Cerita Kepulauan Seribu yang Terkunci Saat PSBB di Masa Pandemik Virus Corona

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
17 Mei 2020 16:43 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kawasan Wisata Edukasi Mangrove, TN Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka, Sebelum Terjadinya Pandemi Corona. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan Wisata Edukasi Mangrove, TN Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka, Sebelum Terjadinya Pandemi Corona. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
ADVERTISEMENT
“Untuk Kami, orang pulau, yang jauh dari ‘daratan’ (Jakarta) terasa banget dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini. Benar-benar terkunci atau ‘lockdown’. Tidak dapat ke mana-mana. Apalagi transportasi kapal penyeberangan untuk mengangkut penumpang disetop. Otomatis aktivitas kami hanya di pulau saja. Bahkan, untuk nyebrang dari Pulau Pramuka, tempat saya tinggal ke pulau tetangga juga tidak boleh,” cerita Jidek, warga Pulau Pramuka yang juga seorang pelaku wisata, melalui sambungan telepon, pertengahan Mei kemarin.
ADVERTISEMENT
Dampak pandemi virus corona yang hingga kini masih terjadi, memang telah banyak mempengaruhi semua aspek kehidupan. Tidak terkecuali di Kabupaten Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta, sebagai zona merah, salah satu pusat epicentrum virus corona di Indonesia, membuat kabupaten yang di dalamnya terdapat Taman Nasional (TN) Kepulauan Seribu, ikut terdampak.
Melihat kecantikan senja saat matahari terbenam dai wisata jembatan Mangrove, TN Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka., Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia.
Untuk mencegah penyebaran virus corona, akses kunjungan warga dari pulau maupun keluar Kepulauan Seribu di tutup sementara waktu, sejak 20 Maret 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan. Kalau melihat waktu hingga saat ini, 17 Mei 2020, artinya sudah dua bulan. Ini berlaku untuk semua kapal, dari pelabuhan Kaliadem, Muara Angke dan Marina, Ancol.
Kepala Balai TN Kepulauan Seribu, Badiah, mengatakan, pihaknya juga telah mengeluarkan surat keputupan mengenai penutupan sementara semua aktivitas di dalam taman nasional, sementara waktu, sejak 15 Maret 2020 hingga batas waktu yang akan diinformasikan kemudian.
ADVERTISEMENT
Gugus Tugas Pulau Aman
Jidek menceritakan, setiap pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu, telah dibentuk yang namanya Gugus Tugas Pulau Aman, yang ketua dan para anggotanya, warga masing-masing pulau pemukiman di Kepulauan Seribu. Mereka mengontrol rutinitas keluar masuk kapal.
Ilustrasi VIrus Corona. Sumber: pixabay
Jadi, hanya kapal pengangkut sembako, yang hanya diperbolehkan keluar masuk pulau ke ‘daratan’. Bahkan, pedagang sembako pun di usahakan memesannya melalui online di pasar ‘daratan. Lalu, dikirim dengan kapal.
Keluar masuk pulau itu sangat susah. Kalau ada kepentingan urgen bisa keluar ke ‘daratan’, tetapi belum tentu bisa masuk lagi ke pulau. Bukan hanya itu, orang keluar masuk antar pulau di Kepulauan Seribu, juga susah. Seperti, orang dari Pulau Tidung tidak boleh masuk ke Pulau Pramuka. Begitu pun sebaliknya.
ADVERTISEMENT
“Jadi, penduduk masing-masing pulau, membentengi dirinya sendiri. Karena kasus terakhir, ada orang yang tanpa gejala (OTG). Itulah yang menjadi alasan, kenapa kami me-lockdown diri. Dengan kata lain menutup diri,” cerita Jidek.
Menurutnya, hal tersebut muncul dari inisiatif penduduk sendiri dengan dukungan tim gugus tugas. Apalagi, beberapa waktu lalu, warga Pulau Tidung, beberapa orang ada yang positif, dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid 19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.
Alhamdulillah, mereka sekarang sudah sembuh dan kembali lagi ke pulau. Namun, berdasarkan informasi terakhir, hingga 12 Meri 2020, masih ada 5 warga Kepulauan Seribu, yang sedang menjalani karantina di Wisma Atlet Kemayoran dan 1 orang di rumah sakit umum.
Selain itu, untuk mengantisipasi, di Kepulauan Seribu, juga terdapat bangunan yang difungsikan sebagai tempat karantina. Menurut Jidek, untuk di Pulau Panggang menggunakan gedung Karang Taruna. Sedangkan di Pulau Pramuka, yang digunakan gedung SMA 69 Jakarta.
Suasana di Depan Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada Masa Pandemi VIrus Corona. Lebih Lengang Dari Biasanya. Foto: Jidek
Selama PSBB ini, rutinitas dan mobilitas penduduk pulau itu benar-benar sangat dibatasi. Mereka, khawatir, kalau dibebaskan keluar masuk untuk mengurus keperluan, begitu kembali ke pulau, tidak ada yang tahu, jika orang tersebut pulang dari zona merah.
ADVERTISEMENT
Melanggar PSBB Diceburkan ke Laut
“Kalaupun ada yang melanggar, biasanya orang tersebut, akan dikarantina, atau diminta untuk isolasi mandiri. Bahkan, diceburkan ke laut, sebelum masuk ke pulau. Jadi, dipaksa berendam di laut,” lanjut Jidek.
Hukuman tersebut, benar-benar diberlakukan, agar orang-orang kapok dan tidak melanggar. Seperti, beberapa waktu lalu, di Pulau Pramuka, ada yang bandel dan ketahuan. Akhirnya, begitu baru sampai, langsung disemprot dengan menggunakan disinfektan, dikasih surat teguran dan terakhir disuruh nyebur ke laut. Ini supaya ada efek jera.
Suasana Salah Satu Dermaga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Saat Pandemi Virus Corona. Lebih Lengang dari Biasanya. Foto: Jidek
Mengenai Ekonomi, dari bantuan pemerintah dan masyarakat luar pulau dan berbagai lembaga, menurut Jidek, sudah cukup banyak berdatangan. Mulai dari masker hingga kebutuhan sembako, itu sudah ada.
Adanya pembatasan sosial, bagi masyarakat yang jarang ke luar masuk pulau ke ‘daratan’ dan sebaliknya, memang sudah biasa. Namun, bagi mereka yang mobilitas ekonominya sering berurusan dengan daratan, menjadi sangat terganggu sekali. Karena, tidak adanya akses keluar masuk dengan bebas.
ADVERTISEMENT
Gugus tugas setiap hari: pagi, siang dan sore, selalu patroli. Sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh Bupati Kepulauan Seribu, mengenai jam malam. Jadi, lewat jam tujuh malam, tidak boleh ada warga keluyuran dan kumpul-kumpul.
Selama Masa Pandemi Virus Corona dan Pemberlakuan PSBB, Masyarakat Kepulauan Seribu Lebih Banak Beraktitifas di Rumah. Foto: Jidek
Aktivitas masyarakat, setiap harinya kebanyakan di rumah. Kalau pun ada yang keluar, sesuai peraturan, wajib pakai masker. Kalau ketahuan tidak menggunakan, akan langsung ditegur. Jadi, warga yang hanya beraktifitas di wilayah pulaunya masing-masing di mana mereka tinggal.
Kalau nelayan masih dapat beraktifitas seperti biasanya. Karena, begitu memancing di laut, mereka tidak akan ke mana-mana lagi. Tidak mungkin dapat menyandar ke pulau lain. Bahkan, nelayan-nelayan dari luar Kepulauan Seribu, seperti dari Indramayu dan Rawa Saban pun tidak bisa menyandar. Meraka akan ditolak. Setiap dermaga di pulau-pulau dijaga. Akan ketahuan, kalau ada kapal dari luar. Kelihan dari ciri dan jenis kapalnya.
ADVERTISEMENT
Dampak Ekonomi
Kalau dari sisi ekonomi, ada perubahan. Sembako dan sayur mayur harganya sedikit naik. Apalagi begitu masuk bulan Ramadhan. Itu lumayan terasa. Nelayan pancing sih aman, banyak yang dapat ikan. Tetapi, sebelumnya, beberapa waktu lalu, aksesnya susah. Karena, kapal tidak boleh sama sekali keluar masuk pulau.
Setahun Sekali Masyarakat Kepulauan Seribu Melakukan Ritual Selamatan Laut di Pulau Kelapa Dua dan Pulau Harapan. Foto: instagram.com/tnkepulauanseribu
‘”Waktu diawal-awal PSBB, sangat terasa sekali. Harga ikan semua jatuh, tidak seperti biasanya. Seperti ikan kue, harganya biasa 50 ribu, turun menjadi 30 ribu – 35 ribu per kilo. Ikan kerapu juga demikian, per harga kilonya dijual 35 ribu rupiah,” kata Jidek.
Hal yang sama juga diceritakan Badiah. Menurutnya, pihak Balai TN Kepulauan Seribu (TNKps), telah melakukan survey mengenai dampak dari pandemi ini terhadap kehidupan nelayan, perikanan dan wisata di sekitar TNKps. Melibatkan 79 masyarakat pekerja dibidang perikanan (pembeli ikan, pembudidaya ikan dan karang, penangkap dan pengolah ikan) dan 94 dibidang wisata alam (pemandu wisata, penyedia jasa catering/warung dan rumah makan, home stay/penginapan, jasa kapal snorkling, tour operator).
ADVERTISEMENT
“Pandemi ini sangat berdampak terhadap mereka,” kata Badiah.
Berdasarkan hasil survey sangat berdampak terhadap, 66.7% pada usaha jual beli ikan dan 85.7% budidaya ikan dan karang. Masing-masing sisanya, berdampak.
“Pada usaha penangkapan ikan nelayan, yang sangat berdampak mencapai 94.1% dan usaha pengolahan ikan 88.9%. Sisanya mengalami juga mengalami dampaknya,” lanjut Badiah.
Untuk harga ikan di Kepualauan Seribu, berdasarkan hasil survey Balai TNKS, beberapa jenis diantaranya: cumi-cumi yang tadinya per kili 60 ribu rupiah, turun menjadi 35 ribu rupiah. Ikan ekor kuning, dari 30 ribu rupiah per kilo, menjadi 15 ribu rupiah. Dan ikan Lamuru, dari 10 ribu rupiah, menjadi 4 ribu rupiah per kilo.
Menurut Jidek, ada satu kapal Arwana milik pemerintah dari pelabukan Kaliadem setiap harinya yang diperbolehkan keluar masuk pulau, untuk mengangkut bahan-bahan sembako. Termasuk penjualan hasil ikan nelayan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, nelayan tidak boleh ikut dalam kapal. Jadi, ikannya dimasukkan dalam box-box. Lalu, dibawa kapal menuju daratan untuk dijemput para pengepul. Pembayarannya dengan sistem transfer. Begitupun dengan belanja sayuran, menggunakan sistem yang sama.
Sebelum Pandemi Virus Corona, Snorkling Salah Satu Kegiatan yang Kerapa dilakukan Pengunjung Saaat Berada di TN Kepulauan Seribu. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Selain Arwana, ada juga kapal kayu yang berangkat dari pelabulan Rawa Saban. Tetapi, khusus membawa sembako yang akan diperjual belikan. Seperti air mineral, gas, beras dan lain-lain. Aturannya sama, sangat ketat. Kalau ketahuan membawa penumpang, ijinnya bisa langsung dicabut.
Aktifitas Wisata Alam Mati
Sebagai salah satu tujuan wisata prioritas, tentu wisata alam menjadi salah satu tulang punggung perekonomian di Kepulauan Seribu. Dan, pada masa pandemi ini, sangat terasa sekali dirasakan masyarakan disana. Khususnya yang bergantung pada wisat alam.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu pelaku wisata, menurut Jidek, dapat dikatakan kegiatan wisata alam di Kepulauan Seribu, seratus persen mati total. Sama sekali tidak ada pemasukan. Karena, selama ini memang sangat bergantung dengan itu. Jadi, begitu semuat aktifitas dihentikan, kapal-kapal disetop, otomatis semua kegiatan wisata juga terhenti. Jadi, benar-benar terasa sekali dampaknya.
“Biasanya, kalau weekend: Sabtu dan Minggu, mereka membawa tamu, alat snorkling, nge-guide dan lainnya, semuanya sudah tidak bisa lagi. Biasanya rutinitas setiap hari bawa tamu, sekaragn jadi menganggur. Akhirnya beralih kembali menjadi nelayan pancing,” kata Jidek.
Pedagan-pedagang kecil yang biasanya melayani tamu, wisatawan, termasuk yang merasakan dampaknya. Begitu masuk bulan ramadan, siang tidak ada yang jualan, karena puasa. Tetapi, malam pun juga tidak boleh buka. Kalau ada yang belanja pun, biasanya harus diantar. Jadi, yang tidak siap, akhirnya kalang kabut untuk menyiasatinya.
Susana Lengang di Salah Satu Dermaga Pulau Pramuka pada Saat Pandemi Virus Corona dan Pemberlakuan PSBB. Foto: Jidek
Para pelaku wisata di Kepulauan Seribu sangat merasakan sekali dampaknya. Banyak yang tergantun dengan wisata alam. Karena, sebelumnya memang dulu masyarakat nelayan. Kemudian dirubah menjadi kepulauan wisata, secara tidak langsung akhirny amenjadi mata pencaharian mereka.
ADVERTISEMENT
Hasil survey yang dilakukan Balai TNKps, juga mengamini apa yang diceritakan oleh Jidek. Tercatat, sangat berdampak hingga 96.4% dirasakan pada pemandu wisata alam. 88.2% terhadap usaha jasa konsumsi. Akomodasi bahkan 100% sangat berdampak. Jasa transportasi 90.9%. Tour operator 100% mati.
Strategi Masyarakat
Menurut Badiah, menghadapi masa sulit seperti ini, masyarakat berupaya untuk survive dengan melakukan berbagai strategi. Dari hasil survey, mereka yang tergantung pada wisata alam, menyiasatinya dengan cara menggunakan tabungan (47% - 92%), pinjam uang dari teman (20% - 64%), dan meminjam uang di bank (7% - 64%).
Salain dengan cara tersebut, siasat mereka yang lain di antaranya: fokus pada keramba, berdagang, beternak, cari kerja berbayar lain, berkebun, dan fokus pada pengolahan ikan. Dengan prenstase masing-masing berbeda.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan meraka yang bergantung pada bidang perikanan, untuk bertahan hidup, menyiasatinya dengan meminjam uang pada teman dan keluarga (11% - 18%), pinjam di bank (6% - 22%), menggunakan tabungan (11% - 50%), tetap menangkap ikan untuk dijual dan konsumsi keluarga (11% - 86%), cari kerja berbayar lain (33% - 43%).
Eco Lodge Pulau Macan, Salah Satu Destinasi Wisala Alam di TN Kepulauan Seribu. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia
Strategi lainnya yang dilakukan pelaku usaha perikanan: fokus keramba dan pengolahan ikan, berdagang, dan ganti target perikanan (11% – 37%).
“Letak Kepulauan Seribu yang terpisah cukup jauh dari wilayah daratan utama pulau Jawa dan ditambah dengan pemberlakukan PSBB, menyebabkan masyarakatnya teriolir. Perekonomian dan bahan pokok mereka sangat tergantung pada akses daratan pulau Jawa (khususnya Jakarta). Hal ini terlihat berdampak pada usaha kecil dibidang perikanan dan usaha wisata masyarakat,” kata Badiah.
ADVERTISEMENT
Karenanya, menurut Badiah, perlu adanya bantuan pemerintah kepada masyarakat Kepulauan Seribu. Hasil penelitian yang dilakukan pihak Balai TNKps diharapkan dapat digunakan untuk mengalokasikan bantuan yang tepat bagi masyarakat untuk saat ini maupun rencana pasca pmeulisan pasca pandemi virus corona atau Covid 19.