Kisah Ledakan Besar 4 Gunung Api Indonesia Pengubah Peradaban Dunia (Bagian 1)

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
6 Juni 2021 17:59 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seroang pendak gunung saat turun dari puncak Rinjani. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Seroang pendak gunung saat turun dari puncak Rinjani. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Saat kamu mendaki gunung, mungkin, tidak pernah terpikirkan atau membayangkan, kalau lanskap gunung api yang terlihat menakjubkan, tercipta karena terjadinya beberapa kali ledakan pada tubuh gunung itu sendiri. Bahkan, ledakan besar yang menghancurkan dirinya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, bisa jadi, kamu juga belum mengetahui, kalau danau, kawah, kaldera, lembah, air terjun, sungai, medan pendakian, padang sabana dan tempat cantik serta ekstrem lainnya, sebagai latar belakang kamu berswafoto, lahir karena letusan hebat mereka di masa lalu.
Hidup di wilayah cincin api dunia, seperti Indonesia, menjadi sangat menarik. Sebuah kebaikan dan berkah yang diberikan Tuhan. Sehingga membuat rupa bumi ibu pertiwi begitu subur, cantik, memesona dan menakjubkan.
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana dari kanal Youtube FMI.
Letusan-letusan gunung api yang terjadi, menyimpan berbagai cerita dan kenangan yang tersimpan dalam sejarah kehidupan masyarakatnya. Melahirkan dan menginspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari sosial hingga seni dan budayanya. Salah satunya budaya sedekah gunung. Sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan YME, karena telah diberikan tanah yang subur di lereng gunung api, sehinga mereka dapat berladang dan bercocok tanam.
ADVERTISEMENT
Tiga record ledakan terbesar di dunia dalam sejarah kegunungapian dalam satu juta tahun terakhir dipegang oleh Indonesia: Toba sekitar 74.000 tahun lalu, Samalas pada tahun 1257 atau pada masa pemerintahan Kerajaan Singosari di Jawa, Tambora pada 1815 dan Krakatau pada 1883. Berdampak pada perubahan iklim dan kehidupan makhluk hidup di muka bumi.
Begitu kata pegiat geotrek dan geolog senior Awang Harun Satyana, saat membuka cerita tentang bagaimana letusan gunung api dapat berdampak pada lingkungan dan kehidupan, pada webinar series "Pariwisata Gunung Berkelanjutan" bertema "Lingkungan Hidup dan Kegunungapian" yang diselenggarakan oleh Federasi Mountaineering Indonesai (FMI) dan Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI), dalam rangkaian memperingati Hari Gunung Internasional 2021 (11 Desember), pada Sabtu (5/6/2021).
Geopark Danau Toba akan ditetapkan sebagai Unseco Global Geopark (UGG) pada April,2020 (image by: https://pesona.travel/keajaiban/2874/geopark-kaldera-toba-istimewa-dengan-16-warisan-dunia)
“Sekitar 74.000 tahun yang lalu, Toba meledak dengan indeks letusan mencapai 8 skala VEI. Walaupun, menurut keyakinan saya, sebenarnya lebih dari 8 (skala maksimum VEI). Sedangkan Samalas dan Tambora, masing-masing indeks skalanya 7 dan Krakatau 6,” pungkas Awang.
ADVERTISEMENT
Nah, sebelum membaca kisah erupsi empat gunung api di bumi pertiwi tersebut, kamu harus ketahui, ukuran besarnya letusan gunung api dihitung berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI) atau indeks ledakan gunung api. Nilainya mulai 1 hingga 8 (super volcano).
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana dari kanal Youtube FMI.
Toba
Ledakan Toba 74.000 tahun yang lalu, dampaknya sangat luar biasa. Membuat dunia menjadi gelap selama bertahun-tahun. Berdasarkan penelitian dan data-data ilmiah, sebagaimana dikemukakan peneliti dan arkeolog dunia, Stanlet H Ambrose, material letusan yang dilemparkan ke atas volumenya mencapai 2.800-an Km3 hingga menembus lapisan stratosfer. Melahirkan kaldera seluas 30 km x 100 km. Dan, menimbulkan zaman es antara 6 hingga 10 tahun.
Karena begitu kuat dan tinggi lontarannya, letusan Toba sering disebut type ultra pilinian. Sehingga, tidak heran, jika menurut Ambrose, musim dingin yang terjadi akibat ledakan Toba nyaris memusnahkan hingga 90 persen populasi dunia. Sehingga mendapat julukan ‘penyebab terjadinya bottle neck populasi manusia’ atau kemacetan populasi. Nyaris memusnahkan kehidupan manusia pada periode awal. Diprediksi populasi manusia yang tersisa hanya 10.000 jiwa.
Sunrise di Danau Toba dari Pulau Sibandang, Sumatera Utara. Foto: Shutter Stock
Nah, apa yang kamu kenal sekarang sebagai Pulau Samosir yang berada di tengah-tengah Danau Toba, menurut Awang, sebenarnya merupakan bagian dari puncak gunung Toba yang tenggelam. Kemudian, ia mengangkat kembali. Sedangkan anak gunung api Toba, berada di bagian baratnya.
ADVERTISEMENT
Iklim yang terjadi saat Toba meledak hebat saat itu, sangat berbahaya sekali. Bahkan berdasarkan pengukuran taxonomic, menjadi penyebab hancurnya dunia flora atau tumbuhan.
Menariknya sebuah literatur terbaru pada 2016, menceritakan mengapa Toba bisa begitu luar biasa besarnya gelegarnya, material dan magma yang dilontarkannya. Ternyata, karena para ilmuwan menduga karena satu zona retakan besar di selatan Sumatra, lalu masuk ke bagian bawah Toba.
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana , grafis bagaimana ledakan Toba 74.000 tahun yang lalu terjadi begitu dahsyatnya. Sumber: Kanal Youtube FMI.
Jadi kalau dalam teori tektonik lempeng, ada bagian lempeng samudra yang masuk menyusup ke dalam lempeng benua. Lalu, zona retakan ikut masuk. Pada saat yang bersama, karena bocor, banyak sekali fluida yang ikut masuk ke bawah Toba. Ditambah posisinya yang berada pada jalur sesar Sumatera yang besar.
Cerita Awang selanjutnya, sinar matahari tidak bisa mencapai bumi, akibat terhalang kabut yang sangat tebal. Iklim pun berubah. Tumbuhan tidak dapat melakukan fotosintesis. Kemudian, terjadilah migrasi manusia setelahnya.
ADVERTISEMENT
100 ribu tahun lalu, manusia modern atau homo sapiens mulai pergi dari Afrika. Pada 74 ribu tahun lalu, saat Toba meledak, mereka masih dalam perjalanan yang kemudian terkena dampaknya, penurunan sangat besar populasi manusia.
Kemudian, akhirnya mengubah peta migrasi dan menyebabkan terdiversifikasinya ras manusia. Sehingga menurunkan berbagai yang berbeda. Itu kenapa manusia mempunyai ras yang berbeda, walaupun semuanya datang dari wilayah Afrika.
Pemandangan Danau Toba dari Huta Ginjang, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Sebelumnya, Awang pernah bercerita, dari pemetaan genom, manusia yang awalnya dari Afrika dan memiliki DNA tunggal, sekarang menjadi bervariasi. Karena, ada lingkungan yang berubah juga saat itu. Jadi, ada awalan atau starting setelah ledakan Toba.

Samalas

Kalau kamu pernah naik gunung di Taman Nasional Gunung Rinjani, setidaknya harus tahu tentang saudara tuanya, gunung Samalas. Sang raksasa vulkanik yang mempunyai ketinggian lebih dari 4.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) meledak hebat pada tahun 1257 dengan skala VEI mencapai 7.
ADVERTISEMENT
Sebuah cerita yang ternyata tersimpan rapi catatan Babad Lombok. Dalam lembaran lontar babad tersebut, diceritakan betapa sangat mengerikannya ketika gunung Samalas meletus. Gempa bumi terjadi setidaknya selama tujuh hari. Terjadi banjir dan hujan batu, kehancuran rumah serta terjangan lumpur dan lainnya.
Dua pendaki dari mancanegara saat mendaki gunung Rinjani denganlatar belakang danau Segara Anak dan puncak RInjani. Foto: Harley Sastha
Dalam Babad Lombok dikisahkan, kalau gunung Samalas telah runtuh dan Rinjnai mengalami longsor. Terjadi banjir batu yang teramat dahsyat hingga menghancurkan Desa Pamatan. Rumah-rumah rubuh dan hanyut tersapu lumpur. Terapung-apung di lautan. Banyak sekali penduduk yang mati saat itu.
Selama tujuh hari gempa mengguncang bumi. Manusia pun banyak yang berlarian tak tentu arah mencari tempat persembunyian. Sebagian berlari naik ke atas bukit. Semuanya mengungsi, hingga menyisakan kerabat kerajaan saja. Bersembunyi di Jeringo. Ada juga yang mengungsi di Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, Pasalaun, Serowok, Piling, Ranggi, Sembalun, Pajang, dan Sapit.
ADVERTISEMENT
Dalam bait lain, dikisahkan, batu besar hingga glundungan tanah, duri, batu apung, batu granit, batu menyan, pasir dan batu cangku, jatuh di tengah-tengah wilayah Nangan dan Palemoran. Sehingga, membuat penduduknya mengungsi ke Brang batun.
Dalam babad Lombok, peristiwa ledakan Samalas tersebut, terjadi sebelum periode Selaparang atau sebelum akhir abad 13.
Kerucut Gunung Rinjani, dilihat dari puncak Lembah Gedong, 1 dari 7 puncak Sembalun. Foto: Harley Sastha
Kebenaran akan kisah tersebut, baru kemudian dapat dibuktikan setelah hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli gunung api dipublikasikan pada 2013, berjudul Source of the great A.D. 1527 Mistery Eruption Unveiled, Samalas Volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.
“Peristiwa ledakan gunung Samalas, menurut Awang, tergolong baru. Baru diketahui pada 2013. Dikemukakan oleh peneliti ahli gunung api dunia berkebangsaan Prancis dari University Panth on Sornbonne, Franck Lavigne, yang melakukan penelitian mengenai gunung Samalas dan menyebutkan letusannya yang terjadi pada 1257,” kata Awang.
ADVERTISEMENT
Publikasi ilmiah dalam bentuk Proceedings of The National Academy of Sciences of The Unites States of Amerika (PNAS), tertanggal 15 Oktober 2013, yang merupakan karya 15 ahli gunung api dunia: Franck Lavigne dan kawan-kawan. Termasuk ahli gunung api dari Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menegaskan sumber letusan pada tahun 1257, dapat dipastikan berasal dari gunung Samalas yang masuk dalam Komplek Gunung Api Rinjani.
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana , grafis ledakan Samalas pada 1257 dan dampaknya pada dunia. Sumber: Kanal Youtube FMI.
Melalui tulisan ilmiah inilah, akhirnya misteri atau teka teki yang menyelimuti para ahli vulkanologi dunia selama lebih dari tiga dekade tentang ledakan gunung api yang terjadi pada abad pertengahan terjawab sudah. Erupsi besar gunung Samalas yang menjadi penyebab perubahan iklim, sehingga, nyaris melumpuhkan dunia.
Menurut Awang, para peneliti, sebelumnya terus mencari dan memperkirakan ledakan besar yang terjadi pada periode 1257-1258. Hingga menyebabkan lapisan stratosefer diselimuti aerosol dan iklim di Gunung Es Artic dan Antartic, berubah.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke 13 tersebut, diketahui iklim di dunia terjadi tidak seperti biasanya. Musim dingin berubah dan terjadi hujan yang tiada henti pada musim panas. Sehingga, terjadi banjir dan kegagalan panen yang melanda dunia.
Menurut Awang, Samalas berada sangat dekat dengan Rinjani. Setelah meledak dahsyat pada 1257, hanya menyisakan sang adik, gunung Rinjani dengan kalderanya sebagaimana yang terlihat sekarang.
Awang Satyana
Bukan hanya di Indonesia, ledakan Samalas, juga menimbulkan banyak kematian di seluruh dunia. Termasuk benua Eropa, akibat wabah penyakit dan gagal panen yang terjadi.
“Dalam sebuah artikel pada 2012, menuliskan, para arkeolog di Inggris, menemukan banyak rangka korban meninggal. Setelah diteliti, sekitar 15 ribu rang orang mati tersebut berasa dari tahun 1258. Itu akibat dari efek letusan Samalas. Tewa karena kelaparan dan penyakit pess,” ungkap Awang.
ADVERTISEMENT
Dalam buku berjudul ‘Rinjani, Dari Evolusi Kaldera Hingga Geopark’ yang ditulis oleh Heryadi Rachmat, Ketua Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI), dikatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian dari Geological Survey of Japan dan Indonesia pada 2004, pembentukan Kaldera Samalas atau Kaldera Rinjani terjadi antara tahun 1.200 s.d. 1.300. Tepatnya pada tahun 1.257.
Letusan dahsyat tersebut terjadi dalam rentang waktu antara 13–22 jam, dengan kolom letusan mencapai 43 km. Kemudian, lahirlah Kaldera Samalas atau Kaldera Rinjani dengan diameter 7,5 km x 6 km.
Salah satu sudut Segara Anak dengan Gunung Baru Jari. Foto: Harley Sastha
Dalam kaldera gunung api yang berada di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, terdapat danau kaldera yang berbentuk bulan sabit: Danau Segara Anak dan kerucut baru yang aktif: Gunung Baru Jari.
Ini baru dua gunung api loh. Bagaimana sobat kumparan, makin kagum dan banggakan dengan apa yang dimiliki Indonesia. Terus bagaimana dengan dua gunung api selanjutnya: Tambora dan Krakatau. Seperti apa cerita apa Awang Satyana mengenai ledakan keduanya yang juga memengaruhi peradaban dunia. Kisahnya ada pada bagian kedua tulisan ini.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT