news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kekerasan pada Anak, Mengapa Masih Saja Terjadi?

Gideon Budiyanto
Sarjana Teologia (S.Th.) di bidang pastoral/konseling. Profesi : Karyawan Swasta dan Penulis. Anggota Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Tangerang Selatan dan ISP NULIS
Konten dari Pengguna
24 Mei 2021 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gideon Budiyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by Gerd Altmann from Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Image by Gerd Altmann from Pixabay.
ADVERTISEMENT
Miris rasanya ketika membaca berita di detikcom (24/05/21) tentang pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ayah di Kudus kepada anak gadisnya yang baru berusia 17 tahun karena menolak diajak berhubungan badan. Lebih tragisnya lagi ternyata si ayah tersebut sudah dua kali berhubungan badan dengan anaknya itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari sebelumnya publik juga dikejutkan oleh peristiwa penganiayaan oleh seorang ayah kepada anak perempuannya yang baru berusia lima tahun di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Peristiwa penganiayaan ini direkam oleh pelaku dan dikirim ke mantan istrinya yang bekerja sebagai TKW hanya karena rasa cemburu (Detikcom, 21/05/2021).
Tentu saja, kedua peristiwa penganiayaan anak tersebut bukanlah pertama kali terjadi. Sudah begitu banyak kasus penganiayaan anak dijumpai di negeri ini. Bahkan di tahun 1984, kasus penganiayaan hingga meninggal seorang anak yang bernama Arie Hanggara oleh ayah dan ibu tirinya sangat luar biasa menjadi atensi publik.
Pertanyaannya sekarang adalah mengapa kasus ini begitu sering berulang? Di mana salahnya dan apa yang harus diperbaiki sehingga hal ini tidak perlu terjadi lagi.
ADVERTISEMENT

Keluarga Sehat, Negara Kuat

Setiap orang tua biasanya mendambakan kehadiran seorang anak di dalam rumah tangga mereka. Seorang anak bisa memberikan kebahagiaan khusus di tengah keluarga dan juga bagi sebagian orang belum lengkap rasanya sebuah keluarga apabila belum dikaruniai seorang anak.
Kita juga punya pandangan bahwa anak adalah titipan Tuhan untuk dijaga, diberikan kehidupan dan pendidikan yang layak sehingga kelak sang anak bisa menjadi kebanggaan orang tuanya dan memberikan dampak positif buat kehidupan bangsa dan negara.
Memang, idealnya adalah seperti di atas namun ternyata ada banyak ketidakidealan yang terjadi dalam kehidupan ini.
Setiap orang tua adalah juga produk sebuah keluarga. Dan jikalau bersentuhan dengan keluarga tentunya tidak lepas dari nilai-nilai, kondisi sosial dan ekonomi di dalam keluarga tersebut yang nanti kelak akan membentuk kepribadian si orang tua.
ADVERTISEMENT
Banyak sekali peristiwa masa lalu yang membekas dan bisa menghasilkan trauma bagi si orang tua kelak. Trauma-trauma seperti ini jika tidak segera dibereskan akan berdampak negatif pada generasi berikutnya.
Ada orang tua yang gemar memukul anak karena dulunya memang sering dipukul oleh orang tuanya. Ada juga orang tua yang gemar berkata kasar karena di keluarganya dulu sering mendengar bahkan dikasari secara verbal oleh orang tuanya.
Setiap orang tua seharusnya sadar bahwa ketika mereka memutuskan untuk menikah dan memiliki anak, ada tanggung jawab besar yang mengikutinya. Menikah bukan untuk bersenang-senang supaya halal atau memiliki anak hanya sebagai status sosial belaka.
Oleh sebab itu, sebelum memutuskan menikah, ada baiknya pasangan mengikuti sesi konseling atau pembinaan terlebih dahulu supaya bisa mengerti dan memahami tanggung jawab serta konsekuensinya ketika menikah kelak.
ADVERTISEMENT
Begitu juga mengenai bimbingan ketika nanti dikaruniai anak, idealnya memang harus juga diberikan ketika konseling atau pembinaan sebelum menikah.
Keterbukaan tentunya sangat penting supaya dapat segera diberikan solusi terbaik sebagai jalan keluarnya.
Orang tua (atau calon orang tua) yang memiliki luka dan trauma masa lalu yang bisa mempengaruhi tindakan dan pikirannya saat ini apabila memang dibutuhkan bantuan tenaga professional untuk mengatasinya bisa segera mengunjungi ahli kejiwaan supaya dapat segera ditindak lanjuti.
Ingat, mengunjungi ahli kejiwaan bukan berarti harus ada indikasi kegilaan terlebih dahulu.
Memiliki keluarga ideal dengan anak-anak yang sehat, pintar dan kuat adalah dambaan setiap orang tua tapi itu semua hanyalah angan belaka jika tidak ada kemauan yang keras dari pihak orang tua untuk mengusahakannya.
ADVERTISEMENT
Mendidik anak berarti menanamkan benih yang baik untuk masa depan dan generasi berikutnya kelak.
Kalau kita menanam benih yang buruk tentu nanti kelak tuaian di depan pun akan buruk tapi kalau kita menanam benih yang baik, kebaikan jugalah nanti yang akan kita terima.
Saat ini memang sudah ada KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan payung hukum untuk melindungi kesejahteraan dan keselamatan anak-anak Indonesia tapi memang dari dalam keluarga inti seharusnya kesejahteraan dan keselamatan anak-anak diusahakan sebaik-baiknya.
Marilah kita semua membentuk keluarga yang sehat karena itu merupakan cerminan negara yang kuat.