Harimau Sumatera dan Ancaman Jerat Sling Baja

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
1 Agustus 2019 14:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebagian jerat berupa sling baja hasil sitaan KLHK yang dipamerkan pada acara diskusi Global Tiger Day di Jakarta, Rabu, (31/7/2019). Foto: KLHK
zoom-in-whitePerbesar
Sebagian jerat berupa sling baja hasil sitaan KLHK yang dipamerkan pada acara diskusi Global Tiger Day di Jakarta, Rabu, (31/7/2019). Foto: KLHK
ADVERTISEMENT
Sling baja yang biasanya digunakan untuk mengangkat alat-alat berat kini digunakan oleh para pemburu satwa liar untuk menjerat Harimau Sumatera. Hewan yang terperangkap jeratan ini bisa menjadi cacat; kakinya harus diamputasi karena membusuk, bahkan tidak sedikit yang terkapar dan akhirnya tewas.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2012 sampai saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) telah menemukan lebih dari 3.285 jerat yang ukurannya beragam. Beberapa sling baja yang ditemukan berbahan nilon yang sangat mematikan bagi satwa. Hal ini terkuak pada saat talkshow dan diskusi dalam rangka "Global Tiger Day" bertema Darurat Jerat: Jerat Sebagai Salah Satu Ancaman Utama Konservasi Harimau Sumatera di Manggalawanabakti, Jakarta (31/7).
Dalam kesempatan tersebut, Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), menyampaikan bahwa untuk mengatasi permasalahan ini, dukungan berupa kerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) bersifat krusial untuk menyapu dan mencegah pemasangan jerat.
Berbagai upaya terkait konservasi Harimau Sumatera sudah dijalankan. Semua UPT Ditjen KSDAE di tingkat lapangan telah bekerja sama dengan mitra dan NGO lokal dengan dukungan lembaga lainnya; USAID, TFCA GEF, KFW dan lainnya. Yayasan Arsari dan lembaga Konservasi Barunum Nagari di Padang Lawas Utara juga sudah ikut mendukung melindungi satwa harimau.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pemasang jerat dan termasuk dalangnya merupakan salah satu caranya. Namun, ada upaya lain yang juga dilakukan dalam hal ini melalui SMART RBM (Spatial Monitoring and Reporting Tools Resort Bases Management).
Wiratno, Dirjen KSDAE Kementerian LHK, saat menunjukkan contoh jerat sling baja hasil operasi KLHK. Foto: KLHK
“Melalui metode SMART patrol ini mempunyai keunggulan tersendiri. Setiap tim melakukan patroli selama 15 hari/bulan di dalam hutan dan memasang camera trap, membersihkan jerat dan kejahatan hutan lainnya. Terbukti semenjak 2012 hingga saat ini berhasil mengamankan 3.285 jerat,” kata Wiratno usai diskusi.
Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegak Hukum (Gakkum) LHK, menyatakan, bahwa dalam penegakan hukum pada para pelaku akan membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk masyarakat untuk membuat orang-orang menjadi tahu bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan kejahatan dan menimbulkan dampak yang besar.
Harimau Sumatera yang terkapar akibat jerat kawat sling di dalam kawasan hutan TNBBS, Kab. Lampung Barat, Lampung, 2 Juli 2019. Foto: BKSDA Bengkulu-Lampung/WCS IP
Sedang Munawar Kholis dari Forum Harimau Kita, berharap dengan adanya talkshow dan diskusi seperti ini dapat meningkatkan perhatian publik akan bahaya dari jerat yang bukan hanya dapat memakan korban satwa liar, tetapi juga dapat menimpa manusia.
ADVERTISEMENT