NTB, Rumah 2 Gunung Api di Indonesia yang Letusannya Mengubah Dunia (Bagian 1)

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
17 Juni 2022 4:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Plawangan Sembalun dengan latar belakang Segara Anak dan Gunung Baru Jari, Foto: Tangkapan layar Film Rindu Rinjani.
zoom-in-whitePerbesar
Plawangan Sembalun dengan latar belakang Segara Anak dan Gunung Baru Jari, Foto: Tangkapan layar Film Rindu Rinjani.
ADVERTISEMENT
Saat mendaki gunung, pernahkah terlintas dipikiran kamu, kalau lanskap gunung api yang terlihat mengagumkan, tercipta karena terjadinya erupsi pada tubuh gunung itu sendiri. Bahkan, letusan besar yang menghancurkan dirinya.
ADVERTISEMENT
Berada dalam jaringan cincin api dunia, merupakan berkah dan karunia terbesar yang diberikan Tuhan. Karena, keberadaanya tersebut, membuat rupa bumi ibu pertiwi begitu subur, cantik, memesona dan menakjubkan.
Erupsi gunung api, sejatinya menyimpan berbagai cerita dan kenangan yang tersimpan dalam sejarah peradaban masyarakatnya.
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana dari kanal Youtube FMI.
Seribu tahun terakhir, dunia mencatat, dua gunung api di Nusa Tenggara Barat (NTB): Samalas (saudara tua Rinjani) di Pulau Lombok dan Tambora di Pulau Sumbawa, meletus dahsyat hingga menghancurkan tubuhnya dan memengaruhi peradaban serta iklim global.
Menurut para ilmuwan, Samalas dan Tambora, masing-masing indeks skala letusannya mencapai 7 Volcanic Explosivity Index (VEI). Setingkat di bawah letusan super volcano gunung Toba yang mencapai 8 VEI.
Beberapa sumber dan para ahli menyebutkan, sebelum meletus hebat, kedua gunung api yang telah menyandang status Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Tambora, pernah berdiri menjulang setinggi 4200 - 4300 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Ilustrasi letusan Tambora pada 10 April 1815. Foto: Tangkapan layar Film Majestic Tambora.
1. Gunung Rinjani
ADVERTISEMENT
Gunung api yang kini mempunyai tinggi sekitar 3726 mdpl, merupakan titik tertinggi dan sekaligus menjadi epicentrum peradaban masyarakat Pulau L0mbok.
Sebelumnya, tidak ada yang menduga, dibalik keelokan alamnya, letusan dahsyat saudara tuanya, Samalas, pada abad 13 atau tahun 1257 M, telah membuat iklim bumi turun dan dunia gelap. Periode ini dikenal Eropa Barat sebagai ‘tahun yang gelap’ atau ‘tahun berkabut’.
Kisah betapa hebat dan mengerikannya saat letusan Samalas terjadi, tersimpan rapi dalam lembaran lontar Babad Lombok. Gempa bumi terjadi setidaknya selama tujuh hari. Terjadi banjir dan hujan batu, kehancuran rumah serta terjangan lumpur dan lainnya.
Kawasan Segara Anak dengan Gunung Baru Jari, TN Gunung Rinjani. Foto: Tangkapan layar Film Rindu Rinjani.
Gunung Samalas runtuh dan Rinjani mengalami longsor. Hujan dan banjir batu menghancurkan Desa Pamatan. Banjir lumpur merubuhkan dan menghancurkan rumah-rumah, menyeretnya hingga terapung-apung di lautan serta banyak orang yang mati.
ADVERTISEMENT
Selama tujuh hari gempa mengguncang bumi. Manusia pun banyak yang berlarian tak tentu arah mencari tempat persembunyian. Sebagian berlari naik ke atas bukit. Semuanya mengungsi, hingga menyisakan kerabat kerajaan saja. Bersembunyi di Jeringo. Ada juga yang mengungsi di Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, Pasalaun, Serowok, Piling, Ranggi, Sembalun, Pajang, dan Sapit
Kebenaran letusan Samalas, kemudian terbukti, setelah dipublikasikasikannya hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli gunung api dipublikasikan pada 2013, berjudul Source of the great A.D. 1527 Mistery Eruption Unveiled, Samalas Volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia.
Tangkapan layar webinar Lingkungan Hidup dan Kegunungapian Awang Satyana , grafis ledakan Samalas pada 1257 dan dampaknya pada dunia. Sumber: Kanal Youtube FMI
Dikemukakan oleh peneliti ahli gunung api dunia berkebangsaan Prancis dari University Panth on Sornbonne, Franck Lavigne, yang melakukan penelitian mengenai gunung Samalas dan menyebutkan letusannya yang terjadi pada 1257 M.
ADVERTISEMENT
Publikasi ilmiah dalam bentuk Proceedings of The National Academy of Sciences of The Unites States of Amerika (PNAS), tertanggal 15 Oktober 2013, yang merupakan karya 15 ahli gunung api dunia: Franck Lavigne dan kawan-kawan. Termasuk ahli gunung api dari Indonesia.
Melalui tulisan ilmiah inilah, akhirnya misteri atau teka teki yang menyelimuti para ahli vulkanologi dunia selama lebih dari tiga dekade tentang ledakan gunung api yang terjadi pada abad pertengahan terjawab sudah. Erupsi besar gunung Samalas yang menjadi penyebab perubahan iklim, sehingga, nyaris melumpuhkan dunia.
Air terjun Panimbungan di jalur wisata pendakian Torean, TN Gunung Rinjani. Foto: Tangkapan layar Film Rindu Rinjani.
Pada abad ke 13, diketahui iklim di dunia terjadi tidak seperti biasanya. Musim dingin berubah dan terjadi hujan yang tiada henti pada musim panas. Sehingga, terjadi banjir dan kegagalan panen yang melanda dunia.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim global akibat letusan Samalas, mulai dirasakan pada 1258 hingga 1259, khususunya di Eropa Barat. Suhu permukaan bumi mengalami turun akibat selubung sulfat aerosol yang mencapai atmosfer – pada lapisan stratosfer. Hujan hampir sepanjang tahun dan terjadi anomali cuaca. Akibatnya terjadi gagal panen dan bencana kelaparan serta timbulnya banyak kematian. Diperkirakan puluhan juta jiwa tewas karena wabah pandemi global. Dunia barat mengenalnya sebagai Black Death atau Maut Hitam.
Sebuah artikel pada 2012, menuliskan, para arkeolog di Inggris, menemukan banyak rangka korban meninggal. Setelah diteliti, sekitar 15 ribu rang orang mati tersebut berasal dari tahun 1258. Itu akibat dari efek letusan Samalas. Tewas karena kelaparan dan penyakit pess
Puncak Gunung Rinjani terlihat dari Plawangan Sembalun, Foto: Tangkapan layar Film Rindu Rinjani.
Letusan dahsyat Samalas, benar-benar telah mengubah bentang alam Pulau Lombok. Kondisinya yang kering dan cenderung tandus, diperkirakan wilayah bagian utara merupakan bagian yang paling banyak terkubur material vulkanik dari letusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagaiamana, kondisi kehidupan, sosial dan budaya masyarakat Lombok sebelum letusan Samalas? Ini masih menjadi tanda tanya dan para ahli masih terus menggalinya. Karena, letusan Samalas, pada 1257, telah ikut mengubur kebudayaan beserta bukti-bukti yang ada. Sedangkan manusia yang tersisa saat itu, banyak yang eksodus keluar Pulau Lombok, untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Dalam Kaldera Samalas atau Kaldera Rinjani yang mempunyai diameter 7,5 km x 6 km, kini terdapat danau kaldera yang berbentuk bulan sabit: Danau Segara Anak dan kerucut baru yang aktif: Gunung Baru Jari.