Konten dari Pengguna

Green Economy, Strategi Global Mengatasi Krisis Lingkungan dan Ekonomi

Hajran Lillah
Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Sebelas Maret
12 Desember 2024 13:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hajran Lillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Freepik Company S.L
zoom-in-whitePerbesar
Freepik Company S.L
ADVERTISEMENT
Krisis lingkungan global, seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hilangnya keanekaragaman hayati, telah menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup di bumi. Kerusakan lingkungan ini disebabkan oleh eksploitasi sumber daya alam secara masif, terutama dalam sektor ekonomi dan industri. Dampak dari krisis lingkungan tidak hanya terbatas pada aspek ekologi, tetapi juga memengaruhi perekonomian global. Cuaca ekstrem dan bencana alam, seperti hujan badai, banjir, dan kebakaran hutan, menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Biaya perbaikan infrastruktur yang rusak membebani pemerintah, pelaku usaha, dan individu, sehingga mengganggu aktivitas ekonomi dan menghambat pertumbuhan.
ADVERTISEMENT
Untuk menghadapi tantangan ini, konsep ekonomi hijau (green economy) muncul sebagai solusi yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang rendah karbon, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan inklusif secara sosial. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sambil mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi. Dengan menerapkan ekonomi hijau, diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan, sehingga tercipta keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.
Ekonomi hijau adalah model pembangunan yang menyinergikan pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kualitas lingkungan. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), ekonomi hijau didefinisikan sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan inklusif secara sosial. Dalam ekonomi hijau, pertumbuhan lapangan kerja dan pendapatan didorong oleh investasi pemerintah dan swasta pada kegiatan ekonomi, infrastruktur, dan aset yang memungkinkan pengurangan emisi karbon serta polusi, peningkatan efisiensi energi dan sumber daya, serta pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.
ADVERTISEMENT
Krisis Lingkungan Global
Aktivitas manusia, terutama sejak era Revolusi Industri, telah menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan. Eksploitasi sumber daya alam secara masif dan industrialisasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan berbagai masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan hilangnya keanekaragaman hayati (Schwab, 2019). Perubahan iklim, misalnya, ditandai oleh peningkatan suhu global yang memicu fenomena cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan gangguan ekosistem. Penipisan lapisan ozon meningkatkan paparan radiasi ultraviolet yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hilangnya keanekaragaman hayati mengancam stabilitas ekosistem dan mengurangi kemampuan alam untuk menyediakan layanan ekosistem yang vital bagi kehidupan manusia.
Krisis ekonomi global seringkali dipicu oleh ketidakseimbangan dalam sistem keuangan dan ekonomi internasional. Misalnya, krisis ekonomi global pada tahun 2008 disebabkan oleh runtuhnya sektor perumahan di Amerika Serikat, yang kemudian berdampak pada sektor keuangan dan ekonomi di seluruh dunia. Krisis semacam ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan ketidakstabilan sosial. Selain itu, krisis ekonomi dapat memperburuk kerusakan lingkungan karena tekanan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan guna memulihkan pertumbuhan ekonomi (Green & Hale, 2017).
ADVERTISEMENT
Krisis lingkungan dan ekonomi saling memperburuk satu sama lain. Degradasi lingkungan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dengan merusak infrastruktur, mengurangi produktivitas pertanian, dan meningkatkan biaya kesehatan akibat polusi dan bencana alam. Sebaliknya, krisis ekonomi dapat mendorong praktik-praktik yang merusak lingkungan karena adanya tekanan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara tidak berkelanjutan demi pemulihan ekonomi (Dyer, 2018). Oleh karena itu, pendekatan terpadu yang menggabungkan pertimbangan ekonomi dan lingkungan sangat diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mencegah krisis di masa depan (Zhao et al., 2024).
Memahami keterkaitan antara krisis lingkungan dan ekonomi adalah langkah penting dalam merumuskan strategi efektif untuk mengatasi tantangan global ini (Arogundade & Hassan, 2024). Pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan akan membantu menciptakan solusi yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Hijau sebagai Strategi Global
Dalam menghadapi tantangan krisis lingkungan dan ekonomi yang saling terkait, ekonomi hijau (green economy) muncul sebagai strategi global yang menawarkan solusi berkelanjutan. Konsep ini menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial (Dyer, 2018). Salah satu pilar utama ekonomi hijau adalah pengembangan energi terbarukan. Investasi dalam sumber energi seperti matahari, angin, dan biomassa tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim. Studi menunjukkan bahwa transisi ke energi terbarukan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi bersih (Khan et al., 2024).
Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, seperti transportasi ramah lingkungan dan bangunan hemat energi, merupakan komponen penting dalam ekonomi hijau. Implementasi teknologi hijau dalam infrastruktur dapat meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi jejak karbon, sambil menyediakan layanan yang lebih baik bagi masyarakat. Misalnya, pengembangan transportasi umum berbasis energi terbarukan dapat mengurangi polusi udara dan kemacetan, serta meningkatkan kualitas hidup di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Sirkular
Ekonomi hijau juga mendorong penerapan ekonomi sirkular, yang berfokus pada daur ulang, pengurangan limbah, dan penggunaan sumber daya secara efisien (Gajanayake & Iyer-Raniga, 2025). Pendekatan ini tidak hanya mengurangi tekanan pada lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru melalui inovasi dalam desain produk dan proses produksi. Dengan demikian, ekonomi sirkular berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi dan lingkungan secara simultan.
Untuk mewujudkan ekonomi hijau, diperlukan investasi dan kebijakan yang mendukung. Pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi dalam menyediakan pendanaan untuk proyek-proyek hijau dan menciptakan insentif bagi praktik bisnis yang berkelanjutan. Kebijakan seperti pajak karbon dan subsidi untuk energi terbarukan dapat mendorong pergeseran menuju ekonomi yang lebih hijau (Ballew et al., 2025). Selain itu, regulasi yang ketat terhadap polusi dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merusak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Implementasi ekonomi hijau sebagai strategi global membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Dengan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi, ekonomi hijau dapat menjadi jalan menuju pembangunan berkelanjutan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Referensi
Arogundade, S., & Hassan, A. S. (2024). The path to green economy: Do environmental taxes and renewable energy transition matter in OECD countries? World Development Sustainability, 5, 100189. https://doi.org/10.1016/j.wds.2024.100189
Ballew, M. T., Thomas-Walters, L., Goldberg, M. H., Verner, M., Lu, J., Marshall, J., Rosenthal, S. A., & Leiserowitz, A. (2025). Climate change messages can promote support for climate action globally. Global Environmental Change, 90, 102951. https://doi.org/10.1016/j.gloenvcha.2024.102951
ADVERTISEMENT
Dyer, H. (2018). Introducing Green Theory in International Relations. https://doi.org/2053-8626
Gajanayake, A., & Iyer-Raniga, U. (2025). If there is waste, there is a system: Understanding Victoria’s circular economy transition from a systems thinking perspective. Ecological Economics, 227, 108395. https://doi.org/10.1016/j.ecolecon.2024.108395
Green, J. F., & Hale, T. N. (2017). Reversing the Marginalization of Global Environmental Politics in International Relations: An Opportunity for the Discipline. PS: Political Science & Politics, 50(02), 473–479. https://doi.org/10.1017/s1049096516003024

Khan, Z., Chatti, W., & Zhu, X. (2024). Public energy R&D spending and green energy for sustainable development: COP28 perspective of G7 economies. Energy, 313, 133754. https://doi.org/10.1016/j.energy.2024.133754

Schwab, K. (2019). Revolusi Industri Keempat. Google Books; PT Gramedia Pustaka Utama . https://books.google.co.id/books?id=HWKhDwAAQBAJ&lpg=PP1&ots=tk4Vx89-oB&dq=revolusi%20industri&lr&hl=id&pg=PP1#v=onepage&q=revolusi%20industri&f=false
ADVERTISEMENT
UNEP. (2018, January 23). Green Economy. UNEP - UN Environment Programme. https://www.unep.org/regions/asia-and-pacific/regional-initiatives/supporting-resource-efficiency/green-economy
Zhao, Z., Zhao, Y., Shi, X., Zheng, L., Fan, S., & Zuo, S. (2024). Green innovation and carbon emission performance: The role of digital economy. Energy Policy, 195, 114344. https://doi.org/10.1016/j.enpol.2024.114344