Konten dari Pengguna

Pembentukan Hukum Menyesuaikan Dengan Karakteristik Masyarakat

Haidar Robbani
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Mei 2025 18:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haidar Robbani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh. <ahref="https:/ /pixabay.com/id /users/antonio_cansino-6477209/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6129239">Antonio Cansino</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6129239">Pixabay</a>
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh. <ahref="https:/ /pixabay.com/id /users/antonio_cansino-6477209/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6129239">Antonio Cansino</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6129239">Pixabay</a>
ADVERTISEMENT
Hukum tidak berdiri di ruang hampa. Ia lahir, tumbuh, dan berkembang dalam konteks sosial yang selalu berubah. Hukum merupakan produk budaya yang hidup dan berkembang seiring dengan dinamika masyarakat. Dimana ada masyarakat disana ada hukum, penyesuaian hukum dengan karakteristik masyarakat bukan hanya sebuah kebutuhan, melainkan suatu keniscayaan. Masyarakat memiliki dinamika tersendiri dalam nilai, norma, budaya, teknologi, hingga pola pikir. Hukum tidak sekadar sebagai instrumen normatif yang berdiri sendiri, melainkan sebagai refleksi dari nilai-nilai, kebiasaan, struktur sosial, dan kebutuhan masyarakat tempat hukum itu berlaku.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat yang majemuk, hukum idealnya bersifat adaptif. Ia harus mencerminkan semangat zaman dan menjawab tantangan actual yang dihadapi oleh warga Negara. Sebagai contoh, dalam masyarakat tradisional, penyelesaian sengketa lebih mengandalkan pendekatan keluarga dan kearifan lokal. Maka hukum nasional yang berlaku harus mampu mengakomodasi prinsip-prinsip tersebut agar tidak terjadi benturan antara hukum formal dan hukum sosial yang hidup di masyarakat. Penyesuaian hukum dengan karakteristik lokal ini juga mendapat legitimasi dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kesatuan republik Indonesia.”
Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, karakter masyarakat berubah menjadi lebih terbuka, digital, dan kritis. Hukum pun dituntut untuk menyesuaikan diri baik dalam substansi, prosedur, maupun penegakannya. Regulasi terkait perlindungan data pribadi, transaksi elektronik, serta kebebasan berekspresi di ruang terbuka seperti media sosial menjadi bukti bahwa hukum harus terus mengejar ketertinggalan dari perkembangan masyarakat yang semakin modern. Contoh konkret adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi yang merupakan respon terhadap meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakatakan privasi dalam era digital. Hal ini menunjukkan bahwa hukum harus bersifat adaptif dan antisipatif, bukan hanya reaktif.
ADVERTISEMENT
Pembaruan hukum menjadi suatu keniscayaan dalam proses penyesuaian terhadap masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui reformasi legislasi, yaitu pembaruan peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan nilai dan kebutuhan kontemporer. Revitalisasi hukum adat dan hukum tidak tertulis sebagai bagian dari pengakuan terhadap pluralisme hukum. Penguatan akses masyarakat terhadap pembentukan hukum, melalui mekanisme partisipatif seperti konsultasi publik dan uji publik rancangan undang-undang. Seorang sarjana hukum progresif, Satjipto Raharjo, bahkan menekankan bahwa hukum seharusnya tidak dilihat sebagai lembaga normatif yang kaku, melainkan sebagai institusi sosial yang dinamis. Ia menyatakan bahwa “hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum” ini menandakan pentingnya penyesuaian hukum dengan kebutuhan masyarakat.
Namun, penting juga untuk dicatat bahwa tidak semua karakteristik masyarakat harus diterima secara mentah-mentah dalam pembentukan hukum. Dalam masyarakat yang masih mempraktikkan diskriminasi yang berbasis gender, kasta, atau kepercayaan, hukum memiliki peran progresif untuk mendorong perubahan ke arah yang lebih adil. Artinya, hukum tidak hanya mencerminkan masyarakat, tetapi juga membentuknya. Dalam hal ini, pembentukan hukum tetap harus menyesuaikan masyarakat, tetapi dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan universal.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, penyesuaian hukum dengan karakteristik masyarakat bukan berarti tunduk sepenuhnya pada perubahan sosial, melainkan menjadikan hukum sebagai alat yang hidup yang mampu menjaga ketertiban dan keadilan tanpa mengabaikan konteks kultural dan perkembangan zaman. Hukum yang menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat merupakan proses yang kompleks yang menuntut pemahaman mendalam terhadap dinamika sosial. Hukum yang baik adalah hukum yang tidak hanya sah secara formal, tetapi juga legitimasi secara sosial karena lahir dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Hukum semacam ini akan lebih dihormati, dan mampu menciptakan ketertiban serta keadilan dalam kehidupan bersama.