Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Insting Kematian dan Kehidupan: Keinginan untuk Mati Adalah Hal yang Normal?
13 Desember 2021 21:49 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Halwa adinda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Orang yang mengalami depresi atau penyakit mental biasanya memiliki keinginan untuk bunuh diri bahkan tidak sedikit dari mereka telah melakukan percobaan. Lalu, mengapa hal itu bisa terjadi, sih? Apakah ide bunuh diri murni akibat dari dorongan eksternal saja? Atau ada dorongan internal dalam diri kita juga? Yuk, simak penjelasan psikologisnya!
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1920 Sigmund Freud yang dijuluki sebagai bapak psikoanalisa menerbitkan buku yang berjudul Beyond the Pleasure. Dalam bukunya tersebut, Freud mengklasifikasikan insting manusia menjadi dua: insting kehidupan yang dinamakan eros dan insting kematian yaitu thanatos.

Thanatos itu sendiri apa, sih?
Thanatos atau insting kematian menurut hutcheon & hutcheon (2011) adalah keinginan makhluk hidup untuk kembali ke dalam bentuk anorganiknya. Insting ini ditambahkan setelah Freud mengamati pasiennya yang mengidap PTSD akibat Perang Dunia Ke-1. Pasien yang mengalami trauma akibat perang tersebut terus mengingat-ngingat kembali pengalaman di medan perang. Sesuai dengan pemikiran Freud yaitu “Tujuan dari semua kehidupan adalah kematian”. Thanatos mendorong kita untuk melakukan kegiatan yang berbau dengan kehancuran. Ketika kita marah kita cenderung untuk melampiaskan emosi negatif ke luar atau lingkungan sekitar. Pelampiasan tersebut berupa perilaku agresivitas. Selain agresivitas, Thanatos juga dipercaya sebagai dasar dari perilaku masokisme dan sadisme.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak semua orang melampiaskan emosinya keluar, beberapa orang memilih untuk memendam dan menyalurkannya ke dalam. Jika emosi dibiarkan dan terus menumpuk hingga kita tidak mampu lagi menahannya, thanatos akan muncul dengan berbagai macam rupa seperti depresi, melukai diri sendiri, hingga memiliki keinginan untuk bunuh diri. Banyak orang dengan ide bunuh diri membuat pernyataan yang merendahkan diri dan bertindak agresif. Sesuai dengan teori Freud; thanatos merupakan dorongan atau cikal bakal penghancuran diri atau pun naluri kematian.
Kalau begitu, dengan adanya thanatos berarti keinginan untuk mati merupakan hal yang normal, dong?
Perlu diketahui juga selain thanatos manusia juga memiliki eros. Eros yang namanya diambil dari dewa cinta yunani merupakan insting manusia untuk bertahan hidup. Disadari atau tidak kita semua pasti melakukan kegiatan yang menjaga agar kita tetap hidup, seperti pergi ke dokter saat sakit, makan ketika lapar, dan juga bereproduksi untuk melanjutkan keturunan.
ADVERTISEMENT
Eros merupakan bentuk energi naluri kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk libido. Eitss, libido yang dimaksud di sini bukan hanya keinginan seksual saja, lho! Menurut schultz & schultz (2011) pembahasan libido juga mencakup energi psikis yang mendorong manusia kepada pikiran dan perilaku yang dianggap menyenangkan. Berbagai macam emosi yang positif juga termasuk ke dalam eros seperti perasaan cinta, kasih sayang, peduli dan tindakan positif lainnya.
Yang namanya hidup, kita pasti mendambakan suatu pengalaman baru, mempunyai relasi yang luas, dan berusaha untuk mencapai tujuan hidup. Pada keadaan ini, eros lah yang banyak mengambil peran dalam mengendalikan tubuh kita. Namun, ada kalanya juga manusia perlu bertindak agresif, melindungi apa yang merupakan milik kita, dan menarik diri untuk mencari ketenangan. Thanatos akan muncul dan mengambil alih agar kita tidak lupa berhenti sejenak dari kebisingan hidup. Ketika eros dan thanatos berhasil saling mengimbangi, maka kita akan semakin mudah untuk mencapai versi terbaik dari diri kita.
ADVERTISEMENT
Biasanya, insting kehidupan dan kematian jarang sekali muncul dalam “bentuk murni” tetapi muncul dalam keadaan bercampur dalam berbagai tingkatan. Eros dan Thanatos, keduanya saling bekerja berdampingan untuk mengimbangi satu sama lain dalam kehidupan. Menurut Abel-Hirsch (2010) thanatos bukanlah suatu hal yang “buruk”. Namun, yang buruk ialah ketika thanatos muncul tanpa disertai dengan eros, begitu juga sebaliknya. Ketika thanatos maupun eros muncul dalam bentuk aslinya, maka keadaan itu dapat bersifat pathogenic.
Keadaan thanatos yang tidak seimbang, lebih parah ketika muncul dalam bentuk aslinya, jika disalurkan ke dalam merupakan akar permasalahan dari keinginan hingga percobaan bunuh diri. Apabila keluar, maka akan muncul perilaku agresif yang meledak-ledak hingga sampai pada pembunuhan.
Apakah ada cara untuk mengontrol thanatos?
ADVERTISEMENT
Thanatos bisa diibaratkan pedang bermata dua, kerugian atau keuntungan yang dibawa tergantung dari bagaimana cara kita menggunakannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bisa memahami diri kita sendiri. Sehingga ketika thanatos muncul untuk menginginkan kehancuran, kita dapat mengidentifikasinya dan memisahkan diri dari keinginan tersebut.
Dengan adanya jarak dari diri dan pikiran, maka akan membantu kita untuk menahan dan mengumpulkan kekuatan untuk melawannya. Dengan pikiran serta keinginan yang sehat membuat kita dapat mengoptimalkan diri.
Ketika thanatos muncul untuk mengakibatkan perilaku yang egois serta agresif, akan membuat kita berujung pada ketidakbahagiaan. Jika sudah begitu, kita harus lebih kuat lagi dalam melawan insting tersebut dengan bersikap peduli kepada lingkungan sekitar seperti membantu orang lain. Ketika kita peduli pada lingkungan sekitar hubungan timbal balik akan mengikuti dan dengan begitu lingkungan yang suportif akan muncul dengan sendirinya. Lingkungan yang suportif akan membuat kita merasa nyaman dan memudahkan kita untuk melawan keinginan yang berbau kehancuran.
ADVERTISEMENT
Semua hal yang kita lakukan memiliki konsekuensinya masing-masing. Insting kematian merupakan suatu hal yang natural, namun kita juga memiliki akal serta kekuasaan untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan. Kita bisa menyalurkan insting kematian ke dalam hal yang positif. Untuk sebagian orang, hal itu bukanlah suatu hal yang mudah, namun dengan keinginan serta usaha yang kuat, maka kita pasti dapat melampauinya. Ketika kita telah berhasil mengendalikan thanatos maka akan mudah bagi kita untuk menjadikan thanatos sebagai kekuatan dalam diri kita.
Daftar Pustaka:
Abel‐Hirsch, N. (2010). The life instinct. The International Journal of Psychoanalysis, 91(5), 1055–1071. https://doi.org/10.1111/j.1745-8315.2010.00304.x
Freud, S. (1961). Beyond the Pleasure Principle (J. Sctrachey, Penerj.). Penguin Books Canada L,td.
ADVERTISEMENT
Hutcheon, L., & Hutcheon, M. (1999). Death drive: Eros and Thanatos in Wagner’s Tristan und Isolde. Cambridge Opera Journal, 11(3), 267–293. https://doi.org/10.1017/S0954586700005073
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2011). A History of Modern Psychology (Tenth Edition).