Bisakah Pendidikan dan Sepak Bola Berjalan Bersama?

Gregorian Tambuk
Lulusan Politeknik Pos Indonesia Prodi D4 Logistik Bisnis Warehouseman at PT Enseval Putera Megatrading
Konten dari Pengguna
5 April 2023 17:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gregorian Tambuk tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hokky Caraka (depan) dalam laga Timnas U-20 Indonesia vs tuan rumah Uzbekistan dalam laga terakhir Grup A Piala Asia U-20 2023 di Stadion Istiqlol, Fergana, 7 Maret 2023. Foto: PSSI
zoom-in-whitePerbesar
Hokky Caraka (depan) dalam laga Timnas U-20 Indonesia vs tuan rumah Uzbekistan dalam laga terakhir Grup A Piala Asia U-20 2023 di Stadion Istiqlol, Fergana, 7 Maret 2023. Foto: PSSI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertanyaan ini terbesit dalam pikiran saya setelah membaca pernyataan dari pemain timnas Indonesia U-20 yakni Hokky Charaka di berbagai laman berita. Dia menuturkan bahwa dirinya sudah 3 tahun meninggalkan bangku sekolah demi mengikuti pusat pelatihan timnas U-20.
ADVERTISEMENT
Namun impian pemain kelahiran Gunung Kidul tersebut harus sirna karena FIFA memutuskan untuk membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia dan mencari negara alternatif untuk menjadi tuan rumah. Otomatis timnas Indonesia tidak bisa berpartisipasi dalam Piala Dunia.
Berkaca dari kasus ini saya menjadi berpikir, apakah pendidikan dan sepak bola bisa berjalan bersama?
Saya berkaca dari pemain-pemain top eropa seperti Kai Havertz, dan Kaoru Mitoma. Pemain-pemain tersebut bisa menjadi pemain hebat tanpa mengesampingkan pendidikan. Masih segar dalam ingatan saya ketika Kai Havertz memutuskan untuk absen memperkuat Leverkusen dalam pertandingan Liga Champions Eropa melawan Atletico Madrid pada tahun 2017 karena harus mengikuti ujian akhir di sekolahnya. Selain itu, ada juga pemain asal Jepang yakni Kaoru Mitoma yang malah melakukan penelitian mengenai dribbling untuk tugas akhirnya di Universitas Tsukuba, Jepang.
ADVERTISEMENT
Kedua pemain tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dan sepak bola bisa dilakukan bersama. Bahkan pendidikan bisa menjadi fondasi bagi pemain sepak bola. Pendidikan bisa membantu melatih pola pikir pemain agar lebih terstruktur, melatih pemain melakukan analisis untuk bisa mengambil keputusan dengan tepat, hingga melatih mental dalam menghadapi tekanan.
Hal seperti itu bisa didapatkan melalui jenjang pendidikan. Sepak bola modern lebih mengutamakan otak ketimbang otot. Saya sering menonton pertandingan besar dari tim-tim hebat seperti Manchester City dan Liverpool, dua tim elite Inggris tersebut menerapkan permainan cantik dan atraktif.
Saya melihat bahwa mereka mampu membuat sebuah pola menyerang dan bertahan dengan terstruktur. Saya meyakini bahwa untuk bisa menampilkan permainan seperti itu diperlukan kecerdasan dalam pengambilan keputusan dan melakukan analisis dengan baik, di mana hal tersebut bisa diperoleh dari pendidikan.
ADVERTISEMENT
Meskipun saya tahu dan mengerti bahwa Hokky Charaka tentunya sangat terpukul dan kecewa karena dampak dari batalnya Piala Dunia U-20. Namun untuk saat ini dia harus tegar menghadapi kenyataan. Saya mengakui bahwa Hokky Charaka adalah pemain potensial. Selama ditempa di program Garuda Select hingga di Piala Asia U-20 pemain berusia 18 tahun tersebut menunjukkan performa menjanjikan.
Saya rasa jika dia sementara kembali bersekolah untuk mengisi waktu luang diselingi dengan meningkatkan intensitas latihannya, dia akan menjadi pemain hebat di masa mendatang. Pendidikan dan sepakbola merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan kedua hal itu saling melengkapi di zaman sepak bola modern seperti sekarang ini.