Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Tokoh Sastra Indonesia : Taufiq Ismail
25 November 2020 11:51 WIB
Tulisan dari Grace Melody tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapakah Taufiq Ismail?
Taufiq Ismail merupakan salah satu penyair dan sastrawan Indonesia yang sangat dikenal karena karya puisinya. Beliau juga dianugerahi gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail dan Sitti Nur Muhammad Nur pada tanggal 25 Juni 1935, di Bukittinggi, Sumatra Barat. Tahun ini (2020), Taufiq Ismail menginjak usia 85 tahun. Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Beliau merupakan anak sulung dari tiga bersaudara, adiknya bernama Ida Ismail dan Rahmat Ismail. Pada tahun 1971, Taufiq menikahi tambatan hatinya, Esiyati Yatim, dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail.
ADVERTISEMENT
Taufiq Ismail juga pernah mendapatkan penghargaan-penghargaan yang bergengsi, seperti Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), dan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Beliau juga mendapat penghargaan doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2003.
Pendidikan dan Karir Taufiq Ismail.
Taufiq Taufiq menempuh pendidikan SD-nya di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Dia juga dikirim pernah mengikuti pertukaran pelajar di White Fish Bay High School, Milwakee, Amerika Serikat pada tahun 1957. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia, Bogor tahun 1957-1963 dan lulus dengan gelar dokter hewan. Tahun 1993, Taufiq belajar di Mesir pada Faculty of Language and Literature America University in Cairo.
ADVERTISEMENT
Semasa mahasiswa, Taufiq terlibat aktif dalam organisasi pelajar dan kemahasiswaan, yakni Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia tahun 1960—1961, kemudian menjadi Ketua II Dewan Mahasiswa, Universitas Indonesia di tahun 1961—1963.
Perjalanan karir Taufiq dimulai pada tahun 1962, ketika ia menjadi guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, di Bogor. Di tahun 1963—1965, Beliau aktif mengajarkan Bahasa Inggris di SMA Regina Pacis dan SKP Pamekar, Bogor. Selain itu, beliau juga pernah mengajar di IPB. Namun, akibat menandatangani Manifesto Kebudayaan, beliau gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat dari posisinya sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia kemudian mencoba melanjutkan karirnya dengan menulis di berbagai media, dan menjadi wartawan, dan menjadi salah seorang pendiri majalah yang khusus memuat karya sastra di Indonesia, Horison (1966). Beliau juga menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Taufiq Ismail dan Sastra.
Karya puisi yang Taufiq Ismail tulis seringkali menyinggung persoalan politik dalam negeri, kondisi social ekonomi, dan hal-hal lain yang terjadi di dalam negeri pada saat itu. Bisa dibilang, puisi Taufiq merupakan kritik sosial yang disampaikan dalam bentuk karya sastra. Secara umum, puisi Taufiq mengangkat tema politik dan keagamaan. Contoh puisi Taufiq yang membahas tentang politik yaitu Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998), dan Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini (1966). Banyak sekali puisi Taufiq yang dinyanyikan oleh Himpunan Musik Bimbo. Selain itu, beliau juga menulis lirik untuk mereka sebagai bentuk kerja sama. Menurutnya, kerja sama semacam ini sangatlah penting agar puisi dapat menjangkau peminat yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Taufiq juga sering sekali membaca puisi di depan umum. Menurut Taufiq, puisi baru terasa lengkap apabila setelah ditulis, puisi tersebut di baca di depan banyak orang. Beliau telah beberapa kali membaca puisi di berbagai festival dan acara sastra luar negeri, seperti di Australia, Amerika, Eropa, dan bahkan Afrika sejak tahun 1970. Pada April 1993, beliau membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan, di 3 tempat di Cape Town (1993). Pada Agustus 1994, Taufiq membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di Yunan, Tiongkok, bersama seorang penerjemah Mandarin, Chan Maw Yoh.