Perilaku Oversharing Gen Z: Urgensi Literasi Digital dalam Menjaga Privasi Diri

Hafidh Syafaqoh Adz-dzakiyyah
Mahasiswa aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta fakultas ekonomi dan bisnis jurusan ilmu ekonomi dan studi pembangunan
Konten dari Pengguna
19 Desember 2023 10:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafidh Syafaqoh Adz-dzakiyyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bermain sosial media. Foto: photobyphotoboy/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bermain sosial media. Foto: photobyphotoboy/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era yang penuh kemudahan dalam menyebarkan informasi, Generasi Z (kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2000-an) mendapati kehidupan mereka tercermin di depan layar ponsel, tablet, dan komputer.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah para pengguna media sosial yang sangat aktif, namun di balik seringnya mereka mengakses media sosial ada sebuah tren yang semakin sering kita jumpai, yaitu oversharing. Oversharing, atau kebiasaan berbagi terlalu banyak informasi pribadi, telah menjadi kebiasaan yang sulit dilepaskan bagi banyak orang dari generasi ini. Namun, kenapa tren oversharing sering muncul di generasi Z saat ini? dan apakah tren ini berbahaya bagi seseorang?
Dalam dunia yang semakin terhubung ini, penting bagi Generasi Z dan semua orang yang terlibat dalam media sosial untuk memahami pentingnya menjaga privasi digital.

Bagaimana trend oversharing muncul?

Tren oversharing muncul seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan media sosial. Sebelum era digital saat ini, privasi umumnya lebih terlindungi karena informasi pribadi lebih sering disimpan secara offline-seperti di dalam lemari-dan hanya dibagikan kepada kalangan tertentu saja.
ADVERTISEMENT
Namun dengan maraknya platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya, menyebabkan banyak orang-terutama Gen Z-dihadapkan pada budaya oversharing.
Generasi Z tumbuh di tengah teknologi yang terus berkembang. Mereka adalah generasi pertama yang terbiasa dengan Internet sejak dini. Media sosial digunakan bukan hanya sebagai sarana komunikasi, tapi juga merupakan cara mengekspresikan diri dan mendapatkan validasi dari orang lain. Bahkan media sosial mungkin sudah menjadi suatu kebutuhan bagi para Gen Z.
Menurut (Alpiah et al., 2023), kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan sosial membuat individu mencoba untuk selalu terlihat sebagai yang pertama, terlihat penting, dan menarik perhatian penting dari orang-orang tertentu pada dirinya atau pencapaiannya.
Kebutuhan itulah yang ada pada jiwa generasi saat ini. Disebabkan ingin mendapatkan perhatian dari banyak orang, mereka sering kali mengunggah foto hasil capaian mereka di media sosial. Saking sering nya sampai-sampai hal hal yang berbau privasi mereka pun di unggah demi mencari sebuah perhatian semata.
ADVERTISEMENT
Korelasi antara Gen Z dan oversharing terletak pada cara mereka menggunakan media sosial sebagai sarana mengekspresikan diri dan menciptakan reputasi online. Namun di balik maraknya tren oversharing, terdapat bahaya yang seringkali membawa banyak risiko bagi seseorang karena data pribadi yang dibagikan secara publik.

Bahayanya terhadap privasi digital individu

Dalam upaya untuk mengekspresikan diri dan menciptakan reputasi online, para Gen Z sering membagikan terlalu banyak informasi pribadi tanpa mempertimbangkan risiko yang terkait. Ternyata, perilaku ini tidak hanya memicu potensi hilangnya privasi, tapi juga dapat memberikan dampak serius pada kesehatan mental, citra diri, dan keamanan.
Oversharing dapat mencakup pengungkapan rinci tentang lokasi tempat tinggal, rutinitas harian, informasi pribadi, dan aspek pribadi lainnya, yang di mana jika kita mengunggah hal-hal tersebut di sosial media, maka dapat membuka pintu bagi risiko pencurian identitas atau penyalahgunaan data pribadi.
ADVERTISEMENT
Di lain sisi, stres dan kecemasan yang berkelanjutan dapat disebabkan oleh tekanan yang dirasakan Gen Z untuk mendapatkan pengakuan dan perhatian melalui postingan mereka.
Tak hanya itu, ketika informasi terlalu banyak diungkapkan secara terbuka di media sosial, generasi Z meningkatkan peluang menjadi target cyberbullying. Informasi yang diungkapkan dapat digunakan oleh individu jahat untuk melakukan pelecehan, ejekan, atau intimidasi secara daring, mengakibatkan dampak emosional yang signifikan.
Reputasi online kita juga dapat rusak akibat oversharing. Postingan yang tidak pantas atau mencerminkan aspek yang tidak diinginkan dari diri kita dapat menimbulkan kesan buruk pada orang lain dan dapat memengaruhi peluang masa depan, seperti peluang karier atau pendidikan.
Oversharing juga dapat mengganggu kesehatan mental generasi Z. Kesulitan dalam memutuskan sambungan dari platform ini meningkatkan tekanan untuk tetap terhubung, dan terus-menerus mengharapkan tanggapan positif terhadap setiap postingan dapat menyebabkan masalah tidur, kecemasan, dan masalah kesehatan lainnya. Dikarenakan ada banyaknya masalah yang timbul akibat oversharing ini, maka diperlukan solusi atas masalah-masalah tersebut
ADVERTISEMENT

Pentingnya literasi digital dalam mengurangi perilaku oversharing

Literasi digital telah memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara Generasi Z khususnya dan masyarakat pada umumnya. Literasi digital tidak hanya sekadar memahami teknologi, namun juga mengajarkan pentingnya mengetahui cara menggunakan teknologi tersebut secara bertanggung jawab.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang privasi, keamanan data, dan dampak perilaku online, yang itu semua bisa kita dapatkan dari literasi digital, seseorang dapat menilai risiko yang berkaitan dengan oversharing dengan lebih baik.
Literasi digital merupakan pengetahuan yang dibutuhkan setiap orang untuk memahami apa yang mereka lakukan saat online, berhati-hati saat membagikan informasi pribadi, dan lebih menyadari batasan privasi yang harus dijaga.
Menurut (Dewi Bunga et al., 2022), Literasi digital bagi warganet akan memberikan pemahaman mengenai informasi mana saja yang baik untuk diterima, diteruskan atau diunggah di media sosial.
ADVERTISEMENT
Dukungan dari pemerintah, institusi, dan orang tua dibutuhkan dalam rangka memberikan pemahaman tentang pentingnya literasi digital kepada para generasi Z. Pemerintah atau institusi dapat memberikan penyuluhan mengenai literasi digital di sekolah-sekolah
. Di samping diadakan nya penyuluhan, peran orang tua juga penting dalam memberikan ilmu literasi digital sejak dini dan melakukan pengawasan ketika anaknya bersosialisasi di media sosial.
Generasi Z yang tidak dapat terlepas dari media sosial cenderung membagikan informasi pribadi secara publik tanpa menyadari adanya risiko di baliknya. Mereka seringkali mengunggah apa pun dari detail aktivitas sehari-hari hingga informasi sensitif, hal tersebut yang biasa disebut oversharing.
Tren Oversharing dapat membuka peluang penjahat untuk mengeksploitasi data pribadi seseorang, menyebabkan reputasi menjadi jelek, dan masih banyak risiko yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Tren oversharing muncul seiring dengan berkembangnya teknologi informasi berupa media sosial. Kesatuan yang erat antara identitas online dan kehidupan yang terdokumentasi secara digital memaksa generasi Z untuk melakukan oversharing, namun seringkali tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin terjadi.
Meskipun Gen Z paham teknologi, penting bagi mereka untuk memahami pentingnya menjaga batasan privasi online untuk melindungi diri dari potensi ancaman di dunia digital.
Urgensi literasi digital menjadi kunci dalam mengurangi perilaku oversharing. Pemahaman tentang kesadaran privasi, keamanan data, dan kemampuan untuk lebih bijak dalam berbagi informasi di media sosial merupakan suatu hal yang penting. Dukungan pemerintah, institusi, dan orangtua juga diperlukan agar literasi digital dapat melekat lebih efektif bagi para Gen Z.
ADVERTISEMENT