pada aspek sosial. Konflik lahan antara perusahaan besar dan masyarakat adat sering kali terjadi. Hak kepemilikan lahan yang tidak jelas dan kurangnya penegakan hukum memperburuk situasi ini. Di sisi lain, sektor kelapa sawit juga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan rakyat Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung.
Secara ekonomi, pengelolaan kelapa sawit yang efisien dapat meningkatkan pendapatan negara. Dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada dan mengoptimalkan produktivitas, Indonesia dapat memperkuat posisi sebagai eksportir utama minyak sawit. Namun, stabilitas harga minyak sawit di pasar internasional juga harus dijaga, mengingat volatilitas harga dapat berdampak pada pendapatan petani kecil.
ADVERTISEMENT
Menjaga Keseimbangan
Indonesia berada di persimpangan antara ekonomi dan lingkungan. Kelapa sawit adalah aset strategis, tetapi eksploitasi berlebihan dapat merugikan dalam jangka panjang. Dengan memprioritaskan intensifikasi, kebijakan berbasis data, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat memanfaatkan potensi kelapa sawit tanpa mengorbankan keberlanjutan.
Selain itu, langkah-langkah mitigasi, seperti penggunaan lahan bekas tambang untuk perkebunan sawit atau insentif untuk perusahaan yang mengadopsi standar keberlanjutan, dapat menjadi solusi. Pemerintah juga harus mendorong diversifikasi energi terbarukan, sehingga ketergantungan terhadap biodiesel dari kelapa sawit dapat berkurang.
Pernyataan Presiden Prabowo untuk memperluas kebun kelapa sawit perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Data menunjukkan bahwa kebijakan yang tidak hati-hati dapat mengancam komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, solusi yang seimbang dan berbasis keberlanjutan harus menjadi prioritas. Kelapa sawit memang aset strategis, tetapi hanya jika dikelola dengan bijak.
ADVERTISEMENT