news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perempuan, Kemampuan Navigasi, dan Diskriminasi Pekerjaan

Hammam Izzuddin
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta. Penulis lepas.
Konten dari Pengguna
15 Februari 2021 16:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hammam Izzuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan Mengemudi (Peter Faxekas/Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan Mengemudi (Peter Faxekas/Pexels)
ADVERTISEMENT
Perempuan kerap dianggap kurang mampu membaca peta navigasi dalam perjalanan. Stereotip tersebut kerap ditemui dalam pergaulan sehari-hari. Alviana Ahliyani (21) misalnya, ia mengaku sering dianggap kurang cermat saat membaca Google Maps di kala sedang perjalanan. Anggapan itu paling sering ia dapatkan dari teman lelakinya.
ADVERTISEMENT
“Sering dianggap gitu, ya mungkin emang aku kadang salah dan keliru membaca aja. Tapi gak tau apa memang semua perempuan cenderung susah menavigasi ya?” ungkap Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga ini.
Dalam buku non-fiksi populer 'Why Men Don’t Listen and Why Women Can’t Read Road Maps' (Pease & Pease, 1999), dijelaskan beberapa alasan ilmiah mengapa laki-laki cenderung lebih sigap dalam membaca peta dan navigasi. Ada bagian di mana Ray dan Ruth (tokoh dalam buku) digambarkan bertengkar sebab tokoh wanita, Ruth, membuat perjalanan berputar-putar sebab ia tak mampu membaca peta.
Dalam buku tersebut, Allan dan Barbara Pease mengedepankan perbedaan fungsi otak, di mana laki-laki lebih dominan dalam mempersepsi ruang, sementara perempuan tidak memiliki kemampuan mempersepsi ruang sebaik laki-laki.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam penelitian The Minds Journal dijelaskan bahwa perempuan memiliki jembatan neuron antara lobus kanan dan kiri di otak besarnya. Hal ini tak terjadi pada pria. Implikasinya, pria tak bisa melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Misalnya memasak dan mengurus anak sekaligus. Namun wanita cenderung bisa melakukan hal yang kerap disebut multitasking ini.
Kemampuan multitasking ini disebabkan oleh terhubungnya lobus kiri dan kanan otak perempuan. Namun sayangnya, hubungan itu kerap membuat pemikiran perempuan tumpang tindih. Hal ini bisa disimpulkan sebagai dasar mengapa perempuan kerap salah saat membaca navigasi.
Meski ada penelitian yang menjelaskan mengapa laki-laki lebih unggul dalam membaca peta saat perjalanan, tak menutup kemungkinan dalam kasus tertentu terjadi hal sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Ada faktor kecemasan dalam kemampuan STEM (science, technology, engineering, & math) yang bisa memengaruhi kemampuan mempersepsi ruang atau kemampuan spasial yang erat korelasinya dengan membaca peta. Dan kecemasan ini bisa terjadi pada gender apa pun.
Dilansir dari Suarakita.org, studi yang dilakukan Maloney, Waechter, Risko, dan Fugelsang (2012) menunjukkan bahwa kecemasan matematika berkorelasi secara negatif dengan kemampuan spasial (keruangan) individu. Artinya semakin cemas seseorang maka bisa berpengaruh pada kemampuannya membaca ruang atau juga peta.

Diskriminasi Perempuan dalam Pekerjaan Navigasi

Namun realitanya, banyak stereotip bahwa kemampuan STEM (science, technology, engineering, & math) lebih dikuasai laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari fenomena bahwa pada program studi Teknik dan sains di universitas, jumlah mahasiswa lebih banyak ketimbang mahasiswi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat pembatasan akses perempuan pada pekerjaan yang membutuhkan navigasi seperti sopir, pilot, navigator, dan nakhoda, yang selalu didominasi bahkan dipersyaratkan dengan jenis kelamin laki-laki.
Menurut UN Women Report yang dilansir dari Jurnal Perempuan, jumlah perempuan dalam bidang STEM terus-menerus menurun jumlahnya dari sekolah menengah sampai dengan universitas, kemudian diteruskan dalam pekerjaan di laboratorium, pengajaran dan pengambil kebijakan riset dan teknologi.
Padahal dalam penelitian Nature Communication, dari data 1,6 juta siswa menunjukkan prestasi anak perempuan dan laki-laki sama saja dalam mata pelajaran STEM. Selain itu dalam sebuah acara bertajuk “Women in STEM” yang dilaksanakan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada 2019 lalu, Dr Idaa Warmadewanthi mengungkapkan bahwa kurangnya persentase perempuan di pekerjaan teknik disebabkan oleh bias gender.
ADVERTISEMENT
“Masih ada yang berpendapat bahwa bidang tersebut ditujukan untuk laki-laki dan perempuan tidak memiliki kapabilitas yang sama untuk mengejarnya,” tutur Dekan Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian (FTSLK) ini.
Hal ini menunjukkan kesenjangan besar dalam representasi perempuan dalam karier STEM di kemudian hari bukan karena perbedaan dalam prestasi akademik. Dan sudah saatnya menghilangkan diskriminasi berlebihan mengenai kemampuan perempuan dalam hal navigasi.