Konten dari Pengguna

Kabut Gunung Prau

Gusti Imam Nugroho
Gusti Imam Nugroho adalah Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI, dan sebagai Anggota Organisasi Internal/external Kampus di Universitas Indraprasta PGRI, Ia juga berprofesi sebagai Guru di salah satu sekolah di DKI Jakarta.
29 Juli 2023 22:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gusti Imam Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Pemandangan Gunung Prau//Sumber:Dok.Pribadi"
zoom-in-whitePerbesar
"Pemandangan Gunung Prau//Sumber:Dok.Pribadi"
Pendaki-pendaki itu telah lama menantikan momen ini. Mereka bersemangat untuk menaklukkan puncak Gunung Prau, gunung yang terkenal dengan pesona kabut awannya yang menakjubkan. Setiap langkah kaki mereka yang mendaki semakin tinggi, semakin kental kabut itu, menyelimuti sekeliling mereka dengan indahnya.
ADVERTISEMENT
Kisah mereka dimulai di kaki gunung, di sebuah desa kecil di lerengnya. Mereka berangkat bersama, membawa peralatan pendakian dan semangat yang tinggi. Ransel mereka dipenuhi dengan bekal makanan dan minuman, serta tenda untuk menginap di puncak gunung.
Perjalanan mereka tergolong panjang dan menantang. Medan gunung yang berbatu dan menanjak menyulitkan perjalanan mereka, tetapi semangat untuk mencapai puncak tidak pernah surut. Mereka berjalan dalam kelompok, mendukung satu sama lain agar tidak goyah dalam langkah.
"Pemandangan Awan Putih DiGunung Prau//Sumber:DOk.Pribadi"
Saat mereka mendaki lebih tinggi, suhu semakin dingin dan angin semakin kencang. Kabut mulai menyelinap di sekitar mereka, menyembunyikan pemandangan sekitar dan memberikan nuansa misteri. Namun, para pendaki merasa bahwa inilah pesona gunung Prau yang mereka idam-idamkan.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa jam perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya mencapai pos puncak. Di sana, mereka menyiapkan tenda untuk beristirahat dan menghangatkan diri dengan makanan yang mereka bawa. Mereka duduk berkelompok di sekitar api unggun sederhana yang mereka nyalakan untuk menghangatkan tubuh dan merasakan kehangatan persahabatan.
Ketika malam semakin larut, kabut semakin tebal dan mengelilingi mereka sepenuhnya. Mereka tidak bisa melihat apa pun di luar jangkauan cahaya api unggun. Namun, mereka merasa tenang dan damai dengan suasana itu. Suara angin yang berdesir dan gemericik api unggun memberi mereka ketenangan batin yang luar biasa.
Di tengah kabut tebal yang menyelimuti, mereka saling berbagi cerita dan tawa. Beberapa di antara mereka bercerita tentang pengalaman mendaki sebelumnya, sementara yang lain bercerita tentang mimpi dan tujuan mereka dalam hidup. Kabut membawa semacam magis yang menyatukan mereka menjadi satu, membentuk ikatan persaudaraan yang kuat.
"Penampakan Awan Ketika Menjelang Pagi Hari//Sumber:Dok.pribadi"
Keesokan paginya, kabut perlahan-lahan berangsur hilang ketika matahari mulai terbit.
"Penampakan Awan Ketika Sunrice//Sumber:Dok.Pribadi"
Pemandangan indah di sekitar mereka muncul perlahan, dan mereka semua terpesona oleh keindahan alam yang mereka saksikan.
"Pemandangan Awan Dipagi Hari//Sumber:Dok.Pribadi"
Dari puncak Gunung Prau, mereka bisa melihat gunung-gunung di sekitarnya yang juga tertutupi oleh kabut, menciptakan pemandangan seperti negeri awan.
ADVERTISEMENT
Mereka semua menikmati momen tersebut, merasakan betapa istimewanya berada di puncak gunung yang diliputi oleh kabut yang memesona. Mereka tahu bahwa momen ini tidak akan pernah terlupakan dan akan selalu membawa kenangan indah dalam perjalanan hidup mereka.
Setelah menghabiskan beberapa waktu di puncak, tiba saatnya bagi mereka untuk turun kembali. Dengan hati penuh bahagia dan kenangan yang tak terlupakan, mereka meninggalkan puncak Gunung Prau dengan keyakinan bahwa mereka akan kembali lagi untuk merasakan pesona kabut awan yang memikat itu.