Cerita Frankenstein yang Lahir dari Letusan Gunung Tambora pada 10-11 April 1815

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
14 April 2020 16:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Frakeinstein. Yotuber Club Hostorias
zoom-in-whitePerbesar
Frakeinstein. Yotuber Club Hostorias
ADVERTISEMENT
Siapa yang menyangka, jika, salah satu karya besar dunia novel fiksi ‘Frankenstein’ yang lahir dua abad lalu, terkait dengan letusan hebat Gunung Tambora di jazirah Sanggar, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, pada 10-11 April 1815, berdampak global.
ADVERTISEMENT
Letusan maha dahsyat Gunung Tambora, dampaknya menembus batas benua serta mempengaruhi kehidupan dan peradaban di berbagai belahan bumi. Bahkan, iklim dunia pun mengalami anomali. Setidaknya, hingga tiga tahun usai gelegarnya sang gunung api dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, bagi dunia hidup itu artinya lapar.
Hampir semua kehidupan kehidupan rata dan musnah akibat letusan Gunung Tambora yang sangat hebat saat itu. Selama beberapa hari, terjadi kegelapan total. Menurut Charles Lyell, seorang ahli Geologi, di Jawa menjadi sangat gelap. Menurutnya, belum pernah ia menyaksikan gelap yang setara dengan seperti yang terjadi saat itu.
Berton-ton abu vulkanik akibat letusan Gunung Tambora, membubung tinggi hingga lapisan stratosfer. Kemudian, selama beberapa tahun beredar menghalangi sinar matahari hingga suhu permukaan di bumi secara global turun beberapa derajat.
ADVERTISEMENT
Usai letusannya, 1815 sampai 1818, diberbagai belahan dunia terjadi cuaca yang tidak biasanya. Mendadak dan lebih ekstrem. Perubahan suhu dan curah hujan yang tidak semestinya. Sehingga terjadilah gagal panen. Kelangkaan pangan dan harga yang tinggi serta wabah penyakit menular. Beberapa bulan usai letusan Gunung Tambora, dikabarkan langit Eropa menjadi merah gelap.
Seorang pendaki berada di gigiran kaldera raksasa Gunung Tambora. Foto; Harley Sastha
Gillen D’Arcy Wood, profesor sastra Inggris dari University of Illinois, Urbana-Champaign, yang banyak menulis tentang sejarah budaya dan lingkungan sekitar abad sembilan belas, menceritakan, diseluruh dunia, pada 1816, telah terjadi gagal panen. Hal tersebut berlangsung hingga tahun berikutnya. Bersamaan dengan itu, pangan menjadi langka di mana-mana. Roti dan beras yang menjadi makanan pokok dunia, harganya sangat melonjak tinggi.
ADVERTISEMENT
Cuaca Buruk di Danau Genewa
Suhu udara menjadi lebih dingin dari biasanya. Tidak ada yang namanya musim panas. Salju dan hujan turun terus lebih panjang. Situasi demikian tersebut, membuat New England memberinya julukan tahun 1816 tersebut dengan sebutan Tahun Tanpa Musim Panas atau Year Without Summer atau Seribu Delapan Ratus Mati Beku. Sedangkan, orang-orang Jerman pada 1817, menyebutnya Tahun Pengemis. Menjadikan salah satu peristiwa kelaparan terburuk yang pernah melanda benua biru.
Musim panas pada 1816 di Eropa tidak pernah terjadi. Sebaliknya, salju justru turun turun terus menerus. Gelap, salju, hujan, basah dan dingin. Menjadikan tahun tersebut sebagai salah satu yang terdingin dalam sejarah. Tidak ada yang namanya bulan-bulan musim panas. Langit gelap dan langit di Eropa, rona warnanya menjadi aneh.
Mary Shelley by Richard Rothwell (1840–41). Sumber Wikipedia
Dikisahkan, Mary Godwin yang saat itu berusia 18 tahun, pergi dari London, Inggris menjelang liburan musim panas, pada April 1816, bersama kekasih Percy Sheley di Danau Genewa, Italy. Ia tidak hanya berdua, bersamanya turut serta, sang adik tiri yang bernama Claire Clairemont. Satu pekan sebelumnya, seorang penyair terkenal Lord Byron yang juga kekasih Claire, sudah lebih dulu ada di Genewa.
ADVERTISEMENT
Saat berada di Genewa, Mary dan yang lainnya merasakan cuaca benar-benar buruk saat itu. Hingga terjadi terjadi bencana banjir dan kelaparan. Hal tersebut, membuat para pelancong tidak bisa pergi ke mana-mana. Termasuk dengan Mary dan kawan-kawannya. Mereka akhirnya hanya menghabiskan waktu bercengkerama dan berdiskusi di vila yang sudah disewa Lord Byron yang berada di pinggir Danau Genewa. Bersama dengan mereka turut serta John William Polidori, dokter pribadi Lord Byron.
Cover nover Frakeinstein. karya Mary Shelley Sumber: Wikipedia
Menurut Gillen D’Arcy Wood, pada Juni 1816 Byron dan Percy Shelley sempat berjalan kaki selama seminggu di pegunungan Alpen, Swiss. Dalam perjalanan singkat tersebut, mereka sempat mengomentari anak-anak di pedesaan yang dilaluinya. Menurut mereka, anak-anak tersebut fisiknya terlihat tidak lazim. Rusak dan berpenyakit. Sebagian besarnya tampak membungkuk dengan leher membesar.
ADVERTISEMENT
Suasana pedesaan di Eropa saat itu digambarkan sangat menyedihkan. Terpuruk, layaknya negeri mayat hidup. Penduduknya terlihat pucat, seperti mayat, tetapi hidup. Mary dan kawan-kawannya menyaksikan semua itu secara langsung.
Suatu hari, saat mereka sedang berdiskusi mengenai situasi yang terjadi saat itu, Byron mempunyai ide melakukan semacam tantangan untuk menulis cerita horor atau mistis.
Mimpi Buruk yang Menginspirasi
Pada waktu itu, saat sedang tidur, Mary bermimpi bertemu dengan makhluk yang menyeramkan. Ia mengatakan, dalam mimpinya tersebut sosok hantu tersebut seperti pria tinggi besar yang sedang terbaring. Kemudian, makhluk mengerikan tersebut bangun, membuka matanya. Berdiri disamping tempat tidurnya, lalu membuka gorden. Matanya yang kuning dan terlihat berair, menatap dirinya.
Frakeinstein. Sumber Pixabay
Kemudian, Mary, terbangun dari tidurnya. Mengingat kembali mimpi yang dialaminya. Lalu, tercetuslah dalam pikirannya, menurutnya, apa yang membuat dirinya takut juga akan membuat orang lain takut. Setelahnya, Mary menuliskan semua yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut.
ADVERTISEMENT
Mary menceritakan mengenai mimpinya kepada Byron dan teman-temannya. Byron terlihat sangat tertarik dengan cerita Mary. Lalu, mereka membantu Mary untuk mengembangkan cerita tersebut menjadi kisah fiksi dengan latar belakang situasi yang terjadi pada saat itu. Memerlukan waktu sekitar dua tahun sampai cerita tersebut selesai.
Mengingat waktu itu Mary masih sangat muda dan belum dikenal dan atas beberapa pertimbangan lainnya, dengan bantuan Byron diterbitkanlah novel bergenre mistis dan fiksi ilmiah berjudul Frankenstein; or The Modern Prometheus, di London, Inggris, pada 1 Januari 1818, dengan Lord Byron tercantum sebagai penulisnya–alasannya, nama Lord Byron sebagai seorang penyair sudah sangat dikenal di Eropa.
Salah satu adegan fiml Frakeinstein (1931). Youtube Movieclips
Setelah mendapat apresiasi dan sambutan yang luas dari masyarakat Eropa, pada 1831, Frankenstein, kemudian diterbitkan ulang dengan mencantumkan nama Mary Shelley sebagai penulisnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Frankenstein atau Dr. Victor Frankenstein, menjadi salah satu ikonik cerita berlatar belakang horor yang melegenda hingga kini. Menjadi inspirasi untuk lahirnya karya-karya lain tentang Frankenstein. Seni teater, pementasan drama, film, komik dan lain-lain.
Walaupun merupakan kisah fiksi, tetapi, melalui Novel Frankenstein, setidaknya Mary dapat menggambarkan suasana Eropa yang gelap dan terpuruk saat itu. Usai erupsi hebat Gunung Tambora di Semenanjung Sanggar.