Mengenal 3 Taman Nasional di Sumatera yang Jadi Warisan Dunia UNESCO (Bagian 1)

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
17 Juli 2021 19:03 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebagian Belantara Hutarn Hujan Tropis TN Gunung Leuser. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Sebagian Belantara Hutarn Hujan Tropis TN Gunung Leuser. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Bagi kamu yang menyukai wisata pendakian gunung, mungkin sudah pernah atau sudah memasukkan dalam daftar wajib, untuk mendaki gunung api tertinggi di Indonesia di Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat dan menyusuri trek atau jalur pendakian terpanjang di Asia Tenggara, TN Gunung Leuser. Dan, mungkin juga sudah pernah atau mempunyai keinginan menjelajahi hutan bukit di TN Bukit Barisan Selatan. Tetapi, tahukah kamu, kalau ketiganya adalah kawasan terpadu Situs Warisan Dunia di gugusan Bukit Barisan di Sumatera.
ADVERTISEMENT
Yap, tiga taman nasional tersebut merupakan Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera atau Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS), dengan luas total mencapai 2.689.000 Ha-TN Gunung Leuser (838.872 Ha), TN Kerinci Seblat (1.389.509,867 Ha), dan TN Bukit Barisan Selatan (374.080,75 Ha).
Bukan tanpa alasan, kalau status tersebut telah ditetapkan oleh UNESCO, sejak 2004. Di antara sebagian nilai pentingnya adalah, karena merupakan bentang alam kawasan yang memiliki sejarah alam hutan hujan tropis Sumatera dengan tipe ekosistemnya yang lengkap–mulai dari laut hingga dataran tinggi (gunung dan pegunungan)–serta keragaman hayatinya. Suaka perlindungan empat satwa eksotis dunia yang terancam punah: Harimau Sumatera (Phantera tirgris sumatrae), Orangutan Sumatera (Pongo abeli), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).
Salah satu fenomena alam danau vulkanik di Suoh, TN Bukit Barisan Selatan. Foto: Harley Sastha
Masuknya tiga taman nasional tersebut sebagai warisan dunia alam dengan nama Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS), menurut Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, berasal dari pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Outstanding Universal Value (OUV) dan Exceptional Biodiversity (EB). Demikian UNESCO, menyanjungnya pada saat penetapannya waktu itu. Dengan luas sedemikian besar, menjadikannya sebagai salah satu kawasan konservasi terbesar di Asia. Dan, TRHS, merupakan bukti biogeografis dari evolusi yang terjadi pada Pulau Sumatera.
Kawasan TRHS, diperkirakan menjadi rumah bagi sekitar 10.000 spesies tumbuhan, termasuk 17 genus yang endemik. Tidak kurang dari 200 spesies mamalia dan sekitar 580 spesies burung – 465 residen dan 21 di antaranya endemik. Sedangkan, dari sejumlah spesies mamalia tersebut, 22 di antaranya merupakan endemik Asia, tidak ditemukan lagi di bumi nusantara dan 15 terbatas di wilayah Indonesia.
Rafflesia Arnoldii di Camp Rhino, Pemerihan, TN Bukit Barisan Selatan. Foto:: Harley Sastha

Mendapat Tiga Kriteria yang Menjadi Dasar Penetapan sebagai Situs Warisan Dunia

Menurut World Heritage Committe, ada tiga kriteria penting tentang ditetapkannya ketiga kawasan konservasi tersebut sebagai Situs Warisan Dunia, sidang ke-28 World Heritage Commitee, di Suzhou China pada bulan Juli 2004.
ADVERTISEMENT
- Kriteria (VII): Tiga taman nasional yang merupakan Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera semuanya terletak di punggung utama Pegunungan Bukit Barisan yang menonjol, yang dikenal sebagai 'Andes-nya Sumatera'. Pemandangan alam yang sangat indah dan luar biasa. Kontras dengan dataran rendah Sumatera yang sudah dibudidayakan dan berkembang.
Taman Nasional Kerinci Seblat, memadukan Danau Gunung Tujuh yang sangat indah – danau vulkanik tertinggi di Asia Tenggara dengan kemegahan gunung api raksasa – Gunung Kerinci (3.805 mdpl), banyak danau vulkanik, pesisir dan glasial kecil dalam pengaturan hutan alami, fumarol yang menyemburkan asap dari pegunungan berhutan serta banyaknya air terjun dan goa dalam hutan hujan yang rimbun. Ini menunjukkan keindahan yang luar biasa dari Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.
ADVERTISEMENT
- Kriteria (ix) : Merupakan blok hutan terpenting di Pulau Sumatera untuk konservasi keanekaragaman hayati. Baik itu hutan dataran rendah maupun hutan pegunungan. Dalam kurun waktu hanya 50 tahun, pulau hutan hujan tropis yang dulu luas, telah tereduksi menjadi sisa-sisa yang teriosolasi. Termasuk yang berpusat pada tiga taman nasional dalam Situs Warisan Dunia ini.
Ilustrasi Harimau Sumatera. Foto: Balai Besar TN Gunung Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser – termasuk TN Gunung Leuser, sejauh ini merupakan sisa hutan terbesar dan paling signifikan yang tersisa di Sumatera. Karenaya, tiga taman nasional tersebut tidak diragukan lagi akan menjadi perlindungan iklim yang penting bagi spesies selama waktu evolusioner dan sekarang serta bagi proses evolusi di masa depan.
- Kriteria (x) : Merupakan kawasan dengan habitat yang sangat beragam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Secara kolektif, ketiga taman nasional mencakup lebih dari 50% dari total keanekaragaman tumbuhan Sumatera. Sedikitnya, 92 spesies endemik lokal telah teridentifikasi di Taman Nasional Gunung Leuser.
ADVERTISEMENT
Situs Warisan Dunia ini, berisi populasi bunga terbesar di dunia (Rafflesia arnoldi) dan bunga tertinggi (Amorphophallus titanium). Hutan dataran rendah yang menjadi bagiannya, adalah peninggalan lokasi yang sangat penting untuk konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan dari hutan dataran rendah Asia Tenggara yang menghilang dengan cepat. Demikian pula hutan pegunungan yang sangat penting untuk konservasi vegetasi pegunungan khas situs ini.
Badak Sumatera. Foto: Doc. Balai Besar TN Gunung Leuser

Masuk Daftar Warisan Dunia yang Dalam Bahaya (Endanger List)

Sekitar tujuh tahun setelah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia, sayangnya, kawasan ini dinyatakan terancam keberadaan, keberlanjutan dan kelestariannya. Sejak tahun 2011 hingga saat ini atau sudah 10 tahun, World Heritage Committee atau Komite Warisan Dunia, masih mempertahankan kawasan TRHS bersama 53 warisan dunia lainnya, dalam daftar merah warisan dunia yang dalam bahaya (world-heritage in danger list) International Union for Conservation of Nature (IUCN).
ADVERTISEMENT
“Berbagai persoalan, terutama ancaman perambahan, illegal loging, perburuan, alih fungsi hutan dan dampak pembangunan jalan, telah mengancam Outstanding Universal Value (OUV) di dalamnya. Karenanya, pada 2011, TRHS dalam daftar endanger list. Contoh OUV dalam kawasan ini adalah: Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera dan Orangutan Sumatera. Selain itu, sebagai habitat satwa liar lainnya dan fungsi hidrologi hutan alam tropis TRHS, juga merupakan harta yang tidak ternilai untuk kepentingan kemanusiaan di masa depan,” kata Wiratno melalui pesan singkat WhatsApp.

Upaya Mengeluarkan dari Daftar World Heritage Endanger List

Pendiri dan Direktur Orang Utan Center (OIC) Panut Hadisiswoyo, yang pada Sidang Komite Warisan Dunia ke-41, pada 2017, yang menjadi juru bicara masyarakat sipil, melalui sambungan ponselnya, mengatakan perlu ada tindakan tegas untuk mengatasi ancaman yang hingga saat ini masih dihadapi TRHS.
Gajah Sumatera di Pemerihan, TN Bukit Barisan Selatan. Foto: Harley Sastha
“Perlu ada kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak. Sejalan dengan pemerintah Indonesia, kami berkomitmen untuk menjadikan warisan dunia ini keluar dari daftar merah atau bahaya tersebut,” kata Panut.
ADVERTISEMENT
Masih masuknya kawasan TRHS dalam daftar merah, menurut Panut, karena UNESCO atau komite belum melihat, berbagai ancaman tersebut belum dapat dihilangkan secara signifikan.
“Perlu juga adanya loby-loby diplomasi yang lebih kuat lagi dari pihak pemerintah Indonesia pada sidang komite warisan dunia, untuk mengeluarkan TRHS dari daftar yang terancam. Harus dapat meyakinkan UNESCO melalui sidang-sidangnya setiap tahun, bahwa ancaman tersebut sudah diupayakan untuk dihilangkan.,” pungkas Panut.
Menurutnya, sebenarnya label atau status tersebut merupakan warning, bahwa pengelolaan kawasan TRHS harus lebih dioptimalkan dengan kolaborasi banyak pihak. Sehingga bisa mereduksi atau mengurangi ancaman tersebut. Karena melihat dari beberapa warisan dunia yang berhasil keluar dari label tersetu, Komite Warisan Dunia sendiri tidak mengarah untuk menghilangkan. Tetapi, penilaiannya terlihat dengan adanya progress atau kemajuan untuk tetap menjaga keberlanjutan kawasan warisan dunia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian LHK, menurut Wiratno, sejak 2020, sedang berupaya melakukan boundary modification dari TRHS. “Intinya, kawasan yang telah mengalami berbagai tingkat kerusakan dari TRHS, akan dikeluarkan dari batas TRHS tersebut. Disamping itu, kebijakan baru sejak 2018, yaitu kemitraan konservasi telah memberikan dampak positif, dikuranginya kegiatan ilegal. Karena, masyarakat anggota kemitraan konservasi tersebut, turut menjaga, berpatroli dan melaporkan apabila terjadi tindakan ilegal loging dan perambahan baru,” pungkasnya.
Orangutan Sumatera, TN Gunung Leuser/ Foto: @gie_anggraini/Instagram: @bbtn_gn_leuser
Sampai dengan Juni, 2021, telah ditetapkan 3.422 Ha areal kemitraan konservasi di desa-desa Kab. Gayo Lues, Aceh Tenggara, Kab. Langkat (TN Gunung Leuser). Seluas 4.999 Ha kemitraan konservasi di Kab. Meraning, Solok Selatan, Rejang Lebong dan Lebong (TN Kerinci Seblat). Sekitar 282 Ha kemitraan konservasi di Kab. Pesisir Barat (TN Bukit Barisan Selatan). Penegakan hukum juga terus ditingkatkan, terutama terhadap perdagangan, pemasangan jerat dan perburuan satwa liar.
ADVERTISEMENT
Menurut UNESCO, daftar merah tersebut dibuat untuk menginformasikan komunitas internasional, bahwa situs itu butuh aksi bersama, bahu membahu untuk perbaikan dan pemeliharaan yang lebih intensif.