Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mencari Kesalahan dalam Lagu-lagu Payung Teduh
15 Januari 2018 16:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Grammar Nazi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Payung Teduh awal tahun ini mengeluarkan album terbarunya, 'Ruang Tunggu'. Album tersebut terdiri atas 9 lagu yang semuanya enak didengar. Namun, menurut penelusuran Grammar Nazi (yang lumayan nge-fans sama Payung Teduh), ada dua lagu di 'Ruang Tunggu' yang mengandung kesalahan dalam liriknya.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, Grammar Nazi paham akan adanya poetic license. Seniman berhak mengotak-atik bahasa demi mencapai tingkat keindahan tertentu. Sheila on 7, misalnya, berhak untuk memakai kata penghubung (“dan”) di awal kalimat. Kesalahan minor yang keliru dalam penggunaan “di” dan “pada”, misalnya, juga bisa dengan mudah kita tepikan atas dasar ini.
Namun, untuk urusan logika, rasanya kita tidak boleh abai begitu saja.
Kita harus sadar bahwa ada kesalahan dalam lirik 'Roman Picisan' dari Dewa 19. Dalam lagu itu disebutkan: “Tatap matamu bagai busur panah yang kau lepaskan ke jantung hatiku.”
Sementara, kita tahu yang wajar untuk dilepaskan adalah “anak panah”, bukan “busur panah”. Melepaskan busur panah itu namanya menimpuk. Atau jangan-jangan, maksudnya Ahmad Dhani memang busur panahnya yang dilepaskan sehingga menimpuk jantung hati si doi?
ADVERTISEMENT
Apapun itu, ternyata bukan hanya Dewa 19 yang luput dalam mengemas liriknya. Payung Teduh, dalam album 'Ruang Tunggu', juga melakukan kesalahan. Dua kesalahan itu ada di “Akad” dan “Mari Bercerita”.
Akad
“Namun bila hari ini adalah yang terakhir
Namun ku tetap bahagia. Selalu kusyukuri. Begitulah adanya.”
Kehidupan percintaan Grammar Nazi seringnya memang gersang. Jangankan diajak menikah, diajak pacaran saja jarang. Alhasil, saat mendengar Akad, Grammar Nazi tidak merasa meleleh sama sekali.
Grammar Nazi justru merasa terganggu dengan kata “namun” yang kebanyakan, dan tidak tepat guna. Dalam secuil lirik di atas, kata “namun” dinegasikan lagi oleh “namun” berikutnya, sehingga logikanya jadi membingungkan.
Baiknya, lirik tersebut diubah menjadi, “Namun, bila hari ini adalah yang terakhir, aku tetap bahagia.....”
ADVERTISEMENT
Mari Bercerita
“Mungkin tentang ikan paus di laut.”
Kesalahan kedua mungkin tidak sepenuhnya berkaitan dengan tata bahasa. Walaupun begitu, perlu dipahami bahwa ada penambahan kata yang keliru di bagian ini.
Paus memang hidup di air. Namun, tidak semua yang hidup di air adalah ikan.
Merujuk pada klasifikasi ilmiahnya, paus bukanlah ikan, melainkan mamalia. Keliru bila kita menyebutnya “ikan paus”. Dengan begitu, idealnya, lirik tersebut diganti menjadi: “Mungkin tentang paus di laut.”
Sejauh ini, baru dua kesalahan itu yang paling terasa bagi Grammar Nazi. Sedikit sekali, tentunya. Namun, bukan berarti tidak ada kesalahan lain. Kalau kamu menemukan kesalahan lain, silakan isi di kolom komentar ya!