Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengulik Konsep Pemikiran Gus Dur
22 Februari 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Hamdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tulisan M. Yahya Al- Mustaufi, (2019) “Gus Dur pernah menulis artikel di Koran Suara Pembaruan pada 20 Desember 2003 berjudul: Harlah, Natal dan Maulid, Menurut Gusdur, kata natal dalam kitab suci disebut sebagai “Yaumu Wulida (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa a.s) ”.
ADVERTISEMENT
Merilis dari web media Republika.co.id, yang ditulis Gus Dur 20 Desember 2003, Artinya, Natal memang diakui oleh kitab suci Alquran, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran Beliau, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud yang berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan. Jika penulis merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah Swt.
Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, adalah tokoh yang memiliki konsep pemikiran yang unik dan progresif dalam bidang keagamaan, politik, dan sosial. Berikut adalah beberapa aspek konsep pemikiran Gus Dur:
Pluralisme dan TOLERANSI:
ADVERTISEMENT
Gus Dur dikenal sebagai pendukung pluralisme dan toleransi antaragama. Ia meyakini pentingnya keragaman dalam masyarakat dan menghormati perbedaan keyakinan. Pemikirannya menempatkan pluralisme sebagai landasan bagi harmoni sosial dan perdamaian.
Selama ini orang cenderung mengenal Gusdur dengan dua predikat yang melekat, yaitu Gusdur adalah pejuang dan pemikir pluralisme juga figur kontroversi.
Dalam Buku, Tebuireng Ajaran Gusdur, Pemikiran Gusdur dari Tasawuf hingga Demokrasi, Gusdur menghargai pluralisme yang mengakui dan menghormati keberagamaan agama. Pola pikir ini, menentang nilai-nilai luhur agama, apalagi meleburkan satu agama dengan agama lain.
Muhyiddin, dalam republika.co.id,(23 Juni 2020) Belajar toleransi dari Gusdur , Yenny Wahid, putri kedua KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, menyatakan bahwa sebagai penganut berbagai agama di Indonesia, orang pasti yakin akan kebenaran keyakinan agamanya sendiri. Meskipun demikian, Yenny menekankan pentingnya menghargai ajaran kebenaran yang diyakini oleh orang lain. "Toleransi inilah esensi yang kami anut, sesuatu yang senantiasa ditekankan oleh Gus Dur kepada kami semua," ujar Yenny dalam pernyataannya beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Islam Moderat:
Gus Dur mempromosikan Islam yang moderat dan inklusif. Ia berusaha menyeimbangkan antara ajaran agama Islam dan nilai-nilai modern. Pemikirannya menolak keras ekstremisme dan menekankan pentingnya dialog antaragama untuk mencapai pemahaman bersama.
Demokrasi dan HAM:
Gus Dur adalah pendukung kuat demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Pemikirannya menekankan pentingnya pemerintahan yang adil dan transparan, serta perlindungan terhadap hak-hak individu. Ia juga menegaskan bahwa Islam dan demokrasi dapat berjalan seiring, dengan asas-asas keadilan.
Anti-Otoritarianisme:
Selama masa pemerintahannya sebagai Presiden Indonesia, Gus Dur menunjukkan sikap anti-otoritarian. Ia mengedepankan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan dan menentang kebijakan represif. Pendekatannya lebih kepada penghormatan terhadap kebebasan berpendapat dan hak-hak warga negara.
Pendidikan dan Kebudayaan:
ADVERTISEMENT
Gus Dur menganggap pendidikan dan kebudayaan sebagai kunci perkembangan masyarakat. Pemikirannya mendorong pembangunan karakter dan moral melalui pendidikan. Ia juga mendukung pelestarian budaya lokal dan menghargai keanekaragaman warisan budaya Indonesia.
Kritis Terhadap Kekuasaan:
Gus Dur tidak ragu untuk mengkritik pemerintah, termasuk saat dirinya menjabat sebagai Presiden. Sikap kritisnya terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan demokrasi menunjukkan keberanian dan independensinya sebagai pemimpin.
Pemikiran Gus Dur mencerminkan upaya untuk menyatukan Islam dengan nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan hak asasi manusia. Meskipun tidak selalu tanpa kontroversi, konsep pemikiran Gus Dur tetap memberikan kontribusi penting terhadap pembentukan wajah Indonesia sebagai negara yang berlandaskan toleransi dan keberagaman.