Politik Dua Kaki Turki ala Recep Tayyip Erdoğan dalam Perang Rusia - Ukraina

Grace Inka Putri
Saya merupakan seorang mahasiswa aktif jurusan hubungan internasional dari Universitas Lampung. Saya memiliki ketertarikan akan isu internasional seperti HAM, kesetaraan gender, dan perdamaian.
Konten dari Pengguna
13 September 2022 15:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Grace Inka Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Sanak sekalian, kita semua mungkin tidak asing dengan negara Turki yang kini lebih dikenal dengan wisata balon udaranya di daerah Cappadocia. Turki sendiri secara geografis terletak tepat di batas antara benua Asia dan Eropa. Oleh karena posisinya yang strategis, Turki menjadi incaran negara lain untuk bekerja sama. Selain itu, Turki juga dianggap menjadi salah satu negara yang maju dibandingkan negara–negara di sekitarnya. Sebelumnya, Turki mengajukan keinginannya untuk masuk ke dalam keanggotaan Uni Eropa. Namun, karena ketidakjelasan status membuat Turki kini lebih berfokus pada kawasan Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Perubahan pemilihan kawasan Turki ini turut mengubah haluan politiknya. Di kawasan Timur Tengah, Turki disambut baik oleh negara-negara Timur Tengah atas dasar kemiripan dimana sebagian besar penduduk Turki beragama Islam, serupa dengan negara-negara Timur Tengah lainnya. Turki juga menjadi lebih terbuka dengan negara Timur Tengah yang dapat dilihat dari penerimaan pengungsi asal Suriah dan tidak menutup gerbang masuk Turki. Posisi Turki dalam komunitas negara Islam juga semakin diakui dengan menunjukkan sikap vokalnya menyuarakan dan mengambil hati negara Islam dengan tujuan untuk membuka peluang pembuatan kerangka kerja sama dengan negara Islam.
Turki dikenal sebagai negara yang melakukan politik dua kaki. Hal ini diawali ketika Turki memperjuangkan hak–hak Palestina tetapi tetap mengakui kedaulatan Israel. Turki menyatakan bahwa negaranya akan membuka kedutaan di Jerusalem Timur untuk mempertegas kedaulatan Palestina terhadap wilayah Jerusalem. Namun, hal ini justru bertolakbelakang dengan sikap Turki dimana pada 28 Maret 1949 mengakui Israel sebagai negara yang berdaulat. Hal tersebut juga menjadikan Turki sebagai negara dengan mayoritas muslim pertama yang menjalin hubungan diplomatik secara penuh dengan Israel.
Sumber : Unsplash
Politik dua kaki ini terus dilakukan Turki dalam perang antara Rusia dan Ukraina. Turki menjelaskan posisinya dengan tidak memihak baik Rusia maupun Ukraina dan justru menawarkan diri sebagai mediator bagi kedua negara berkonflik tersebut. Turki sendiri merupakan negara anggota NATO yang memiliki hubungan baik dengan keduanya sehingga lebih memilih untuk mencari aman dengan mengambil tindakan yang tidak membahayakan hubungan bilateral, baik dengan Rusia maupun Ukraina. Sejak awal, Turki telah menyadari bahwa perang Rusia-Ukraina akan memberikan dampak buruk bagi Turki dalam berbagai sektor, terlebih Turki secara geografis berdekatan dengan Eropa yang hanya terpisahkan oleh Laut Hitam.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara Rusia dan Turki terus berkembang pasca bubarnya Uni Soviet pada 1991 dan tidak lagi menganggap Rusia sebagai negara ancaman. Di waktu yang berdekatan, hubungan antara Ukraina dan Turki juga membaik yang dimulai dengan pengakuan Ukraina sebagai negara berdaulat oleh Turki pada 1992. Ukraina juga menjadi pangsa pasar Turki dalam penjualan drone Bayraktar TB2, yang kini menjadi pesawat tanpa awak andalan Ukraina.
Jika dilihat dari segi ekonomi, neraca perdagangan Rusia–Turki mencapai $32.5 miliar pada 2021, sedangkan neraca perdagangan Ukraina–Turki mencapai $7.5 miliar di tahun yang sama. Dengan demikian, kedua negara ini menjadi negara yang berpengaruh terhadap Turki. Rusia dan Ukraina juga merupakan negara pemasok gandum bagi Turki untuk keperluan pembuatan bahan tepung hingga menjadikan Turki sebagai negara pengekspor utama tepung dunia.
ADVERTISEMENT
Di kala negara–negara lainnya memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia, Turki justru tidak memberikan sanksi tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengalaman besarnya kerugian yang harus ditanggung Turki dalam perdagangan dan pariwisata pasca pemberian sanksi oleh Rusia terhadap Turki pada tahun 2015. Guna meminimalisir kerugian yang dimungkinkan akan membebani Turki maka Turki dalam perang Rusia–Ukraina tidak memberikan sanksi apapun.
Sumber : Unsplash
Kedekatan antara Rusia dengan Turki dapat dikatakan sangat akrab. Turki bersama dengan Rusia menjalin komitmen kerja sama untuk mencari solusi bagi perpolitikan Suriah, yang dikenal dengan forum astana. Di bidang lain, Turki menandatangani kerja sama pembangunan proyek bersama Rusia seperti sistem rudal pertahanan udara S-400, pembangunan pipa gas Turkish Stream, dan lainnya. Posisi Rusia bagi Turki dapat dikatakan sebagai partner utama yang memberikan kemajuan negaranya. Meski proses jual dan beli senjata Turki dengan Rusia ditentang oleh Amerika Serikat, Turki tetap menjalankan pembelian S-400 dan berhubungan baik dengan Rusia.
ADVERTISEMENT
Atas dasar argumen di atas, maka jelas bahwa Turki sangat berhati-hati dalam hubungannya dengan dua negara yang sedang berkonflik ini. Kedua negara ini memberikan keuntungan terhadap Turki terutama dalam bidang ekonomi dan pariwisata. Wisatawan Turki sebagian besar berasal dari Rusia dan Ukraina. Kota terkenal di Turki, Belek, yang biasanya dipenuhi oleh turis asing menjadi sangat sepi sebagai dampak dari perang tersebut. Tanpa wisatawan dari kedua negara ini, perekonomian Turki akan menurun secara drastis. Ketergantungan ekonomi Turki dengan Rusia juga turut menjadi faktor utama sikap Turki yang tidak memberikan sanksi ekonomi seperti negara lainnya.
Untuk meminimalisir kerugian yang kini telah dirasakan maka Turki semakin gencar menawarkan diri sebagai mediator untuk menyelesaikan perang ini. Hal ini juga dapat dilihat sebagai strategi Erdogan yang akan menghadapi pemilihan presiden Turki 2023 dengan tetap menjaga perekonomian yang stabil. Hal ini dapat menjadi faktor kemenangan apabila Erdogan mampu memelihara kestabilan ekonomi Turki, sebaliknya dapat menjadi faktor kegagalan apabila Erdogan tidak mampu menjaga kestabilan ekonomi Turki dalam pemilu mendatang.
ADVERTISEMENT
Dalam prosesnya, Turki berhasil menjadi mediator dalam hal kesepakatan gandum Rusia dan Ukraina. PBB sendiri telah menyatakan dampak dari perang ini yakni terhambatnya ekspor dan distribusi gandum yang memengaruhi pangan global. Keberhasilan Turki sebagai mediator memberikan manfaat dimana Ukraina dapat melakukan ekspor ke berbagai negara melalui Laut Hitam atas dasar persetujuan Rusia dan pengawasan Turki. Turki berhasil menjadi pelopor dalam mencegah terjadinya kelaparan bagi masyarakat dunia.
Meski berhasil dalam isu pangan, Turki belum mampu memberikan keberhasilan mediasi di sektor lainnya karena alotnya keinginan dari kedua negara yang berkonflik. Turki menyatakan bahwa Ukraina masih merasa keberatan atas beberapa tuntutan Rusia, terutama dalam isu di Krimea. Turki dalam hal ini belum bisa menjadi mediator yang berhasil dalam konflik Rusia–Ukraina secara penuh.
ADVERTISEMENT
Tindakan Turki dalam konflik Rusia–Ukraina didorong oleh kepentingan nasionalnya yakni memelihara stabilitas hubungan dengan Rusia dan Ukraina guna mempertahankan perekonomian Turki agar tidak mengalami kolaps. Rusia menjadi partner kerja sama yang erat bagi Turki, sedangkan Ukraina merupakan pasar persenjataan bagi Turki. Politik dua kaki Turki ini juga menunjukkan ambisi Turki untuk menjadi kekuatan utama di regional dalam sektor ekonomi, militer, sosial, dan lainnya dengan memanfaatkan posisi strategis Turki sebagai penyambung antara Eropa dengan Asia.