Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Surplus Tenaga Kerja?
1 Oktober 2024 9:39 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Grup GRL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Surplus tenaga kerja adalah fenomena di mana jumlah pekerja yang tersedia melebihi permintaan tenaga kerja dalam suatu perekonomian. Kondisi ini sering terjadi di negara-negara berkembang dan terbelakang, di mana banyak tenaga kerja tidak memiliki akses ke pekerjaan formal, pendidikan, atau pelatihan yang memadai untuk meningkatkan keterampilan mereka. Dalam konteks sistem moneter fiat, surplus tenaga kerja sering kali memperburuk ketidakstabilan ekonomi dan memicu risiko kemiskinan sistemik, terutama bagi masyarakat yang paling rentan.
ADVERTISEMENT
Surplus Tenaga Kerja dan Sistem Fiat
Sistem fiat adalah sistem moneter di mana mata uang tidak didukung oleh komoditas fisik, seperti emas, melainkan oleh kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan bank sentral. Sistem ini memberikan fleksibilitas kepada bank sentral untuk mengatur jumlah uang yang beredar melalui kebijakan moneter seperti suku bunga dan pelonggaran kuantitatif. Meskipun sistem fiat memberikan banyak manfaat dalam hal stabilitas dan kontrol ekonomi, dampaknya terhadap ketidaksetaraan sosial dan surplus tenaga kerja sering kali tidak dapat diabaikan.
Salah satu dampak utama dari sistem fiat adalah inflasi, di mana harga barang dan jasa meningkat secara terus-menerus. Ketika inflasi terjadi, daya beli masyarakat menurun, dan biaya hidup meningkat. Hal ini paling merugikan masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk mereka yang berada dalam surplus tenaga kerja. Mereka tidak hanya kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, tetapi juga harus menghadapi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin sulit dijangkau.
ADVERTISEMENT
Surplus Tenaga Kerja: Penyebab dan Dampaknya
Surplus tenaga kerja sering terjadi karena beberapa faktor, seperti laju pertumbuhan populasi yang tinggi, ketidakseimbangan antara keterampilan tenaga kerja dan permintaan pasar, serta ketidakmampuan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup. Di banyak negara berkembang, sektor informal sering menjadi tempat penampungan bagi tenaga kerja surplus, di mana mereka terlibat dalam pekerjaan yang tidak teratur, berisiko tinggi, dan sering kali tidak menawarkan perlindungan sosial atau jaminan keamanan kerja.
Salah satu dampak utama dari surplus tenaga kerja adalah meningkatnya ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Ketika terlalu banyak orang bersaing untuk jumlah pekerjaan yang terbatas, upah cenderung menurun, menciptakan tekanan bagi pekerja untuk menerima kondisi kerja yang buruk. Ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan, di mana orang-orang yang sudah berada di garis kemiskinan semakin sulit untuk keluar dari situasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, surplus tenaga kerja juga mengakibatkan meningkatnya ketidaksetaraan sosial. Mereka yang memiliki keterampilan tinggi atau akses ke pendidikan dan pelatihan yang baik akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi, sementara mereka yang tidak memiliki keterampilan tersebut terjebak dalam pekerjaan berupah rendah atau pengangguran. Ketidaksetaraan ini sering kali diperburuk oleh kebijakan ekonomi yang lebih menguntungkan kelompok elit dan perusahaan besar, sementara masyarakat miskin dibiarkan bergulat dengan keterbatasan akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Sistem Fiat dan Ketidakstabilan Ekonomi
Sistem moneter fiat sering kali memperburuk ketidakstabilan ekonomi dan sosial, terutama ketika bank sentral mencetak uang untuk membiayai defisit pemerintah atau menanggulangi krisis ekonomi. Pada awalnya, kebijakan moneter ini mungkin terlihat sebagai solusi jangka pendek yang efektif, tetapi dalam jangka panjang, hal itu dapat menyebabkan inflasi yang tidak terkendali, merosotnya nilai mata uang, dan menurunnya daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di negara-negara yang mengalami hiperinflasi, seperti Venezuela dan Zimbabwe, nilai mata uang fiat mereka runtuh, membuat barang-barang kebutuhan pokok menjadi sangat mahal bagi masyarakat umum. Dalam situasi ini, kelompok yang paling terpukul adalah mereka yang bekerja di sektor informal dan upah rendah, yang tidak dapat mengikuti laju kenaikan harga. Inflasi yang tidak terkendali membuat upah mereka hampir tidak berarti, memperburuk kemiskinan dan menciptakan risiko kemiskinan sistemik.
Di bawah sistem fiat, negara-negara berkembang sering kali terjebak dalam lingkaran utang yang membuat mereka rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi global. Banyak negara ini mengandalkan pinjaman internasional untuk mendanai pembangunan ekonomi mereka, tetapi ketika mata uang mereka terdevaluasi atau inflasi meningkat, mereka kesulitan untuk membayar utang tersebut. Akibatnya, negara-negara ini dipaksa untuk menerapkan langkah-langkah penghematan yang sering kali berujung pada pengurangan belanja publik untuk sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
ADVERTISEMENT
Ketika pemerintah terpaksa mengurangi pengeluaran di sektor-sektor ini, masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok yang rentan, termasuk mereka yang berada dalam surplus tenaga kerja, menjadi yang paling terdampak. Akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan menjadi terbatas, sementara jaminan sosial yang sangat dibutuhkan untuk melindungi mereka dari kemiskinan sistemik sering kali hilang.
Risiko Kemiskinan Sistemik
Kemiskinan sistemik adalah kondisi di mana kelompok besar masyarakat secara sistematis terjebak dalam kemiskinan, tanpa jalan keluar yang jelas. Ini bukan hanya soal individu atau keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi juga menyangkut struktur ekonomi yang memperparah dan memperpetuasi kondisi tersebut. Dalam konteks sistem fiat, kemiskinan sistemik sering kali muncul sebagai akibat dari kebijakan ekonomi yang tidak adil, inflasi yang meroket, dan ketidaksetaraan yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Surplus tenaga kerja dan inflasi yang disebabkan oleh sistem fiat menciptakan situasi di mana kelompok berpenghasilan rendah tidak hanya kesulitan untuk menemukan pekerjaan, tetapi juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka karena harga barang terus naik. Sistem moneter fiat cenderung menciptakan ketidakpastian ekonomi yang lebih besar, terutama di negara-negara yang bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Ketika nilai mata uang jatuh, harga impor naik, dan kelompok berpenghasilan rendah menjadi yang paling terdampak.
Kemiskinan sistemik juga dipicu oleh kurangnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang memadai. Surplus tenaga kerja sering kali terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja modern, sehingga mereka terjebak dalam pekerjaan informal atau pengangguran. Tanpa akses ke pendidikan yang berkualitas, mereka tidak dapat meningkatkan keterampilan mereka atau bersaing dalam pasar kerja yang semakin kompetitif. Hal ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kebijakan moneter yang dikendalikan oleh bank sentral sering kali dirancang untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi jarang memperhitungkan dampaknya terhadap kelompok masyarakat yang paling rentan. Kebijakan suku bunga rendah, misalnya, mungkin membantu mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong inflasi, yang pada akhirnya merugikan kelompok berpenghasilan rendah.
Solusi untuk Mengatasi Surplus Tenaga Kerja dan Kemiskinan Sistemik
Untuk mengatasi surplus tenaga kerja dan kemiskinan sistemik yang diperburuk oleh sistem fiat, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Pemerintah perlu menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik melalui investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan pelatihan keterampilan. Selain itu, penting untuk memperkuat sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja, seperti sektor pertanian, manufaktur, dan jasa.
ADVERTISEMENT
Kebijakan moneter juga perlu lebih memperhatikan dampaknya terhadap ketidaksetaraan sosial. Dalam hal ini, reformasi terhadap sistem fiat mungkin diperlukan, termasuk memperkenalkan mata uang alternatif yang lebih stabil, seperti mata uang digital atau sistem berbasis komoditas, yang dapat memberikan perlindungan terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Selain itu, perlindungan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah harus diperkuat, termasuk memberikan akses yang lebih besar terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial. Program-program bantuan sosial yang ditargetkan, seperti subsidi makanan dan perumahan, juga dapat membantu mengurangi dampak negatif dari surplus tenaga kerja dan kemiskinan sistemik.
Penutup
Surplus tenaga kerja dan kemiskinan sistemik adalah dua masalah besar yang sering kali saling terkait dan diperparah oleh sistem moneter fiat. Meskipun sistem fiat memberikan fleksibilitas ekonomi bagi pemerintah, dampaknya terhadap kelompok berpenghasilan rendah dan ketidakstabilan ekonomi tidak dapat diabaikan. Dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada dalam surplus tenaga kerja dan berisiko terjebak dalam kemiskinan sistemik.
ADVERTISEMENT