Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Analisis Semiotika: Dimana Kesalahanku Atau Mungkin Aku Salah Sejak Awal
8 Januari 2025 10:34 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Haikal Akmal Ajikontea tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam rasa keterasingan, saya melihat satu adegan di Film karya Michihito Fujii "18x2 Beyond Youthful Days". Si karakter utama, didepak dari kursi perusahaan yang mati-matian ia dirikan. Hari itu ia berkata dengan cemas "dimana kesalahanku? atau mungkin, Aku salah sejak awal."
ADVERTISEMENT
Rasanya si karakter utama, mewakili perasaan yang saat itu saya rasakan; merasa gagal dalam banyak hal, menyalahkan apa yang telah terjadi, kemudian khawatir untuk mengambil langkah lain. Itu semua bagian dari kecemasan.
Kecemasan sebagai beban
Banyak cara untuk menafsirkan kecemasan, tapi konsep Fernando Pérez-Borbujo yang paling menarik karena menekankan konsep angustia (kecemasan) sebagai bentuk yang menghancurkan sekaligus membangun.
Jika menganalisis frasa simbolis yang mempertanyakan "Dimana kesalahanku?" sejatinya frasa ini merefleksikan pencarian sumber dari sesuatu yang dianggap salah dalam kehidupan individu, akar dari kesalahan bentuk ketidaksempurnaan.
Sementara itu, frasa "Aku salah sejak awal" membawa pada rasa ketidaksempurnaan sebagai bawaan sejak kelahiran itu terjadi, yang melekat sejak permulaan; kesalahan sedari awal.
ADVERTISEMENT
Pérez-Borbujo menyebutnya sebagai angustia del nacimiento, manusia menghadapi trauma awal—perpindahan dari kenyamanan dan ketenangan ke dalam dunia yang penuh ketidakpastian.
Perspektif tersebut dapat dilihat sebagai metafora untuk awal kehidupan dari keputusan yang membawa konsekuensi tak terduga sekarang; yang memicu refleksi mendalam dengan menanyakan asal-usul kegagalan atau penderitaan yang berlangsung saat ini.
Dalam menyoroti kesalahan memilih langkah, erat terhubung dengan kebebasan dan tanggung jawab. Pérez-Borbujo yang terinspirasi Kierkegaard, menggambarkannya dengan angustia de la libertad sebagai bentuk vertigo eksistensial, di mana manusia merasa terbebani oleh kemungkinan pilihan yang tak terbatas.
Frasa "Dimana kesalahanku?" dapat dibaca sebagai respons terhadap beban kebebasan itu sendiri: apakah keputusan yang diambil salah? Jika ya, apakah kesalahan itu merupakan tanggung jawab pribadi atau hasil dari keadaan eksternal?
ADVERTISEMENT
Manusia modern sering terjebak dalam angustia de la libertad karena ekspektasi sosial dan tekanan untuk membuat pilihan yang "benar." Dalam dunia yang menawarkan kebebasan tanpa batas, kecemasan menjadi semakin mendalam.
Frasa "Aku salah sejak awal" dengan jelas mencerminkan ketakutan bahwa kebebasan itu sendiri mungkin telah menjadi beban sejak permulaan kita ada; sejak kita memilih langkah yang salah itu.
Pérez-Borbujo juga membahas angustia de la muerte, yakni kesadaran akan kefanaan dan keterbatasan hidup manusia.
Rasa bahwa "Aku salah sejak awal" dapat mencerminkan ketakutan akan penilaian akhir: bahwa kehidupan ini mungkin tidak bermakna, tidak cukup, atau merasa dipenuhi dengan kesalahan yang sudah tidak mungkin diperbaiki.
Dimensi angustia de la muerte relevan dalam konteks anak muda sekarang ini, di mana kita sering membandingkan diri dengan standar kesuksesa individu lain, menciptakan rasa tidak berharga, dan ketakutan terhadap kegagalan total.
ADVERTISEMENT
Kecemasan sebagai awal transformasi
Menariknya, Pérez-Borbujo menekankan bahwa angustia bukan hanya pengalaman negatif, tetapi juga momen refleksi dan potensi transformasi.
Dalam pertanyaan "Dimana kesalahanku?" dan "Aku salah sejak awal," terdapat peluang untuk introspeksi. Angustia; Kecemasan yang membangun.
Yang secara bersamaan memaksa manusia untuk menghadapi keterbatasan, mempertanyakan asal-usul, dan mencari jalan baru untuk memahami dirinya sendiri dan dunia.
Singkatnya, Fernando Pérez-Borbujo melalui bukunya El Principio de Angustia mengungkapkan kompleksitas angustia (kecemasan) modern sebagai refleksi dari angustia del nacimiento, angustia de la libertad, dan angustia de la muerte.
Meskipun tampaknya dalam waktu yang sama menekan dan melemahkan, angustia pada akhirnya memberikan peluang bagi individu untuk memahami dirinya lebih dalam, menghadapi keterbatasannya, dan bergerak menuju transformasi eksistensial dari alasan keberadaan kita.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Pérez-Borbujo, F. (2022). El principio de angustia: Una metafísica del límite humano. Herder Editorial.
Fujii, M. (Director). (2024). 18x2 Beyond Youthful Days [Film]. Japan-Taiwan: Happinet Phantom Studios-Activator Co.