Halal Branding untuk UMKM

Hafiz Minhajuel
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi S2 Agama dan Lintas Budaya, Studi Ekonomi Islam - Universitas Gadjah Mada dengan minat ekonomi dan bisnis Islam, branding, marketing, dan consumer behavior.
Konten dari Pengguna
20 April 2022 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafiz Minhajuel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Produk sajadah travel (foto: dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Produk sajadah travel (foto: dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum konsep brand diperkenalkan, para pedagang berjualan tanpa adanya identitas yang membedakan antara satu pedagang dengan pedagang yang lain. Artinya membeli jagung di sebuah toko tidak ada bedanya dengan membeli di toko sebelahnya. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi pedagang karena kekuatan tawar menawar terhadap penentuan harga berada di tangan pembeli. Siapa yang bisa memberi harga paling murah, dia yang menang.
ADVERTISEMENT
Sebagai solusi, para pedagang mulai memberi label. Label ini berupa cap dari besi panas berbentuk simbol yang ditempelkan pada barang yang dijual sehingga menciptakan identitas yang membedakan antara satu produk dengan produk lainnya. Namun label pembeda ini bukan sekedar sebagai tanda dari mana barang tersebut dibeli, melainkan sebagai “jaminan” terhadap kualitas tertentu. Oleh karena itu konsep brand sejak awal ditemukan bukan hanya sebagai label pembeda, tetapi juga garansi terhadap kualitas produk yang ditawarkan produsen sehingga membangun kepercayaan konsumen untuk membeli.
Dalam tahap selanjutnya, branding bukan sekedar membuat logo atau nama sebagai pembeda. Saat ini, setiap pedagang baik perusahaan besar maupun UMKM memiliki brand masing-masing untuk menarik hati pelanggan. Tetapi, banyak brand di pasaran tidak memiliki nilai yang berbeda dengan lainnya, alias hanya menjiplak; kemasan yang sama, nama yang dimirip-miripkan, hingga cara pemasaran yang tidak kreatif. Konsep brand itu sendiri tidak hanya melekat sempit pada simbol atau logo, melainkan pada keseluruhan experience dalam memenuhi ekspektasi pelanggan.
ADVERTISEMENT
Dalam industri halal, tidak sedikit dari produk-produknya yang hanya menaruh label halal tanpa ada meaning didalamnya. Seiring kesadaran beragama yang meningkat terutama pada konsumen muslim, halal menjadi salah satu faktor pertimbangan penting dalam memutuskan pembelian. Hal ini tentu membuat produsen berbondong-bondong menyematkan label halal pada produknya. Label halal menjadi jaminan kualitas bahwa bahan-bahan dalam produk tersebut dan pengolahannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam.
Namun menyematkan label halal saja tidak cukup untuk menggaet hati konsumen. Perlu diingat bahwa konsumen menginginkan produk yang dikonsumsi memberikan kemanfaatan fungsional dan emosional yang tinggi. Mereka melihat produk tidak sekedar dari label Islamnya saja, tapi dari substansi keislamannya Prinsip dasar dari bertransaksi adalah tentang mendapatkan “jaminan” atas apa yang telah dibayar dan memenuhi atau bahkan melebihi ekspektasi konsumen. Ironisnya begitu banyak perusahaan maupun UMKM yang hanya memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari pasar halal, tidak sepenuhnya memposisikan diri sebagai brand halal.
ADVERTISEMENT
Belajar dari brand Wardah, sebagai pelopor serta pemicu terbentuknya pasar kosmetik halal, memiliki kredibilitas brand yang cukup untuk menggaet hati konsumen muslimah. Sejak awal Wardah turut mengedukasi pasar Indonesia untuk menggunakan kosmetik yang berbahan halal sehingga positioning Wardah sebagai kosmetik halal terbangun di benak masyarakat. Bagi konsumen Muslim, halal memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu keamanan dan ekspresi jati diri untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki gaya hidup yang mengacu pada nilai-nilai Islam.
Berbeda dengan pasar konvensional yang bersifat rasional, pasar halal bersifat emosional. Keputusan pembeli dipengaruhi oleh faktor-faktor keagamaan seperti keberkahan dan manfaat apa yang didapat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Konsumen produk halal mengutamakan kepatuhan pada ajaran agama atau benefit halal sebelum melihat benefit fungsional. Sebagai penggerak industri halal di Indonesia, UMKM harus membangun brand halal yang kuat. Halal branding dapat dilakukan bagi UMKM dengan menerapkan beberapa strategi.
ADVERTISEMENT
Pertama, memberikan kesan lewat act of service. Jika ingin membangun konsumen yang loyal, Anda harus memberikan pelayanan yang terbaik dengan cara yang tulus. Halal branding bukan hanya tentang produk, melainkan seluruh proses, termasuk pelayanan pelanggan, harus mengikuti kaidah Islam mulai dari tingkah laku, cara berpakaian, hingga cara berkomunikasi. Maka dari itu setiap karyawan hingga pemilik usaha perlu untuk mengimplementasikan keteladanan sifat-sifat para Nabi dan Rasul antara lain, fathonah (cerdas), amanah (bertanggung jawab), shiddiq (jujur), dan tabligh (menyampaikan).
Kedua, menggunakan pendekatan komunitas. Rekomendasi dari mulut ke mulut sangat membantu dalam membangun brand halal yang kuat agar mengembangkan keintiman pelanggan terutama komunitas Muslim. Komunitas muslim di Indonesia sangat besar dan aktif. Ketika ada sebuah produk halal yang ditawarkan dapat memberikan pengalaman yang memenuhi atau melebihi ekspektasi, konsumen dengan senang hati akan merekomendasikan ke teman-temannya agar mereka dapat merasakan manfaat dan keberkahan yang sama dari produk tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketiga, memiliki prinsip bahwa produk atau usaha yang dijalankan belum sempurna. Dengan begitu para pelaku usaha harus memiliki sikap rendah hati dalam membangun brand. Sikap rendah hati dan kejujuran dalam proses membangun brand halal justru akan memperkuat brand itu sendiri karena konsumen dapat melihat otentisitas (authenticity) atau kemurnian dari brand tersebut tidak didasari kepentingan pragmatis mengambil keuntungan semata.
Keempat, fokus pada kehidupan dunia dan akhirat. Dalam membangun brand halal, mencari keberkahan menjadi tujuan utama disamping keuntungan atau profit. Melakukan kegiatan sosial atau membuat acara keagamaan dapat membangun ikatan emosional antara brand dengan konsumen.
Kelima, toleran terhadap perbedaan. Untuk mengambil hati konsumen, pelaku usaha harus bisa merangkul semua kalangan dengan cara membangun koneksi lintas kelompok etnis, dan sosial, tidak hanya eksklusif sebatas kalangan muslim. Saat ini produk halal bukan hanya untuk dikonsumsi oleh umat muslim saja, melainkan konsumen non-muslim juga sadar pentingnya sertifikasi halal sebagai tanda bahwa produk aman dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
Keenam, memperlakukan brand halal seperti seorang muslim sejati. Brand Anda harus menjadi role model bagi konsumen. Cara tersebut paling efektif untuk menghidupkan sisi emosional konsumen terhadap brand. Menjadi role model bukan hanya sebatas ucapan, tetapi harus sampai ke perbuatan. Dengan begitu ikatan emosional antara brand dengan konsumen akan semakin erat dan konsumen akan loyal karena mereka percaya apa yang brand berikan membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Ketujuh, komitmen, persistensi, dan passion. Alasan mengapa merek-merek kosmetik konvensional yang sudah memiliki nama besar tidak mampu mencapai kesuksesan yang dimiliki Wardah adalah karena masuknya mereka ke pasar muslim dilandasi oleh peluang untuk mendapatkan keuntungan. Dalam membangun brand halal yang kuat tidak bisa setengah-setengah. Seperti Wardah yang telah mengedukasi pasar mengenai kosmetik halal lebih dari 20 tahun, Anda harus menjadi brand halal dengan komitmen, persistensi, dan passion.
ADVERTISEMENT
Umat muslim adalah kelompok sosial yang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Mereka juga memiliki kesamaan nilai-nilai dan perilaku, yaitu perilaku luhur seperti yang ada di dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam membangun brand halal, proses dan komunikasi sangat krusial bagi konsumen muslim sehingga dapat menghasilkan pelanggan yang sangat loyal. Karena sejatinya mereka memiliki tujuan utama yang sama, dan antar mereka saling merangkul, saling peduli, dan saling membantu untuk mewujudkan tujuan utama tersebut.