Konten dari Pengguna

Toxic Positivity: Sisi Lain dari Konsep Manusia si Paling Positif

Ghifar Hawary
Pemerhati Kebijakan Publik Politeknik STIA LAN Bandung
11 Agustus 2023 8:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ghifar Hawary tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
Berpikir positif dapat membuat seseorang fokus pada hal-hal baik. Tak jarang pula pikiran positif membuat hidup menjadi lebih tenang. Namun, berpikir positif tidak serta-merta membuat kita boleh mengabaikan emosi lainnya.
ADVERTISEMENT
Kita mungkin sering mendengar tentang istilah toxic relationship dan toxic friends. Lalu, bagaimana dengan toxic positivity? Bagaimana sebuah sifat positif dapat menjadi sebuah toxic yang justru berdampak sebaliknya?
Dalam sebuah proses kehidupan, ada kalanya manusia mengalami masa-masa berat, terutama ketika memasuki usia-usia quarter life crisis. Seseorang mungkin dapat berubah menjadi sangat sensitif terhadap hal-hal sepele mulai dari ucapan teman, atau dari postingan instagram.
Toxic positivity adalah suatu obsesi untuk selalu memiliki pikiran positif dan mengesampingkan emosi negatif, seperti sedih, kecewa, dan takut, walaupun dalam keadaan buruk.
Seseorang yang terjebak di dalam toxic positivity akan memiliki pemikiran bahwa berpikir positif hanyalah satu-satunya solusi untuk mengatasi semua masalah yang ada. Perilaku tersebut bisa dipengaruhi oleh pemikiran sendiri ataupun tekanan dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Contoh pemikiran yang dapat berlanjut menjadi toxic positivity misalnya, menuntut diri sendiri untuk terus mendapatkan pencapaian baru tanpa memikirkan kesulitan yang mungkin akan dihadapi.
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Contoh lain, misalnya menanamkan pikiran “lihat sisi positifnya” ke diri sendiri setiap mengalami keadaan buruk, menasehati seseorang yang baru saja kehilangan orang terkasihnya bahwa segala hal yang terjadi memiliki alasan tertentu, atau membandingkan keadaan buruk seseorang dengan keadaan diri sendiri yang dianggap lebih buruk.
Kamu mungkin penasaran bagaimana caranya mengetahui tanda-tanda seseorang mulai memiliki kecenderungan toxic positivity. Pada umumnya perilaku tersebut muncul dari ucapan-ucapan orang yang niatnya memotivasi, tetapi rupanya justru terdengar merendahkan atau berdampak buruk bagi orang lain.
Berikut ciri-ciri seseorang yang toxic positivity. Pertama, Dia tidak jujur dengan perasaan sendiri. Terkadang niat kita memang baik, untuk memunculkan sisi positif dari dalam diri di hadapan banyak orang supaya orang lain terpengaruh menjadi positif juga. Namun jika seseorang memporsi diri untuk terlihat positif hingga tidak mengizinkan emosi keluar, maka itu bukanlah hal yang baik.
ADVERTISEMENT
Kedua, Menghindari masalah. Untuk menekan perasaan-perasaan negatif muncul orang yang memiliki kecenderungan toxic positivity akan memilih menghindari permasalahan dan bukannya mencari solusi. Hal ini juga tidak bagus, sebab dalam hidup kita pasti akan menemui permasalahan yang serupa dan semakin sering menghindarinya hanya akan membuat kita menghadapi masalah yang jauh lebih besar.
Ketiga, Motivasi yang cenderung menghakimi. Memberikan sebuah motivasi seharusnya dapat membantu seseorang menjadi bangkit lagi dari keterpurukan, atau bahkan menemukan solusi dari masalah. Bukan justru membuat orang lain merasa terbebani.
Salah satu contoh kalimat yang sering diucapkan, seperti:
Ilustrasi. Foto: aslysun/Shuttterstock
Keempat, Membandingkan diri dengan orang lain. Terkadang seseorang tanpa sadar menggunakan perbandingan supaya dirinya atau lawan bicaranya tampak lebih baik sedikit dari yang lain.
ADVERTISEMENT
Namun, kondisi ini tampaknya tidak tepat jika diterapkan sebagai kata-kata untuk memotivasi seseorang. Sebab, akan membuat orang yang meminta pendapat menjadi tampak menyedihkan karena terlalu mudah menyerah dan tidak sepositif dia.
Terkadang kita tidak menyadari bahwa diri sendiri berucap sesuatu yang dapat menyakiti orang lain, bahkan tidak sadar bahwa hal tersebut termasuk bagian dari toxic. Akan tetapi itu bukan berarti sifat toxic ini tidak dapat dihindari. Berikut ini beberapa cara biar kita senantiasa terbebas dari sifat toxic.

1. Cobalah Mengelola Emosi

Emosi negatif yang sedang dirasakan bukanlah hal yang perlu disimpan atau disangkal. Perasaan dan emosi, baik yang negatif maupun positif, merupakan hal yang normal dirasakan oleh seseorang.
Untuk itu, kita boleh mengungkapkan perasaan kita agar tidak menjadi toxic positivity. Cobalah bercerita dan ungkapkan keluh kesah kepada seseorang yang dipercaya dan bisa memahami perasaan. Bila merasa tidak nyaman, kita bisa menuliskannya dalam buku harian.
ADVERTISEMENT

2. Berusaha Memahami, Bukan Menghakimi

Perasaan negatif yang dirasakan bisa muncul karena berbagai pencetus, mulai dari stres karena pekerjaan, masalah keluarga atau finansial, hingga gejala gangguan mental tertentu, seperti gangguan mood. Oleh karena itu, cobalah untuk memahami perasaan tersebut dan temukan cara yang tepat untuk melepaskannya.
Ketika teman sedang berkeluh-kesah dan meluapkan emosi yang sedang dirasakan, kita bisa mendengarkannya sebaik mungkin tanpa menghakimi. Kita juga perlu menghindari perilaku membandingkan keadaan teman dengan keadaan diri sendiri yang dianggap lebih buruk.

3. Gunakan Media Sosial dengan Bijak

Media sosial yang digunakan secara tidak bijak dapat memicu seseorang terjebak dalam toxic positivity. Penggunaan media sosial yang kurang bijak dan berlebihan membuat seseorang cenderung ingin selalu terlihat sempurna dan positif di mata orang lain.
ADVERTISEMENT
Alih-alih bermain media sosial secara berlebihan, kita bisa memanfaatkan waktu luang dengan berkumpul bersama teman, melakukan hobi, dan kegiatan positif lainnya.

4. Berdamai dengan Diri Sendiri

Jika dirasa perlu meluapkan kesedihan, luapkan saja. Dengan begitu hati menjadi lebih tenang dan akan membantu kita menerima kenyataan yang sebenarnya. Wajar jika kita terkadang sedih, memaafkan diri ketika melakukan kesalahan dan jangan pernah selalu menyalahkan diri sendiri.
Dengan berdamai pada diri sendiri, hati akan jauh lebih ringan, dan kita akan mudah berdamai juga dengan orang lain dan terhindar dari toxic positivity.