Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tak Banyak Orang Tahu, Sering Kehausan Bisa Jadi Tanda Diabetes Insipidus
22 Februari 2023 10:18 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hady Anshory Tamhid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Haus berlebihan namun sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak merupakan salah satu gejala dari penyakit diabetes melitus. Namun, ternyata gejala haus berlebihan dan sering buang air kecil ini tidak hanya menjadi penanda diabetes melitus, tapi juga diabetes insipidus.
ADVERTISEMENT
Meski sama-sama bernama diabetes , nyatanya diabetes melitus dan diabetes insipidus merupakan dua kondisi yang berbeda dari segi penyebab ataupun pengobatannya.
Diabetes melitus tipe 1 ataupun tipe 2, terjadi karena tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin atau tidak bisa menggunakan insulin dengan efektif.
Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi, sehingga menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain jika tidak segera ditangani. Diabetes melitus berkaitan dengan faktor risiko seperti kelebihan berat badan, kurang aktivitas fisik serta riwayat keluarga.
Sedangkan diabetes insipidus merupakan kondisi di mana penderitanya selalu merasa kehausan dan sering buang air kecil karena produksi urine yang berlebihan dari tubuh. Akibatnya, aktivitas menjadi terganggu dan tidur malam menjadi tidak nyenyak karena harus ke kamar mandi untuk buang air kecil.
ADVERTISEMENT
Berbeda dari diabetes melitus yang berkaitan dengan kadar gula darah, diabetes insipidus disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan dalam tubuh. Oleh karena itu, diabetes insipidus juga tidak disebabkan dari gaya hidup dan pola makan seperti diabetes melitus.
Diabetes insipidus merupakan kondisi yang langka terjadi. Dilansir dari Cermin Dunia Kedokteran (2016), kejadian diabetes insipidus diperkirakan 1 kasus banding 25.000 populasi. Meski kebanyakan penderita diabetes insipidus adalah orang dewasa, namun diabetes insipidus bisa terjadi pada umur berapa pun.
Diabetes Insipidus merupakan kondisi medis yang ditandai dengan produksi urine yang terlalu banyak (poliuria), disertai dengan haus yang berlebihan (polidipsia).
Diabetes Insipidus disebabkan karena kurangnya hormon antidiuretik (ADH) ataupun ketidakmampuan tubuh untuk merespons ADH yang cukup. Padahal, hormon antidiuretik (ADH) berfungsi sebagai pengatur jumlah air yang dikeluarkan tubuh melalui urin.
ADVERTISEMENT
Hormon antidiuretik yang tidak bekerja dengan optimal mengakibatkan gangguan pada mekanisme tubuh untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, sehingga terjadilah gejala merasa haus yang konstan dan sering buang air kecil meski di malam hari.
Dikutip dari Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada (2022), produksi urin penderita Diabetes Insipidus bisa mencapai 3 liter perhari. Diabetes Insipidus dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya.
4 Jenis Diabetes Insipidus
1. Diabetes Insipidus Sentral (Central Diabetes Insipidus)
Diabetes Insipidus Sentral terjadi ketika kelenjar hipofisis (pituitary) yang berfungsi menghasilkan hormon untuk mengontrol pertumbuhan, reproduksi, metabolisme dan fungsi hormon lainnya menjadi tidak menghasilkan cukup hormon antidiuretik. Sehingga memaksa ginjal menyaring banyak cairan dari darah dan memicu buang air kecil yang berlebihan.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik (Nephrogenic Diabetes Insipidus)
Jika Diabetes Insipidus Sentral terjadi karena kelenjar hipofisis tidak menghasilkan hormon antidiuretik yang cukup, maka Diabetes Insipidus Nefrogenik disebabkan karena ginjal tidak merespons hormon antidiuretik yang dihasilkan kelenjar hipofisis dengan cukup.
ADVERTISEMENT
Akibatnya ginjal tidak dapat menyerap kembali cairan dalam urin yang sudah difiltrasi, sehingga urin sangat encer dan volumenya menjadi sangat banyak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa permasalahan Diabetes Insipidus Nefrogenik bukan terletak pada otak, namun pada ginjal.
3. Diabetes Insipidus Gestasional
Diabetes Insipidus Gestasional tergolong jarang terjadi. Diabetes jenis ini terjadi selama kehamilan dan biasanya berakhir setelah persalinan. Diabetes Insipidus Gestasional dipercaya disebabkan karena peningkatan degradasi vasopressin oleh enzim plasenta yang mengakibatkan berkurangnya efektivitas hormon ini pada ibu hamil.
Kondisi ini dapat mengakibatkan pengeluaran urine yang berlebihan dan menyebabkan dehidrasi.
4. Diabetes Insipidus Primer
Diabetes Insipidus Primer atau yang biasa dikenal dengan Diabetes Insipidus Herediter, disebabkan oleh kelainan bawaan pada gen yang mempengaruhi produksi hormon antidiuretik oleh kelenjar hipofisis (pituitary).
ADVERTISEMENT
Kondisi ini mengakibatkan tubuh tidak dapat mempertahankan cairan dalam tubuh dengan baik, sehingga produksi urine sangat encer. Diabetes Insipidus Primer biasanya muncul pada usia dini dan diturunkan dalam keluarga.
Gejala Diabetes Insipidus
Umumnya gejala Diabetes Insipidus mirip seperti gejala Diabetes Melitus. Beberapa gejala dari Diabetes Insipidus antara lain sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Jika kamu menemukan gejala-gejala ini, sebaiknya segera diperiksakan pada dokter agar mendapat diagnosis yang akurat. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan urine, pemeriksaan darah, pemeriksaan deprivasi air, pemeriksaan hormon antidiuretik ataupun MRI jika diduga terjadi kerusakan pada hipotalamus.
Faktor Risiko Diabetes Insipidus
Terdapat beberapa faktor risiko yang bisa memicu terjadinya diabetes insipidus. Ini adalah beberapa di antaranya:
1. Cedera Kepala
Cedera kepala yang parah dapat menimbulkan kerusakan pada hipofisis atau hipotalamus. Kerusakan ini akan mengakibatkan terganggunya produksi hormon antidiuretik (ADH).
2. Infeksi
Infeksi yang menyebabkan peradangan pada otak seperti ensefalitis atau meningitis dapat merusak sistem saraf pusat dan mengganggu produksi hormon antidiuretik.
3. Kehamilan
Diabetes insipidus gestasional dapat terjadi saat kehamilan dan dapat disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih atau ureter karena janin yang berkembang.
ADVERTISEMENT
4. Kelainan bawaan
Diabetes insipidus juga dapat disebabkan oleh kelainan bawaan pada sistem saraf pusat atau ginjal yang mempengaruhi produksi atau respons terhadap hormon antidiuretik.
5. Tumor
Adanya tumor yang tumbuh di otak atau kelenjar pituitari dapat merusak produksi hormon antidiuretik.
6. Efek samping obat
Beberapa obat seperti litium, antidepresan trisiklik hingga obat-obatan untuk tekanan darah tinggi juga dapat meningkatkan risiko diabetes insipidus.
Pencegahan Diabetes Insipidus
Tidak semua diabetes insipidus dapat dicegah, terutama pada kasus diabetes insipidus primer yang disebabkan oleh faktor genetik.
Namun, pada kasus diabetes insipidus lain seperti sekunder ataupun gestasional, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko. Berikut adalah beberapa langkah pencegahannya:
1. Menghindari faktor pemicu
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab dari diabetes insipidus adalah penggunaan obat-obat tertentu atau kondisi medis seperti cedera kepala dan tumor hipofisis. Maka menghindari faktor pemicu ini dapat mencegah terjadinya kondisi diabetes insipidus.
2. Menghindari dehidrasi
Selalu terhidrasi sangat penting untuk kesehatan. Mengkonsumsi cukup air akan menghindari dehidrasi yang membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh sehingga mencegah diabetes insipidus.
3. Menjaga kesehatan ginjal
Menjaga kondisi ginjal agar tetap sehat dapat membantu mengurangi resiko terjadinya diabetes insipidus, terutama pada diabetes insipidus nefrogenik
4. Mengontrol diabetes gestasional
Saat sedang hamil dan memiliki riwayat diabetes gestasional, maka penting untuk menjaga kadar gula darah dalam batas normal demi mengurangi risiko terjadinya diabetes insipidus gestasional.
Kasus diabetes insipidus yang jarang terjadi dan sulit dikenali gejalanya membuat sebagian orang tidak mawas diri akan penyakit ini.
ADVERTISEMENT
Jika Anda merasakan gejala-gejala diabetes insipidus seperti di atas, ada baiknya segera berkonsultasi dengan dokter demi mendapat diagnosis dan penanganan yang tepat.