Begini Kata Kepala Balai TNGR dan FMI Mengenai Blacklist Pendaki Gunung Rinjani

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
13 November 2020 16:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua pendaki mancanegara di Gunung Rinjani. Juli 2013. Foto: Har;ley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Dua pendaki mancanegara di Gunung Rinjani. Juli 2013. Foto: Har;ley Sastha
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, karena melanggar aturan, ribuan pendaki masuk daftar blaclist tidak boleh mendaki gunung Rinjani selama dua tahun. Kabar ini seketika menggemparkan media sosial pendakian beberapa hari belakangan.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan adalah overtime atau melebihi batas waktu pendakian yang diizinkan pada masa pandemi COVID-19, lebih dari 2 hari 1 malam. Juga, tidak melakukan chekout dan membawa turun sampah dari gunung.
Sejak pendakian dibuka kembali, pada 22 Agustus 2020, dengan aturan tambahan penerapan protokol kesehatan pendakian dimasa pandemi COVID-19, menurut Kepala Balai Taman Nasional (TN) Gunung Rinjani, Dedy Asriady, hingga September lalu, setidaknya, tercatat 3.794 orang telah mendaki gunung yang mempunyai ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini.
“Namun, sayang, masih banyak pendaki yang melanggar SOP Pendakian yang sudah ditetapkan oleh pengelola. Seperti, aturan pendakian di masa pandemi COVID-19. Karenanya, mereka kami beri sangsi berat. Blacklist tidak dapat mendaki gunung Rinjani selama dua tahun,” kata Dedy.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu, Balai TN Gunung Rinjani pun merilis 1.906 nama yang masuk dalam daftar blacklist tersebut. Salah satunya, publik figure Fiersa Basari, yang ketika ketika itu, mendaki Rinjani untjk keperluan pembuatan conten channel youtubenya.Dalam pengakuannya, fiersa juga melakukan double booking untuk menyiasati aturan ini.
Mengenai aturan pendakian 2 hari 1 malam, berlaku secara nasional untuk gunung-gunung di kawasan konservasi. Dan itu sudah diumumkan jauh hari. Memang, seharusnya setiap calon pendaki sudah mengetahuinya dan mematuhinya serta megngikuti aturan tersebut.
Aturan pendakian di masa pandemi juga akan selalu dievaluasi dengan melihat perkembangan dilapangan dan situasi pandemi COVID-19. Jadi, itu berlaku sementara. Jadi, sebagai pendaki, seharusnya dapat menyesuaikan sesuai dengan kemampuan dan mempersiapkan fisik, mental, perlengkapan serta logistik dengan baik.
Salah satu sudur Danau Segaar Anak, 2012 Foto: Harley Sastha.
Aturan Blacklist Sudah Ada Sejak 2018
ADVERTISEMENT
Menurut Dedy, aturan mengenai sangsi blacklist sudah ada sejak 2018 yang diatur dalam standar operasional prosedur (SOP) pendakian di kawasan taman nasional. Kemudian, diperbaharui melalui Surat Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Nomor: SK.01/D3/T39/TUKSA/07/2020 tentang Revisi SOP Pendakian.
“Jadi sudah sesuai dengan SOP. Dan ini agar ada efek jera kepada mereka yang melanggar. Bukan semata-mata aturan dimasa pandemi COVID-19 saja. Semua pelanggaran SOP Pendakian rinjani ada sansinya. Salah satunya blacklist pendaki,” ungkap Dedy.
Kegiatan pendakian atau wisata ilegal di kawasan TN Gunung Rinjani melalui jalur tidak resmi dan pada waktu yang tidak diizinkan, termasuk overtime atau melebihi waktu yang ditentukan, merupakan bagian dari pelanggaran berat.
Setelah lewat dari pukul 17.00 WITA, sebagian pendaki tidak ada petugas saat chekout. Mengenai hal ini, Dedy mengatakan, sampai jam lima sore, pasti ada petugas.
ADVERTISEMENT
“Sesuai SOP yang disepakati, ditunggu sampai jam lima sore. Kalau misalnya lewat jam tersebut, konfirmasi ke nomor kontal atau call center yang ada di setiap gerbang masuk resmi jalur pendakian. Jadi, walau bagaimanapun, kan pendaki harus tetap chekout. Seperti membawa turun dan melaporkan sampah dari pendakiannya. Nah, gunanya petugas dan chekout, salah satunya seperti itu,” kata Dedy.
Satu orang petugas kan tidak mungkin berjaga 1x24 jam. Tetapi, petugas jaga di pos selalu ada. Jadi konfirmasi tetap. Kalau misalnya lewat, harus klarifikasi. Misalnya, karena sakit dan lainnya. Nanti, petugas akan lihat, apakah karena kakinya terkilir, sehingga memperlambat pergerakan. Pasti akan diketahui, begitu sampai pos untuk chekout.
“Jadi, walaupun lewat dari jam lima sore, petugas jaga malam selalu ada. Intinya, tetap konfirmasi kalau sekiranya kemunkinan terlambat turun sampai di pos. Klarifikasi, kalau sakit atau terjadi kecelakaan. Kita manusiawi kok. Kadang-kadang teman-teman pendaki tidak mau menunggu begitu di pos tidak ada orang. Karena, mungkin saat itu petugas jaga sedang sholat atau keluar sebentar untuk makan. Ini kan namanya jaga malam. Itu sebabnya perlu konfirmasi pada call center atau nomor kontak di setiap pintu masuk pendakian. Nanti admin akan membantu petugas untuk pendaki melakukan chekout dan mendata jumlah sampah,” lanjut Dedy.
ADVERTISEMENT
Mengatur Kuota Pendaki
Gerbang kantor dan pos Resor Sembalun, TNGR. yang baru. Foto: Balai TNGR
Regulasi soal kuota, pembatasan waktu pendakian dan persyaratan lain terkait pandemi COVID-19 merupakan salah satu respons terhadap situasi terkini yang sedang kita hadapi bersama. Pandemi COVID-19 menuntut kita untuk meningkatkan disiplin diri, termasuk membatasi pergerakan. Sehingga turut membantu pengurangan penyebaran virus corona.
Terkait daftar hitam pendaki di TN Gunung Rinjani, Ketua Harian PB Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) Rahmat Abbas, mengatakan, hal tersebut harus dimaknai secara jernih oleh para pihak, khususnya pendaki gunung dengan menimbang sisi positif dan negatif dari aspek lingkungan (konservasi) dan diri pendaki.
“Tujuan pembatasan untuk mangatur kuota pendaki, sehingga tidak menimbulkan kerumunan di jalur pendakian atau lokasi beristirahat (basecamp, lokasi berkemah/menginap/beristirahat). Hal ini penting untuk mengurangi resiko penyebaran COVID-19. Di sisi lain juga mengurangi beban alam agar tetap dapat memberikan manfaat secara optimal bagi manusia,” kata Abbas.
Tiga pendaki dari mancanegara saat mendaki Gunung Rinjani (2015). Foto: Harley Sastha
Menurut pria asli Lombok, Nusa Tenggara Barat, COVID-19 yang terjadi dalam skala global ini belum diketahui kapan berakhirnya. Pendaki dalam hal ini juga harus disiplin menjalankan protokol kesehatan (dalam hal ini menghindari kerumunan), memberi edukasi dan contoh yang baik bagi masyarakat. Artinya pendaki jangan melanggar aturan, apalagi mengakali aturan yang sudah ada dan bertujuan baik ini. Tentu harapan ke depannya pandemi cepat berakhir dan situasi pendakian gunung kembali normal seperti sebelum pandemi.
ADVERTISEMENT
Pendakian gunung dalam konteks pariwisata penting untuk menggerakkan ekonomi, namuni aspek pelestatian lingkungan juga tidak kalah penting dalam menunjang keberlanjutan kehidupan.