Bukan Drama Heroik ala Ahok, Indonesia Butuh BUMN yang Sehat

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
22 September 2020 22:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ahok. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ahok. Foto: Dok: Indra Fauzi/kumparan.
ADVERTISEMENT
Sewaktu Basuki Thahaja Purnama menjabat sebagai orang penting di Ibu Kota, seseorang yang mengaku sebagai pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) memarahinya. Namanya Imam Supriadi. Semangatnya ingin jadi jawara. Melalui sebuah video yang ditujukan kepada Ahok, beliau kritik sang pemimpin Pemprov DKI Jakarta itu dengan kata-kata yang keras lagi kasar.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam video tersebut, Imam Supriadi BPK banyak melontarkan pernyataan yang misleading. Beliau mengatakan bahwa Ahok membuat program yang tidak ada di rancangan APBD. Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat itu diambil dari hasil keuntungan perusahaan. CSR. Customer Service Relationship, ceunah. Padahal, CSR itu kepanjangannya Corporate Social Resposibility.
Lalu, Imam Supriadi menunjuk kepalanya, “Lihat peci saya ini. BPK RI.” Padahal yang dipakainya adalah topi. Namun, konteksnya ingin membuat Ahok takut. Bahwa yang sedang menantangnya adalah yang empunya wewenang dan kapasitas di ranah keuangan negeri ini.
Tak lupa Imam Supriadi juga mengkritik Ahok yang dinilainya bermulut kotor. Namun, setelah mengkritik orang lain, Imam Supriadi malah mengeluarkan kata-kata kotor dari mulutnya sendiri (lupa kalau di opening beliau merapalkan kalimat suci). Yang nanti potongan videonya jadi footage lawakan Youtuber dan bahan meme di internet.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari dibuatnya video tersebut adalah Imam Supriadi ingin mengajak Ahok duet sampai mampus di Bunderan HI. Yak, benar, duet. Bukan duel. Mungkin maksudnya duet maut seperti Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih. Jelas saja, Ahok tak menyanggupi karena saat itu sudah punya teman duet di kantor gubernur.
Gara-gara aksinya, Imam Supriadi menjadi legenda meme. Di Twitter, ada akun parodinya yang setiap mencuit selalu menggunakan huruf kapital dan kata-kata khasnya.
Kini, musuh bebuyutan Imam Supriadi, yaitu Ahok, mencoba peruntungan yang sama: bikin video ngomel-ngomel di Youtube. Setelah menjabat sebagai Komisaris Utama dan kebetulan Pertamina mengalami kerugian 11 triliun, Ahok membongkar aib Pertamina dan membuka borok sesama BUMN.
Disebutkan bahwa Peruri minta Rp 500 M untuk proses paperless di kantor Pertamina. Menurutnya, angka segitu nonsense. Bisa-bisa setelah dapat proyek Pertamina, Peruri nggak mau kerja lagi, tidur, jadi ular sanca, ular piton. Sebab cadangan makanan aman selama 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Ahok juga mengatakan bahwa banyak komisaris BUMN berasal dari titipan menteri. Padahal Ahok sendiri juga titipan. Titipan presiden, eh, titipan Tuhan. Bukankah memang harta dan jabatan adalah titipan ilahi yang kelak akan diambil pada waktunya?
Lebih jauh lagi, Ahok beranggapan Kementerian BUMN sebaiknya dibubarkan saja. Wow. Indonesia memang butuh orang seperti Ahok. Melawan kezaliman tanpa pandang bulu. Walaupun dapat kerjaan dari Kementerian BUMN, kalau kementeriannya nggak bener, disikat juga.
Kisah Ahok ini bakalan seperti Musa yang menggugat Firaun. Firaun mengangkat bayi Musa sebagai anaknya. Ketika sudah besar, Musa menumbangkan Firaun beserta jajaran tukang sihirnya. Kebetulan yang dihadapi juga sama: ular.
Namun, sebelum kisah epik itu terjadi, Ahok mesti memastikan dirinya tidak kembali tersandung tongkatnya sendiri. Mungkin Ahok merasa dimusuhi oleh golongan tertentu. Namun, Ahok harus lebih bersabar dan kontrol lisan lagi.
ADVERTISEMENT
Dalam video, Ahok menyebut kata kadrun. Yang artinya adalah kadal gurun. Kadrun sendiri biasanya digunakan oleh buzzer untuk melabeli kelompok yang berseberangan kompas politik. Seyogianya Ahok tidak main pakai cara yang sama dengan buzzer. Sebab mana mungkin seorang komut di-brief oleh kakak pembina.
Julukan kadrun bisa jadi rasis bagi sebagian golongan. Padahal Presiden Jokowi sudah melarang labeling cebong-kampret. Ya bukan berarti panggilan kadrun dibolehkan, bos. (NB: Lutfi Agizal, tolong urus kata kadrun.)
Kembalinya Ahok setelah tragedi Monas, diharapkan punya nilai tambal. Ahok tetap harus tegas, tetapi jangan sampai kepeleset lidah lagi. Nanti kerjanya jadi nggak fokus kalau ada aksi damai reborn.
Ahok tidak perlu meniru Imam Supriadi yang marah-marah di video tanpa melampirkan bukti dan memproses kasus sesuai jalur resmi. Jika Ahok tidak mau ada kegaduhan di negeri ini lagi, rakyat pun sama. Mungkin drama heroik macam ini yang diinginkan rakyat, tetapi yang sebenarnya dibutuhkan rakyat adalah BUMN yang sehat.
ADVERTISEMENT
Sebagai komisaris yang punya kontak menteri, bahkan presiden, Ahok bisa melaporkan masalahnya kepada atasannya. Jika Ahok sang komut kecewa dengan fenomena direksi BUMN yang dibongkar-pasang tanpa melibatkannya, bisa jadi Menteri BUMN juga merasakan hal yang sama ketika bawahannya berkata buruk di media tentang area pekerjaannya tanpa sepengetahuan.
Mungkin Erick Thohir harus mengutip slogan restoran Padang dengan sedikit modifikasi, “Jika Anda puas, lekas viralkan. Jika Anda kecewa, lekas beri tahu kami. Jangan kebalik.”