Pendaki Hilang di Gunung Abbo Terkait Mistis? Begini Sudut Pandang Medisnya

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
14 Juni 2021 19:00 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petugas menemukan pendaki bernama Eva yang hilang di Gunung Abbo, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menemukan pendaki bernama Eva yang hilang di Gunung Abbo, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sepekan lalu, dunia pendakian gunung dihebohkan dengan berita hilangnya pendaki asal Makassar, Sulawesi Selatan, Bau Arifah atau Eva (24th), di Gunung Abbo, Taman Nasional Bantimurun Bulusaraung (TN Babul), sejak Minggu (6/6/2021) hingga berhasil ditemukan oleh tim SAR Gabungan, dalam kondisi selamat pada Rabu (9/6/2021).
ADVERTISEMENT
Belakangan, cerita hilangnya Eva, banyak dikaitkan dengan hal gaib. Karena, sebelumnya, Eva dilaporkan menghilang secara misterius saat melakukan pendakian di Gunung Abbo bersama-temannya pada Sabtu (5/6/2021). Pasalnya, sebelum akhirnya ditemukan, diceritakan, pada Minggu (6/6/2021), sekitar pukul 12.00 WITA, Eva, izin kepada teman-temannya untuk buang air kecil di balik batu atau bukit yang jaraknya hanya sekitar 20 meter. Namun, sudah lebih dari 5 menit, Eva, belum kembali ke dalam rombongan.

Bukan Jalur Pendakian

Melihat lokasi hilangnya Eva di gunung Abbo, berdasarkan sumber dari Balai TN Babul, itu bukan merupakan jalur pendakian resmi di dalam taman nasional. Dan tempat kejadian masuk dalam zona inti. Diketahui, mereka masuk tanpa izin. Lokasinya sendiri lebih dekat dengan site prasejarah manusia purba Leang Leang.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan beberapa informasi, menurut kepercayaan masyarakat dan tetua-tetua di sana, tempat kejadian (gunung Abbo dan sekitarnya), sejak dulu merupakan daerah yang dikeramatkan oleh masyarakat.
Puncak Gunung Bulusaraung. Foto: TN Babul
Dulu diceritakan pernah ada kampung lama dan kuburan-kuburan tua serta pernah menjadi lokasi pembantaian pada zaman penjajahan Belanda.
Ada juga kubur batu yang dipercaya bagian dari sejarah Sawirigading atau istilahnya Manurung–manusia yang diturunkan dari surga ke bumi. Kuburan tersebut masih ada tidak jauh gunung Abbo atau masih dalam satu lanskap.

Tertidur dan Terbangun 4 Kali di Tempat Berbeda

Kemudian, Eva ditemukan dalam kondisi terkulai lemah dengan luka robek pada bagian kepala, disela-sela bebatuan, sekitar 200 meter–depan salah satu mulut goa–bagian utara dari tempatnya dinyatakan hilang.
ADVERTISEMENT
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas dan kondisinya mulai pulih, Rabu (9/6/2021) malam, kepada tim SAR dan awak media, Eva, menceritakan apa yang dialaminya selama hilang.
Menurutnya, ia merasakan seperti mengalami gangguan dari makhluk gaib yang tidak masuk dalam akal pikirannya. Seperti, dipindahkan saat tertidur.
Gunung Abbo, lokasi kejadian berada dalam zona inti Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Waktu buang air kecil, Eva, melepaskan sandal dan menaruhnya di atas batu pinggir sungai. Lalu, ia berjalan mundur tiga langkah. Kemudian, tiba-tiba tidak sadarkan diri.
“Waktu terbangun, saya tiba-tiba sudah berada di dalam sebuah goa,” cerita Eva kepada awak media.
Menurut ingatan Eva, selama di dalam goa, dirinya lebih sering tertidur, karena rasa kantuk yang terus menghampirinya. Namun, sempat terbangun sebanyak empat kali. Anehnya, setiap terbangun, dirinya selalu berada di tempat yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Selain itu Eva juga bercerita kalau dirinya merasakan kehausan dan berusaha meminta tolong untuk diberikan air minum. Sampai kemudian ia tertidur lagi dan begitu tersadar kembali rasa hausnya seperti hilang, walaupun sebenarnya tidak ada yang memberinya minum.
Eva juga merasa berhalusinasi melihat bayangan orang-orang yang sedang mencarinya. Dirinya seperti diajak seseorang berkunjung ke rumah neneknya di Bulukumba. Hingga akhirnya tersadar, kalau sebenarnya ia masih berada di dalam goa.
Ilustrasi Pendaki Gunung. Sumber: Pixabay

Syncope saat Miksi

Kalau melihat kasus yang terjadi pada Eva, sebenarnya ini bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya, kejadian sejenis juga sempat heboh, pada Juli 2017. Seorang pendaki asal Jakarta, Siti Maryam, juga sempat hilang selama empat hari saat izin dengan teman-temannya untuk buang air besar, waktu turun dari puncak gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
ADVERTISEMENT
Melihat hal tersebut, saya pun menghubungi seorang rekan, dr. Sophia Benedicta Hage, SpKO, dari Royal Sport Performance Centre, Jakarta, untuk mengetahui pendapatnya mengenai apa yang sebenarnya terjadi dilihat dari sudut pandang medis.
Menurutnya, di masyarakat, banyak hal yang kalau tidak bisa dijelaskan, biasanya selalu mencarinya atau dihubungkan dengan hal mistis. “Tetapi, kita terkadang lupa, kalau science atau ilmu pengetahuan itu juga punya hipotesa dan probabilitas. Jadi, ada kemungkinan dari sudut pandang medis, apa yang sebenarnya terjadi pada Eva di gunung Abbo atau pun Siti Maryam yang di gunung Rinjani,” kata perempuan yang biasa dipanggil Sophia, melalui sambungan ponsel.
Petugas menemukan pendaki bernama Eva yang hilang di Gunung Abbo, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6). Foto: Dok. Istimewa
“Saya akan bahas yang terjadi pada Eva saja ya, karena baru saja terjadi. Kalau dari ceritanya, kan ada pengakuan Eva, bahwa setelah pipis, dirinya mundur tiga langkah, lalu hilang kesadaran. Ini, mengingatkan saya akan kasus di medis yang disebut Micturition Syncope atau Syncope saat Miksi. Nah, Miksi itu maksudnya pipis. Sedangkan Syncope artinya hilang kesadaran,” jelas dokter penyuka travelling ini.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, sampai sekarang, sebenarnya, dari sisi science, Syncope saat Miksi, banyak hipotesanya. Tetapi, hipotesa yang paling memungkinkan adalah karena perbedaan tekanan darah. Bisa terjadi, saat akan pipis atau berdiri segera setelah pipis.
“Jelasnya begini deh, kalau bicara statistik, mulai dari episode hilang kesadaran atau pingsan, Syncope saat Miksi ini mencakup sekitar 8%-10%. Memang sepertinya tidak besar, tetapi itu persentasenya cukup ada. Nah, kehilangan kesadaran ini biasanya memang tidak lama. Tetapi dapat terjadi saat atau segera sesudah buang air kecil. Hal ini, diduga terjadi karena saat menahan pipis, buli-buli atau kandung kemih menjadi penuh, tekanan darah dan nadi biasanya agak tinggi atau sedikit naik,” pungkas Sophia.
Ilustrasi seorang pendaki sedang minum air saat mendaki gunung. Foto: Harley Sastha
Ketika buang air kecil, karena ada pressure atau tekanan yang cukup tinggi, lalu, buli-bulinya terisi penuh, biasanya pipisnya jadi kencang. Sehingga, buli-buli dengan cepat mengecil. Nah, biasanya saat terjadi pengosongan dari buli-buli atau kandung kemih saat pipis, pressure atau tekanan yang agak tinggi tersebut, akan sedikit turun. Tekanan darah dan nadi juga sedikit turun.
ADVERTISEMENT
“Itu dapat menyebabkan pembuluh darah di tubuh agak sedikit melebar atau dilatasi. Kalau ini terjadi di kaki, sebenarnya mungkin tidak terlalu masalah. Tetapi, kalau terjadi pada pembuluh darah otak, dapat menyebabkan atau men-trigger pingsan atau hilangnya kesadaran,” kata Sophia.
“Apalagi kalau ini terjadi pada orang yang cukup sensitif pada perubahan tekanan darah. Misalnya, orang tersebut terbiasa dengan tekanan darah yang cukup rendah 110/60. Kalau turun sedikit saja, misal 110/50 atau 100/60, akan mengalami pusing dan gampang pingsan,” tambah Sophia.
Jadi, kemungkinan pertama yang terjadi pada Eva, sebagaimana diceritakan sebelumnya, bahwa sesudah pipis, dia mundur tiga langkah, lalu hilang kesadaran. Itu karena Mikturiton Syncope. Ditambah lagi dengan cerita Eva, yang mengatakan, bahwa malam sebelumnya, mereka terjaga hingga pagi, karena membicarakan organisasi.
Ilustrasi menahan pipis. Sumber: shutterstock
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Syncope adalah kelelahan atau kurang tidur. Ditambah dengan dehidrasi. “Jadi, kalau kurang minum, kurang tidur, dan lelah. Baik itu secara fisik maupun mental, tubuh tentunya menjadi lebih sensitif terhadap perubahan tekanan darah dan nadi yang terjadi. Akhirnya lebih mudah untuk hilang kesadaran,” lanjut Sophia.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan berikutnya, diinformasikan juga ada luka goresan di kepala Eva–menjadi indikasi kepalanya sempat terantuk–yang tidak diketahui kapan terjadinya dan di mana. Ini, bisa jadi indikasi, ketika dia bilang pingsan, mungkin kepala sempat terbentur batu. Hal tersebut berdasarkan keterangan sendiri, yang mengatakan pipis di belakang batu. Jadi, bisa saja ada kemungkinan, saat pingsan, ia terjatuh ke depan atau kebelakang, lalu kena batu.
Kalau akibat terantuk batu, menyebabkan terjadinya gegar otak atau contusion. Ini akan menyebabkan delirium–kemampuan mental yang menyebabkan kebingungan atau kurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar.
Artinya ada kesadaran yang berkabut yang dialami dirinya. Sebenarnya semacam tidak sadar. Dan pada titik tertentu, ini bisa juga berhubungan dengan dehidrasi, karena sempat hilang selama empat hari.
Ilustrasi pendaki sedang berkemah untuk beristirahat saat mendaki gunung. Foto: Tim Jelajah 54 TN Indonesia.
Terlebih ditambah hilangnya dirinya selama tiga hari dan berusaha mencari jalan serta ia mengalami dehidrasi yang juga dapat menyebabkan halusinasi. Kombinasi dirinya terantuk kepalanya, kesadarannya berkabut dan dehidrasi, akhirnya timbul halusinasi. Baik itu visual atau penglihatan maupun auditorik atau pendengaran. “Jadi, kembali lagi otaknya sebenarnya mengalami cidera–terkena benturan dan kurang cairan, oksigen serta nutrisi,” kata Sophia.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana kita ketahui, umumnya, dataran tinggi seperti di gunung, pada malam hari, suhu akan turun, jadi pasti akan dingin. Kemungkinan selanjutnya, kalau terkena hipotermia atau suhu tubuhnya turun karena suhu lingkungan yang sangat dingin dan jaketnya juga ditemukan terlepas dari tubuhnya alias dia tidak memakai jaket.
“Di tengah-tengah kebingungan ia kehilangan jaketnya dan akhirnya dia tidak mendapatkan perlindungan dari jaket untuk suhu badan. Ini akan menambah kebingungan dan juga halusinasi tersebut. Karena hipotermia juga dapat menyebabkan otak makin tidak berfungsi dengan baik,” lanjut Sophia.
Mengenai hipotermia, dokter Sophia juga menambahkan. Menurutnya, orang yang mengalami dehidrasi dan suhu tubuh turun sedemikian parah, akan mengalami delirium dan seperti orang kesurupan serta justru merasa seperti kepanasan. Sehingga melepas jaket dan pakaiannya.
ADVERTISEMENT
“Itu terjadi, karena respons otaknya, yang diterima adalah dirinya kepanasan. Karena, tubuh kita kan merespons dingin nih. Karena, suhu tubuh kita akan dinaikkan, pusat kontrol tubuh di otak bilang bahwa, kita perlu naikkan suhu dalam tubuh. Jadi, karena suhu di luar dingin sekali, perlahan-lahan suhu tubuh di dalam naik. Karena, ingin menyeimbangkan atau menghangatkan tubuh. Tetapi, persepsi yang terjadi adalah, 'gue kepanasan nih'. Sampai akhirnya ingin membuka pakaian. Padahal yang seharusnya dilakukan adalah menghangatkan dirinya dengan memberikan asupan berupa cairan,” kata Sophia mengakhiri pembicaraannya.
Ilustrasi hipotermia. Sumber: Pixabay
Jadi, bagaimana sobat kumparan. Dilihat dari sisi medis cukup jelas ya. Semua kembali kepada diri masing-masing. Pada akhirnya, sebelum melakukan pendakian gunung, selalu persiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mematuhi aturan yang ditetapkan oleh pengelola serta adat dan kepercayaan masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT