Batu Bara, Iklim, dan Nasib Negara Indonesia

Gisella Silvia Aurora Yahya
I am undergraduate student, studying in International Relations at Parahyangan Catholic University
Konten dari Pengguna
1 Januari 2022 5:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gisella Silvia Aurora Yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, sumber : https://unsplash.com/s/photos/climate-change
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, sumber : https://unsplash.com/s/photos/climate-change
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan pada suhu bumi tidak hanya berpengaruh terhadap temperatur saja melainkan juga jumlah air dan kualitasnya, hutan dan ekosistemnya, lahan pertanian, dan ekosistem di wilayah pesisir. Hal tersebut menjadi faktor terjadinya fenomena perubahan iklim di dunia seperti gagal panen akibat kekeringan, hilangnya lapisan es di Arktik, fenomena es di kutub bumi yang mengakibatkan banjir akibat dari naiknya permukaan air, perubahan perilaku dan mental manusia karena perubahan cuaca yang ekstrem, dan hasil tangkapan ikan oleh nelayan yang menurun akibat cuaca yang tidak menentu. Meningkatnya suhu bumi dikarenakan adanya peningkatan pada emisi gas rumah kaca. Batu bara menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam peningkatan suhu bumi karena bahan bakar ini mengandung karbon yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk menangani hal tersebut, Konferensi Perubahan Iklim PBB 2021 membuat kesepakatan Pakta Iklim Glasgow yang merupakan perjanjian iklim pertama yang berencana untuk mengurangi penggunaan batu bara secara eksplisit. Pengurangan batu bara menjadi sangat penting karena jutaan orang yang berada di Bumi akan terpapar panas ekstrem jika suhu secara global naik lebih dari 1,5 derajat Celcius. Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia. Oleh karena itu, kesepakatan Pakta Iklim Glasgow untuk mengurangi penggunaan batu bara dalam upaya menanggulangi perubahan iklim akan merugikan Indonesia.
Data dari BP Statistical Review 2021 menunjukkan bahwa China menjadi produsen batu bara terbesar di dunia yang menduduki posisi pertama dengan jumlah produksi sebesar 3,9 miliar ton pada tahun 2020, posisi kedua diduduki oleh India dengan jumlah produksi mencapai 756,5 juta ton, Indonesia menduduki posisi ketiga dengan jumlah produksi sebesar 562,5 juta ton, dan Amerika Serikat berada pada posisi keempat dengan jumlah produksi tercatat sebesar 484,7 juta ton pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Industri pertambangan untuk mendapatkan batu bara tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian domestik dan pemasukan negara Indonesia dalam bentuk pajak, pungutan, sumbangan, lapangan pekerjaan, devisa ekspor, dan mendukung elektrifikasi dan ketahanan energi nasional. Lapangan pekerjaan yang ada tidak hanya dalam industri pertambangan batu bara itu sendiri, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan di industri jasa pendukung tambang seperti kontraktor dan penyedia jasa transportasi. Selain itu, program kerja untuk meningkatkan skill tenaga kerja agar kemampuan tenaga kerja untuk menjalankan operator alat berat dan staf pendukung operasional akan semakin berkembang yang akan mendorong pertumbuhan sektor industri lainnya.
Indonesia akan dirugikan bila melakukan pengurangan penggunaan batu bara. Hal ini dikarenakan bahwa Indonesia masih sangat bergantung dengan batu bara untuk kebutuhan listrik dalam negeri karena masih tergolong murah dan efisien walaupun menghasilkan karbon yang cukup tinggi. Menurut Ridwan Djamaluddin yang merupakan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, saat ini batu bara sebagian besar digunakan untuk pembangkit listrik dengan persentase sebesar 80%. Menteri Keuangan Sri Mulyani berpendapat mengenai pendanaan yaitu Indonesia akan membutuhkan dana hingga Rp5.131 triliun untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29% hingga tahun 2030, bahkan akan mencapai Rp6.734 triliun atau sebesar US$479 miliar jika menurunkan emisi karbon hingga sebesar 41%.
ADVERTISEMENT
Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi berpendapat apabila Indonesia mendapat dukungan pendanaan internasional yang memadai, maka Indonesia akan siap mengurangi emisi karbon sebesar 41% sampai 50%. Pemerintah Indonesia juga telah menegaskan bahwa apabila negara-negara kaya dapat memberikan pendanaan yang digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik dengan energi terbarukan, maka batu bara dalam penggunaannya akan diberhentikan lebih cepat.
Terdapat beberapa alternatif pengganti batu bara yang dapat diterapkan di Indonesia. Salah satunya adalah Refuse-Derived Fuel (RDF) yaitu sampah yang diolah menjadi energi terbarukan dengan metode biodrying. Sampah yang diolah tersebut dapat menggantikan peran batu bara sebagai bahan bakar hingga sebesar 3%. Menurut Benny Wendry yang merupakan Direktur Produksi SIG, selain sampah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, pengelolaan sampah tersebut juga berdampak pada pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan masyarakat menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan biomassa untuk mengurangi peran batubara juga dapat menjadi alternatif. Andriah Feby Misna yang merupakan Direktur Bioenergi mengatakan bahwa biomassa dalam pengembangannya untuk dapat lebih dioptimalkan berasal dari sampah dan dari tanaman energi. Biomassa yang memiliki potensi untuk listrik adalah kelapa sawit, jagung, singkong, sekam padi, karet, tebu, serta limbah ternak, dengan potensi yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia dapat mencapai 31.654 Mwe.
Batu bara memang menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar dalam meningkatkan suhu bumi. Oleh karena itu, dunia pun bertindak melalui aksi pengurangan batu bara dalam Pakta Iklim Glasgow. Akan tetapi, pengurangan batu bara tersebut menimbulkan kerugian bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut pandangan saya, Indonesia dirugikan karena besarnya peran batu bara dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia seperti kebutuhan listrik, perekonomian domestik, dan sebagai pemasukan negara. Oleh karena itu, saya mengajak teman-teman untuk dapat lebih berpartisipasi dalam mencari alternatif pengganti batu bara sebagai bahan bakar seperti mempelajari metode biodrying dan pemanfaatan biomassa.
ADVERTISEMENT