Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
20 Ramadhan 1446 HKamis, 20 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Potensi Pariwisata Sejarah Situs Perang Dunia II di Bandung
31 Maret 2019 13:58 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Indra Sanada Sipayung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bagi kebanyakan orang, jika mendengar kata Perang Dunia II, maka hal yang sangat mungkin terbayang adalah pertempuran besar di hamparan Pantai Normandia di Prancis, atau di perbukitan bersalju Ardennes di Belgia, atau pulau kecil di Pasifik seperti penggambaran dalam film Band of Brothers, Saving Private Ryan, atau Flag of Our Fathers.
ADVERTISEMENT
Namun mungkin hanya segelintir orang membayangkan pertempuran Perang Dunia II di antara perkebunan teh di kaki Gunung Tangkuban Perahu, di utara Kota Bandung ini, atau pertempuran memperebutkan Lapangan Terbang Kalijati di Subang yang tidak begitu jauh di utara Kota Bandung.
Di tahun-tahun menjelang Perang Dunia II, Pemerintah Kolonial Belanda telah memilih Bandung sebagai Ibu Kota Hindia Belanda menggantikan Batavia. Dengan iklim dataran tinggi yang lebih sejuk dan kemungkinan untuk melakukan perencanaan kota yang lebih baik telah menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda mempersiapkan Bandung menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang baru.
Untuk itu, sejumlah persiapan telah dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda termasuk dengan membangun atau memindahkan sejumlah instansi pemerintahan, termasuk Kantor Pusat Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda, Kantor Pusat Pos, serta Kantor Departemen Perang dan Markas Besar Tentara Hindia Belanda (KNIL) ke Bandung.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di wilayah sekitar Kota Bandung, dibangun pula Kota Cimahi sebagai Markas Garnisun KNIL, Akademi Militer Hindia Belanda, pabrik amunisi, serta benteng-benteng pertahanan di perbukitan dan pegunungan di sekeliling Bandung guna memperkuat sektor pertahanan. Dengan persiapan-persiapan di atas, Kota Bandung menjadi salah satu kota di Hindia Belanda yang memiliki persentase jumlah penduduk golongan Eropa terbesar di tahun 1940.
Setelah serangan mendadak Jepang atas Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Habor, Hawaii, 7 Desember 1941, Pemerintah Hindia Belanda juga menyatakan dukungannya kepada negara Sekutu dan menyatakan perang kepada Jepang. Bagi Jepang, Hindia Belanda dengan sumber daya alamnya yang berlimpah sebagai bahan baku alat perang, tentu merupakan target penting yang harus direbut Jepang.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka mempertahankan diri dari kemungkinan serangan Jepang, negara-negara sekutu yang berkuasa di Asia Tenggara (Amerika di Filipina, British/Inggris di Malaya dan Singapura, Dutch/Belanda di Hindia Belanda, serta Australia) membentuk suatu komando militer bersama yang dinamakan ABDACOM (American, British, Dutch, and Australia Command).
Sebagai kota yang memiliki infrastruktur komunikasi dan transportasi yang sangat baik serta iklim sejuk, serta didukung oleh banyaknya instalasi militer, Bandung serta wilayah sekitarnya dipilih sebagai lokasi markas besar ABDACOM. Markas besar ABDACOM diposisikan di Lembang, utara Bandung, di sebuah hotel yang hingga hari ini masih beroperasi.
Pasukan KNIL yang memiliki tanggung jawab utama mempertahankan Hindia Belanda dari invasi Jepang, dan telah mendapatkan bantuan perkuatan dari pasukan Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Namun demikian, meskipun pasukan Sekutu di Hindia Belanda telah mempersiapkan diri sebaik mungkin, pasukan Jepang tetap berhasil mendarat di Pulau Jawa, dan akhirnya mengalahkan pasukan Sekutu yang mencoba mempertahankan kekuasaan Kolonial di Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Setelah pendaratan Jepang baik di Merak dan Eretan Wetan, terjadi sejumlah pertempuran antara Jepang dengan pasukan sekutu. Lokasi pendaratan Jepang, lokasi pertempuran-pertempuran, lokasi tempat perundingan, dan menyerahnya Hindia Belanda, serta lokasi camp penahanan tawanan perang dan warga sipil Sekutu setelah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang inilah yang seharusnya termasuk ke dalam situs-situs bersejarah Perang Dunia II di Pulau Jawa.
Beberapa lokasi tersebut antara lain: Pantai Merak dan Pantai Eretan Wetan; dua lokasi pendaratan Jepang di Pulau Jawa; Jembatan di Leuwiliang, sebelah Barat Bogor; lokasi pertempuran Pasukan Australia dari unit Black Force bersama unit artileri Angkatan Darat Amerika Serikat, yang berupaya menahan gerak maju pasukan Jepang dari Merak menuju Bogor dan kemudian Bandung.
ADVERTISEMENT
Situs bersejarah Perang Dunia II adalah Pangkalan Udara Kalijati di Subang. Pangkalan Udara Suryadarma di Kalijati Subang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Pangkalan Udara utama, Angkatan Udaranya di Bagian Barat Pulau Jawa. Fungsinya sebagai lokasi pangkalan utama pesawat tempur untuk mempertahankan Batavia dan Bandung.
Pada awal tahun 1942 menjelang invasi Jepang, Pangkalan Udara Kalijati dipertahankan oleh pasukan KNIL diperkuat oleh satuan anti serangan udara Inggris. Di Pangkalan Udara Kalijati juga terdapat sebuah rumah lokasi perundingan Pemerintah Hindia Belanda dengan Jepang.
Tidak begitu jauh dari lokasi Pangkalan Udara Kalijati, di sekitar kaki Gunung Tangkuban Perahu, terdapat serangkaian bekas benteng Belanda yang digunakan sewaktu pertempuran Ciater Defile, di mana Pasukan KNIL melakukan upaya terakhirnya untuk mempertahankan dataran tinggi Priangan dari gerakan maju pasukan Jepang. Pertempuran yang dimenangi Jepang tersebut merupakan pertempuran terakhir, sebelum akhirnya Hindia Belanda menyatakan menyerah kepada Jepang.
Lokasi lainnya yang juga seharusnya termasuk sebagai situs bersejarah Perang Dunia II di Kota Bandung dan sekitarnya adalah berbagai lokasi camp penahanan tawanan perang maupun warga sipil Sekutu. Tercatat terdapat 17 lokasi camp penahanan di kota Bandung, dengan yang terbesar adalah Camp Cihapit yang menahan belasan ribu warga sipil Sekutu. Selain itu, terdapat pula delapan camp penahanan di Cimahi dan satu unit camp lainnya di Cicalengka, keseluruhannya berada di wilayah Bandung Raya.
Selain di lokasi rumah perundingan dan penyerahan Hindia Belanda yang berada di lingkungan Pangkalan Udara Suryadarma, Kalijati, yang masih merupakan Pangkalan Udara aktif TNI AU, hampir tidak ada plakat atau monumen memperingati peristiwa bersejarah di lokasi-lokasi lainnya. Generasi penerus bangsa Indonesia terpaksa menggali sendiri informasi terkait berbagai peristiwa tersebut dari buku sejarah (yang pada umumnya berbahasa asing) untuk mengetahui peristiwa sejarah yang berlokasi di kampung halamannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Selain mempertahankan dan mengenalkan sejarah negaranya kepada Generasi Penerus, pengembangan Battlefield Tourism situs Perang Dunia II di wilayah sekitar Bandung juga sesuai dengan tren perkembangan yang telah terjadi sejak lama akhir Perang Dunia I tahun 1919 di Eropa, namun kelihatannya masih cukup asing di Indonesia.
Pada akhir Perang Dunia I, muncul gelombang wisatawan dari Inggris untuk mengunjungi Kota Ypres di Belgia dan sekitarnya. Di sana, antara tahun 1915-1918, terjadi beberapa pertempuran besar melibatkan pasukan Inggris dan menelan korban yang sangat banyak.
Para wisatawan tersebut ingin melihat langsung lokasi pertempuran di mana sanak saudaranya gugur, terluka atau hilang. Seiring zaman, pariwisata pertempuran ini semakin digemari. Bahkan untuk beberapa wilayah di Belgia, seperti Kota Ypres atau Kota Bastogne, Battlefield Tourism merupakan salah satu andalan utama pariwisata wilayah tersebut.
Di Asia Tenggara, Battlefield Tourism sebenarnya juga cukup populer. Kota Kanchanaburi di Thailand terdapat lokasi sebuah jembatan rel kereta api yang dibangun secara paksa oleh para tawanan perang Sekutu sangat terkenal dan menarik perhatian wisatawan. Penjara Changi di Singapura lokasi Kamp Tawanan Perang Sekutu oleh Jepang juga cukup banyak menarik kunjungan wisatawan, khususnya dari negara-negara Sekutu.
Cukup disayangkan, hingga saat ini, sektor pariwisata sejarah situs Perang Dunia II belum mendapatkan perhatian serius para pemangku kepentingan. Entah karena ingin melupakan masa lalu periode kolonial atau karena alasan lainnya. Padahal, Indonesia pada umumnya dan tidak hanya Bandung dan sekitarnya cukup potensial untuk mengembangkan sektor pariwisata ini.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya Pemerintah Indonesia juga mulai memikirkan pengembangan pariwisata sejarah ini. Selain untuk melestarikan cerita sejarah bangsa, sektor pariwisata ini juga potensial menarik arus kunjungan wisatawan asing dalam skala besar, terutama apabila bisa dikelola dengan baik.
Timnas Indonesia akan menghadapi Australia di Ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Laga yang digelar di Sydney Stadium, Kamis (20/3), sekaligus menjadi debut Patrick Kluivert sebagai pelatih Garuda. Mampukah Indonesia mencuri poin dari tuan rumah?