Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ketika Peristiwa Gelegar Tambora 1815 Ditetapkan Sebagai Hari Gunung Api Dunia
4 Juni 2021 17:10 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ada apa dengan erupsi besar Tambora 1815? Kenapa tanggal saat letusan tersebut menjadi begitu pentingnya bagi Indonesia dan dunia? Mungkin, ini hanya dua dari sekian banyak pertanyaan yang muncul dari berbagai kalangan. Bisa jadi, termasuk pertanyaan kamu.
ADVERTISEMENT
Menjadi rumah sekitar 400-an gunung dan pegunungan, membentuk rupa bumi nusantara seperti yang selama ini kamu lihat. Pesona bergunung dan berbukit-bukit dengan lembah dan sungai-sungai mengalir serta danau di dalamnya. Tentu saja panorama kawah dan beberapa kaldera raksasa gunung api.
Nah, dari sejumlah kawasan gunung dan pegunungan tersebut, setidaknya tertenun indah 127 gunung api aktif – 13 persen dari gunung api yang ada di dunia. Menguntai dan melingkar sebagai jembatan imajiner penghubung antar pulau yang membentang dari Utara, Timur hingga Barat bumi pertiwi. Sebagai bagian dari rangkaian cincin api dunia atau ring of fire.
Berkah di atas tidak lepas karena letak kepulauan nusantara berdiri di atas benturan hiruk pikuk tiga mega lempeng besar dunia: Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Tabrakan ketiganya menyebabkan magma merayap naik hingga terbentuklah rangkaian ratusan gunung api yang menakjubkan. Tidak salah, jika Indonesia disebut-sebut sebagai surga gunung api dunia.
ADVERTISEMENT
Sejak masa purba hingga sejarah, sejarah letusan beberapa gunung api di Indonesia, beberapa kali telah mempengaruhi peradaban dan kehidupan makhluk hidup di muka bumi, seperti: Toba, Krakatau, Batur, Rinjani dan Tambora.
Selain menimbulkan dampak yang mengerikan, namun, erupsi hebat gunung-gunung tersebut juga telah membentuk lanskap alam yang sangat mempesona dengan potensi kekayaan geologi, ekologi, flora dan fauna.
Salah satu gunung api yang menjadi titik balik dalam hal perubahan iklim dan dunia pengetahuan adalah sang bomber dari jazirah Sanggar, Sumbawa, Gunung Tambora. Menjadi letusan gunung api yang paling dahsyat dan mematikan dalam catatan sejarah sepanjang 200 hingga 500 tahun terakhir.
Gelegar hebat Tambora, gunung api Tambora, pada 10-12 April 1815, membuat dunia nyaris porak poranda. Tambora memuntahkan seluruh isi perutnya. Bumi Sumbawa bergetar hebat. Masyarakat mengira telah terjadi kiamat. Menurut penelitian, diperkirakan hingga 10.000 penduduk sekitar Tambora, tewas seketika akibat tersapu aliran piroklastik dan gelombang tsunami. Menghancurkan dan menyapu tiga peradaban tiga kerajaan di lereng Tambora: (Pa)pekat, Tambora dan Sanggar.
ADVERTISEMENT
Malam pada hari, pada 10 April 1815, saat letusan paripurna terjadi, diceritakan, tiga tiang api menyembur keluar dekat puncak gunung yang waktu itu mempunyai ketinggian sekitar 4.300 meter di atas permukaan laut. Semakin membumbung tinggi, lalu menyatu dengan udara, seolah ingin merobek langit. Tambora menghancurkan tubuhnya sendiri.
Dengan skala letusan mencapai 7 skala VEI, Tambora melambungkan sejumlah besar aerosol hingga lapisan stratosfir setinggi lebih dari 43 kilometer. Sinar matahari yang masuk ke bumi pun memantul kembali, akibat kabut global yang kemudian timbul. Perubahan pola musim yang terjadi saat itu, sangat berpengaruh besar pada kehidupan manusia. Suhu planet bumi pun mendingin hingga setengah derajat celsius. Mempengaruhi iklim bumi hingga tiga tahun lamanya. Cakrawala di Benua biru Eropa berkabut sepanjang satu tahun, yang kemudian dikenal dengan the year without summer atau tahun tanpa musim panas.
ADVERTISEMENT
Kelaparan dan kegagalan panen pun melanda dunia. Akibatnya, diperkirakan menyebabkan kematian hingga 60.000 manusia lainnya secara global. Juga mempengaruhi ladang, pertanian, hewan dan tumbuhan.
Dalam catatan sejarah, Tambora, sang bomber dari jazirah Sanggar, adalah satu-satunya gunung api yang sangat berdampak pada dunia global beserta semua penghuninya.
Konon, menjadi penyebab tidak langsung kekalahan Napoleon Bonaparte dan bala tentaranya dalam peperangan melawan Inggris di Waterloo, Belgia. Karena, cuaca yang sangat buruk pada Juni 1815. Hujan turun terus menerus, hingga wilayah tersebut penuh kubangan lumpur. Juga, akibat gagalnya panen dan bencana kelaparan yang melanda Eropa saat itu.
Namun, Tambora bukan hanya menyebabkan bencana yang mengerikan. Berbagai ilmu pengetahuan dan karya sastra pun lahir karenanya. Sebuah novel epic terkenal ‘Frankenstein’ – menggambarkan sosok makhluk seperti manusia yang bungkuk dengan leher membesar dan muka rusak menyeramkan – lahir dari tangan dingin Mary Godwin. Puisi Darkness atau kegelapan karya Lord Byron. Keping-keping syair kerajaan Bima karya Khatib Lukman, 1830, menggambarkan begitu mengerikannya peristiwa erupsi Tambora.
Tidak hanya itu, gagal panen yang berkepanjangan pada 1816 dan harga gandum yang sangat tinggi, hingga membuat orang kesulitan memelihara kuda sebagai alat transportasi. Lalu, melalui daya kreasinya, ilmuwan Jerman, Karls Freiherr von Drais, berhasil mengembangkan konstruksi alat transportasi ‘Laufmaschine’ atau mesin yang dapat berjalan – bentuknya mirip seperti sepeda yang dikenal saat ini.
ADVERTISEMENT
Itu cerita dulu, kaldera raksasa berdiameter lebih dari 7 km dan kedalaman 1,2 km – kaldera gunung api terdalam di dunia – yang tercipta kemudian akibat gelegar hebatnya, telah menciptakan lanskap yang sangat mengagumkan. Tinggi tubuhnya sangat jauh berkurang. Titik tertingginya kini berada pada 2.851 mdpl. Tambora terlihat seperti cawan raksasa, Terlihat seperti bekas dihantam meteor yang sangat besar.
Kini, setelah setelah lebih dari dua abad berlalu, Tambora, begitu anggun berdiri di semenanjung Sanggar, Pulau Sumbawa. Dalam kebekuannya yang sunyi, ia kini menawarkan pesona alam dan sumber kehidupan bagi manusia yang tinggal di sekelilingnya. Tepat pada 11 April 2015, menjadi Taman Nasional (TN) ke-51 dengan luas mencapai 71.645 hektar.
Para pakar hingga kini, tidak berhenti untuk mengais jejak-jejak sejarah, arkeologi, geologi dan ekologi sang Tambora.
ADVERTISEMENT
Menetapkan 10 April Hari Gunung Api Internasional
Menurut Sekertaris Jenderal Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) – Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sinung Baskoro, Guiness Book of Record, menyatakan letusan Krakatau 27 Agustus 1883 disebut sebagai ‘The Biggest Explosion in the World’. Sedangkan letusan Tambora 10 April 1815 sbg ‘The Biggest Eruption In the World’.
“Letusan Krakatau menelan korban 36.417 jiwa dan letusan Tambora korbannya 92.000 jiwa. Sehingga sangat layak, jika saat terjadinya letusan dahsyat Tambora, 10 April, dijadikan sebagai Hari Gunung Api Internasional,” kata Sinung.
Mengingat, melihat dan membaca semua catatan dan bukti dari berbagai belahan dunia, tentang Tambora, tidak mengherankan, jika Tambora harus menjadi ikon gunung api dunia.
Mengingat, melihat dan membaca semua catatan dari berbagai belahan dunia, tentang Tambora, tidak mengherankan, jika Tambora harus menjadi ikon gunung api dunia.
ADVERTISEMENT
Menariknya, 26 dari 29 gunung berapi di Indonesia, berada dalam atau sebagai kawasan konservasi. Demikian, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan dan Konservasi (PJLHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK), menanggapi akan ditetapkannya 10 April sebagai Hari Gunung Api Internasional.
“Gunung berapi yang adal di dalam kawasan konservasi, dalam pengelolaannya selalu terkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) dan Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG). Gunung berapi berdampak vulkanologi terhadap lingkungan di kawasan konservasi. Di satu sisi kerusakan terhadap struktur dan infrastruktur, kepunahan lokal atau setempat tumbuhan dan satwa tertentu serta tingkat lokal lainnya. Tetapi, disisi lain berdampak postif dan bermanfaat bagi kehidupan. Seperti: lahan atau tanah menjadi subur, bahan vulkanik bermanfaat, menciptakan ekosistem baru,” pungkas Nandang.
ADVERTISEMENT
Fenomena dan atraksi alam Tambora, kini telah memanggil jiwa-jiwa petualang dari seluruh penjuru negeri untuk menyambanginya, meneliti dan melestarikannya.
Satu tahun setelah dunia memperingati peristiwa 200 tahun erupsi besar Tambora, dua pemerhati gunung berapi: Tanguy De Saint-Cyr dan Jeannie Curtis, pada 2016, mengusulkan, agar 10 April ditetapkan sebagai Hari Gunung Api Internasional.
Menurut Jeannie, peringatan tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap Tambora. “Untuk menghormati letusan terbesar Tambora. Letusan terbesar dalam catatan sejarah yang mempengaruhi Indonesia, berdampak pada dunia dan mengubah iklim global selama beberapa tahun”, kata Jeannie saat dihubungi melalui media sosial pribadinya.
Jeannie berharap warisan Tambora mengajari kita bagaimana hari gunung berapi internasional dapat memberi dunia:
1. Identifikasi, persiapan, dan mitigasi bahaya gunung berapi yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
2. Membantu semua observatorium gunung berapi yang kekurangan sumber daya
3. Memberi orang alasan untuk merayakan apa yang dilakukan gunung berapi bagi kemanusiaan.
Selain pendekatan langsung secara administrasi dan diplomasi kepada PBB, untuk “menggolkan” tersebut, salah satu yang dilakukan oleh Jeannie dan Tanguy, menggalang suara dari seluruh dunia melalui petisi online untuk melakukan voting.
Menurut Tanguy De Saint-Cyr, pada 2018, sangat perlu adanya Hari Gunung Api Internasional. Karena, ada sekitar 10.000 gunung api di permukaan bumi. Dua kali lipatnya berada di bawah laut dan samudra.
Keindahan fenomena letusan dan pemandangan gunung berapi yang megah, telah menghidupkan banyak komunitas yang tidak mungkin tidak menyadari, bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan dari ada gunung berapi.
“Jadi, satu hari dalam setahun, kita harus merayakan gunung berapi. Sebagai bentuk terima kasih kepada mereka atas semua yang bisa dimanfaatkan darinya. Mengetahui, bahwa tanpa adanya gunung api, tidak mungkin akan ada kehidupan di planet kita,” kata Tanguy.
ADVERTISEMENT
Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) mendukung penuh penetapan 10 April – yang diambil dari momen letusan Gunung Tambora – sebagai ‘hari gunung api internasional’. Begitu kata Ketua Harian PB FMI Rahmat Abbas, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.
“Bahkan sejak 2005, FMI telah menggagas hal tersebut melalui berbagai upaya yaitu seminar, diskusi pakar, tulisan dan liputan media, penyelenggaraan event-event untuk mensosialisasikan Tambora, termasuk turut mendorong dan mengawal perubahan status kawasannya hingga menjadi taman nasional. Agar pengelolaan ke depannya menjadi lebih baik. Pada prinsipnya FMI ingin mengajak sebanyak mungkin masyarakat untuk peduli dan berkontribusi positif menjaga kelestarian kawasan TN Tambora sebagai bentuk penghormatan pada ‘monumen dunia’ ini,” kata Abbas.
Terus, bagaimana dengan Indonesia yang menjadi rumah dari Tambora. Sangat mudah tentunya untuk sekadar mencapai target 70.000 suara – simbol perwakilan satu untuk setiap nyawa manusia yang hilang akibat letusan Tambora pada 10-12 April 1815. Yuk, gunakan jari kamu untuk ikut vote melalui bit.ly/10AprilVolcanoDay.
ADVERTISEMENT