Konten dari Pengguna

Benarkah Rinjani Akan Ditetapkan sebagai Pendakian Kelas Dunia?

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
17 April 2021 8:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga pendaki mancanegara saat mendaki Gunung Rinjani, dengan latar belakang Danau Segara Anak. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Tiga pendaki mancanegara saat mendaki Gunung Rinjani, dengan latar belakang Danau Segara Anak. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Pertanyaan yang menggelitik sekaligus cambuk untuk pengelola dan stakeholder terkait serta bagi pendaki dan semua pelaku wisata pendakian di Indonesia. Mungkinkah akan terwujud?
ADVERTISEMENT
Seiring perkembangan aktivitas wisata pendakian gunung yang semakin marak, diakui ataupun tidak, telah berimbas pada alam gunung dan pegunungan itu sendiri serta masyarakat sekitarnya. Baik itu positif maupun yang negatif.
Perilaku sebagian pendaki yang tidak bijak dan bertanggung jawab, terlihat pada kerusakan jalur pendakian, areal berkemah, sampah yang ditinggalkan, vandalisme pada lingkungan serta sarana dan prasarana. Belum lagi tingkat kecelakaan, mulai ringan hingga tersesat dan hilangnya nyawa, akibat kurangnya pengetahuan dan persiapan.
Positifnya, perekonomian masyarakat sekitar gunung dan pegunungan yang menjadi destinasi wisata pendakian berkembang. Mulai dari penyediaan jasa warung makanan dan minuman, perlengkapan dan peralatan pendakian, penginapan, transportasi, tenaga pemandu lokal, serta porter, dan lain-lain.
Seorang pendaki saat turun dari puncak Rinjani. Foto: Harley Sastha
Apakah pendakian kelas dunia itu karena para pendakinya didominasi dari mancanegara? Pada dasarnya pendakian kelas dunia adalah aman dan nyaman serta lestari dan berkelanjutan serta memberi manfaat pada masyarakat sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, Indonesia sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) 8748:2019 Pengelolaan Pendakian Gunung, yang telah ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia, pada tahun 2019. Guna memfasilitasi para pengelola pendakian gunung dalam mewujudkan kegiatan pendakian yang aman, serasi, dan selaras dengan alam. Juga dapat meminimalisir potensi kecelakaan pendaki saat melakukan pendakian.
Setidaknya, ada beberapa kriteria dan persyaratan dalam pengelolaan pendakian gunung. Nah, faktor 4K (Keselamatan, Keamanan, Ketertiban, dan Kenyamanan) menjadi bagiannya. Mulai dari persiapan pendakian, pelaksanaan pendakian, hingga keberlanjutan pendakian.
Sarasehan Pengelolaan Pendakian Gunung Kelas Dunia
“Saya ingin, Rinjani dalam pengelolaannya harus menjadi bagian kelas dunia. Jadi, jika mengambil contoh pengelolaan pendakian gunung kelas dunia, tidak ada lagi yang mengatakan Kinabalu atau Kilimanjaro. Tetapi, akan dengan bangga mengatakan TN Gunung Rinjani,” ungkap Kepala Balai Taman Nasional (TN) Gunung Rinjani, Dedy Asriady, beberapa waktu lalu di Sembalun.
Desa Tete Batu dengan latar belakang kawasan Gunung Rinjani. Foto: Fathul Rakhman.
Untuk mewujudkannya, Balai TN Gunung Rinjani pun berinisiatif membuat pertemuan dengan beberapa pengelola pendakian gunung di Indonesia, khususnya dalam lingkup Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), stakeholder terkait, organisasi mountaineering, dan para pelaku wisata pendakian gunung, pada 31 Maret–2 April 2021 di Resort Sembalun, Balai TN Gunung Rinjani.
ADVERTISEMENT
"Bersama dengan stakeholder lainnya, Balai TN Gunung Rinjani, akan menguatkan posisi Rinjani, sebagai destinasi dan pengelolaan pendakian yang mempunyai nama di kancah nasional dan internasional," pungkas Dedy kepada saya di Desa Sembalun, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur.
Para narasumber Sarasehan Pengelolaan Pendakian Gunung Kelas Dunia. Foto: Asep Wahyudin.
Sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia diadakan bertepatan acara Rinjani Begawe Festival dan pembukaan kembali aktivitas pendakian enam jalur resmi pendakian di TN Gunung Rinjani dengan menerapkan protokol kesehatan pendakian gunung di masa pandemi COVID-19.
Menurut Dedy, bentang dan lanskap alam gunung Rinjani, tercipta secara alamiah. Sehingga, membuat beberapa tempat dalam kawasan ini menjadi menarik. Aktivitas wisata pendakian gunung merupakan pilihan utama bagi wisatawan yang berkunjung ke TN Gunung Rinjani. Baik wisatawan lokal, maupun mancanegara.
ADVERTISEMENT
“Rinjani akan menjadi pilot project untuk pengelolaan pendakian kelas dunia. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kawasan kami akan menjadi percontohannya,” tegasnya.
Apa yang dikatakan Dedy, diamini oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah, membuka secara langsung Rinjani Begawe Festival dan Sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia. Menurutnya, Rinjani akan jadi prioritas. Karena, Lombok, khususnya Mandalika, termasuk super prioritas destinasi.
"Jadi, Rinjani harus bisa mewujudkan itu. Menjadi pilot project untuk pendakian kelas dunia," pungkasnya.
Gunung Rinjani dengan masyarakat Lombok memang bagian yang tidak terpisahkan. Seperti menjadi salah satu pusat kehidupan Pulau Lombok. Hampir sebagian besar masyarakat di pulau ini, bergantung pada gunung Rinjani.
“Segala aktivitas ekonomi, seni, sosial dan budaya masyarakat Lombok, masih identik dengan gunung Rinjani,” tambah Dedy.
Gunung Rinjani dilihat dari puncak Lembah Gedong - satu dari tujuh puncak tertinggi Senbalun. Foto: Harley sastha
Menariknya, dengan dengan diresmikannya jalur pendakian Torean dan Tete Batu, mulai 1 April 2021, TN Gunung Rinjani mempunyai enam jalur pendakian resmi. Empat jalur pendakian lainnya yaitu: Sembalun, Senaru, Aik Berik, dan Timbanuh.
ADVERTISEMENT
Taman Nasional Gunung Rinjani tidak berdiri sendiri. Bersama kawasan sekitarnya, telah ditetapkan sebagai bagian dari jaringan geopark dunia, yaitu: Unesco Global Geopark Rinjani Lombok (GGRL), Cagar Biosefer, dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan Destinasi Pariwisata Super Prioritas.
Minat pengunjung ke TN Gunung Rinjani masih cukup tinggi. Animonya setiap tahun terus mengalami peningkatan. Setidaknya, dalam lima tahun terakhir, jumlah kunjungan rata-rata meningkat sebesar sekitar 50,11 persen.
Menurut Dedy, walaupun Indonesia telah memiliki standar kualifikasi pengelolaan pendakian gunung SNI 8748:2019, masih tetap memerlukan standar pendakian yang dapat memastikan pengelolaan destinasi pendakian Indonesia bertaraf internasional.
“Ini perlu, untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengunjung serta pengelola dan masyarakat sekitar. Sehingga terwujudnya ‘zero waste’ dan ‘zero accident’ di jalur wisata pendakian. Itulah sebabnya, kami menginisiasi kegiatan sarasehan pengelolaan pendakian kelas dunia,” pungkas Dedy.
ADVERTISEMENT
Dedi juga menambahkan, standar kualifikasi pengelolaan pendakian kelas dunia yang tersusun dalam kegiatan ini, akan kami terapkan di kawasan TN Gunung Rinjani.
Pendaki saat menyusuri punggungan menuju puncak Lembah Gedong dengan latar belakang gunung Rinjani. Foto: Harley sastha
Sedangkan Ketua Harian Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) Rahmat Abbas, mengatakan, pengelolaan pendakian gunung Rinjani berkelas dunia?, rada rumit diterjemahkan karena interpretasinya begitu luas dan tentu diskusinya bisa kemana-mana.
"Beberapa pertanyaan pasti dijumpai berulang-ulang, seperti: bagaimana sih pengelolaan pendakian berkelas dunia? Apa saja indikator yang harus dipenuhi? Apa ukuran yang dipakai? Dimana contoh success story nya? Dan lain sebagainya, termasuk juga pertanyaan apakah pendakian berkelas dunia akan mewujudkan konservasi Rinjani? Apakah pengelolaan pendakian berkelas dunia akan melancarkan pelaksanaan wisata petualangan? Apakah pendakian berkelas dunia akan membawa masyarakat sekitar terutama yang berada di lingkar Rinjani sejahtera?," pungkas pria yang juga asli Lombok ini tegas.
ADVERTISEMENT
"Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dengan aksi nyata dan bersama untuk mewujudkan Pengelolaan pendakian Gunung Rinjani berkelas dunia tersebut. Terlebih sebelumnya TNGR pernah memperoleh penghargaan 'juara dunia' yang tentu suka tidak suka bisa menjadi beban atau tantangan untuk dapat tetap mempertahankannya, bahkan meningkatkan kualitas pengelolaannya," tambah Abbas.
Pengelola harus dapat 'mengintegrasikan' banyak kepentingan stakeholder sehingga secara konservasi terpenuhi, kegiatan wisata dan petualangan berjalan baik, dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Dalam pelaksanaannya diperlukan kerja keras dalam kerangka pemahaman dan visi yang sama oleh seluruh stakeholder. Tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi hal ini harus di mulai dan digiatkan kembali.
Kata kunci yang harus dipahami bersama adalah konservasi kawasan Rinjani yang tidak boleh di tawar karena merupakan jantung kehidupan masyarakat, khususnya Pulau Lombok. Kegiatan pengelolaan pendakian berkelas dunia atau pengembangan kegiatan pariwisata karena Rinjani dikaruniai pesona alam dan budaya yang indah adalah alat atau wahana untuk mewujudkan konservasi tersebut.
Dua pendaki mancanegara di Gunung Rinjani. Foto: Har;ley Sastha
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Nandang Prihadi, mengatakan, harmonisasi alam dan budaya di kawasan Rinjani yang telah diwariskan dapat terus terjaga. “Karena, ini juga akan menunjang pendakian Gunung Rinjani yang berkelas dunia tanpa meninggalkan nilai-nilai budayanya,” kata Nandang.
ADVERTISEMENT
Nandang juga mengajak para pendaki menjadi pendaki yang bijak dan cerdas serta santun terhadap alam dan adat budaya setempat.
“Pendakian adalah wisata minat khusus yang tidak bisa disamakan prosedurnya dengan wisata yang lainnya, artinya tidak semua orang bisa melakukan kegiatan pendakian," tambah Nandang.
Sebelum ditutup, Sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia, berhasil merumuskan sejumlah simpulan:
1. Tindak lanjut dari kegiatan sarasehan pengelolaan pendakian kelas dunia adalah penyusunan pedoman standar pengelolaan pendakian kelas dunia yang berkelanjutan.
2. Mengusulkan Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Merbabu dan Taman Nasional Gunung Ciremai kepada Direktur Jendera KSDAE sebagai site pilot project pendakian kelas dunia berkelanjutan.
Salah satu suasana sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia. Foto: Balai TN Gunung Rinjani.
3. Mengusulkan pembentukan tim kerja yang terdiri dari Indecoon, FMI, APGI, Direktorat PJLHK, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Ciremai, Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru, BKSDA Kalimatan Barat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sektor pariwisata, akademisi, LSM dan stakeholder terkait lainnya untuk menyusun pedoman pendakian kelas dunia yang berkelanjutan yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal KSDAE Kementerian LHK.
ADVERTISEMENT
4. Bersama-sama mendorong proses peningkatan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pendakian kelas dunia yang berkelanjutan.
Setelah mengikuti sarasehan selama dua hari dan melihat perkembangan dunia pendakian hingga saat ini, saya kembali kepada pertanyaan awal. Mungkinkah Pengelolaan Pendakian Gunung di Indonesia, khususnya gunung Rinjani dapat mencapai kelas dunia atau bertaraf internasional?