Konten dari Pengguna

Pesona Lanskap Dataran Tinggi Dieng dari Pasak Pulau Jawa Gunung Pakuwaja

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
11 Mei 2020 7:44 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Batu runcing seperti menhir di tengah kawah wurung ciri khas dari Gunung Pakuwaja. Tampak Gunung Sindoro dan Gunung Kembang mengintip di baliknya. Foto: Harley Sastha
zoom-in-whitePerbesar
Batu runcing seperti menhir di tengah kawah wurung ciri khas dari Gunung Pakuwaja. Tampak Gunung Sindoro dan Gunung Kembang mengintip di baliknya. Foto: Harley Sastha
ADVERTISEMENT
Batu besar runcing berbentuk seperti menhir, menjulang tinggi bak paku raksasa, merupakan kekhasan dari Gunung Pakuwaja yang mempunyai ketinggian 2.412 meter. Masyarakat setempat percaya kalau Gunung Pakuwaja adalah pasak atau pakunya pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Tanah tempat bersemayamnya para dewa. Begitu julukan yang disematkan dunia pada dataran nomor dua setelah Nepal yang dihuni umat manusia. Tanah vulkanik membuat wilayah ini terkenal akan tanahnya yang subur. Kentang sebagai salah satu hasil komoditi pertanian disini, memiliki kualitas baik dan bagus. Jangan lupakan manisan Carica, sebagai buah tangan, saat kamu menyambanginya.
Sekelompok pendaki di bawah batu pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Dieng terbentuk akibat dari aktivitas vulkanik - ambruknya Gunung Api Dieng tua, Gunung Prau – di masa lalu. Pada kawasan yang ambruk tersebutlah, dataran tinggi Dieng yang eksotis dan indah dengan kawah-kawah serta danau-danau yang dikelilingi puncak-puncak gunung, terbentuk. Di antaranya Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Palindungan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur, Gunung Sikunir, dan Gunung Pakuwaja. Pemandangan matahari terbit disini merupakan salah satu yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Banyak obyek wisata bertaburran di Dieng. Mulai dari Telaga Warna, Telaga Cebong, Sumur Jalatunda, kawah-kawah, komplek candi, hingga ‘bocah gembel’ – anak-anak yang secara misterius lahir dengan rambut gimal.
Senja hari dari puncak Gunung Pakuwaja. dengan latar belakang Gunung Sindoro, Kembang, Merapi dan Merbabu. Foto: Harley Sastha
Untuk yang menyukai pendakian gunung, tentu Dieng menjadi salah satu pilihan yang tidak mungkin dilewatkan. Rata-rata gunung disini tidak memerlukan waktu lama untuk mencapai puncaknya. Selain Gunung Prau sebagai puncak tertingginya, Gunung Pakuwaja yang menjadi tetangganya, juga sangat layak untuk didaki. Dari kawasan puncaknya, panorama Dataran Tinggi Dieng dengan puncak-puncak gunung yang mengelilinginya, terlihat menakjubkan.
Sekitar satu setengah hingga dua jam mendaki, kamu sudah dapat menggapai puncaknya. Setidaknya ada tiga jalur pendakian yang dapat kamu lalui: Desa Sembungan – merupakan jalur terpendek, Desa Parikesit – dekat dengan Desa Patak Banteng, salah satu jalur naik Gunung Prau, dan Desa Dieng – dekat Dieng Plateau Theater (DPT).
Pendaki saat melalui ladang kentang penduduk. Foto: Harley Sastha
Uniknya, sebagian lereng Gunung Pakuwaja merupakan pertanian yang ditumbuhi kentang. Jangan heran, kalau saat mendaki, kamu akan melewatinya. Pada April 2013 lalu, saya bersama beberapa orang kawan, memilih jalur DPT untuk mendakinya.
ADVERTISEMENT
Jalur Dieng Plateau Theater
Kami mengawali pendakian dari lokasi yang disebut pengeboran gas. Letaknya tidak jauh dari kawasan wisata Telaga Warna dan Dieng Plateau Teater (DPT). Selain berjalan kaki, dapat menggunakan ojek motor atau carter mobil bak pick up melalui DPT menuju tempat ini.
Telaga Warana dan Telaga Pengilon menjadi pemandangan biasa saat perjalanan mendaki Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Saat menuju pengeboran, kamu akan disuguhkan pemandangan menarik. Selain Telaga Warna, nampak batuan andesit bertebaran seperti menempel di bukit-bukit sisi jalan. Beberapa batuan berukuran besar lainnya nampak unik dengan pepohonan yang tumbuh diatasnya.
Setelah melewati ladang yang tertata apik dengan batu-batuan. Di Gunung Pakuwaja memang banyak berserakan batuan andesit. Menurut informasi dari beberapa sumber, komplek candi Dieng dibangun dari batu-batu andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja.
Pemandangan batuan andesit di sepanjang yang menempel pada bukit-bukit di jalan salah satu hal menarik diawal pendakian Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Puncak Pakuwaja
ADVERTISEMENT
Menempuh pendakian sekitar satu jam, sebuah pemandangan unik terpampang di hadapan kamu. Batu berukuran besar berdiri kokoh menjulang tinggi di tengah-tengah kawah Gunung Pakuwaja. Seolah membelahnya menjadi dua danau kering terpisah dengan hamparan rumput hijau di dasarnya. Gunung Sindoro sesekali mengintip menampakkan puncaknya.
Cerita yang berkembang, syahdan, ketika dulu Pulau Jawa sering bergejolak atau terombang-ambing. Waktu itu masih kosong, belum ada penghuninya. Untuk menghentikannya, di ambilah sebagian puncak Himalaya oleh Bathara Guru – salah satu dewa dalam tokoh pewayangan – untuk kemudian ditancapkan di tengah-tengah Pulau Jawa.
Batu runcing di tengah kawah wurunng Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Pada waktu-waktu tertentu, menurut cerita beberapa penduduk yang sempat saya temui, tempat ini juga kerap didatangi para dalang wayang.
Untuk menuntaskan rasa penasaran mengenai bentuk dan sebuah lubang yang terlihat pada batu besar tersebut, kamu dapat turun melalui jalan setapak yang menghubungkan batu dengan sisi kawah. Lubang selebar tubuh orang dewasa tersebut merupakan tempat menaruh sesajian. Biasanya berupa dupa, bunga serta kembang setaman, rokok dan lain-lain. Sebagaimana yang kami lihat waktu mendakinya beberpa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Konon, kawah yang dikenal dengan nama Telaga Wurung - dari bahasa Jawa yang artinya tidak jadi - airnya dialirkan menuju Telaga Cebong yang berada persis di antara Gunung Pakuwaja dan Gunung Sikunir.
Sekelompok pendaki saat sedang menyuusuri Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Kemudian kembali ke jalur semula, memutari kawah menuju titik tertinggi gunung Pakuwaja. Tidak sampai setengah jam hingga kamu tiba di puncak gunung dengan ketinggian 2.412 meter.
Sepanjang perjalanan kamu akan disuguhkan panorama indah. Telaga Cebong yang dikelilingi bukit, ladang dan Desa Sembungan terlihat sempurna dari atas. Gunung Sindoro dengan lembah dan desa-desa kakinya di sisi lain. Sedang di kiri tampak kawah gunung Pakuwaja dengan batu tegaknya yang khas.
Walaupun mendaki gunung ini membutuhkan waktu singkat dan kamu dapat langsung turun kembali begitu tiba di puncaknya, namun tidak ada salahnya untuk bermalam disini.
Dataran Tinggi Dieng dengan puncak-puncaknya terlihat memesona dari Puncak Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Kamu dapat melihat dataran tinggi dieng dari sisi yang berbeda. Jajaran puncak-puncak Dieng Plateau terlihat nyaris sempurna. Terlihat di kejauhan, kawasan wisata Telaga Warna, Kawah Sikidang, Komplek Candi Dieng dan Komplek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Dieng. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Areal puncak tidak terlalu luas dan banyak ditutupi ilalang dan semak. Namun, dapat menampung 2-3 tenda. Pada areal Telaga Wurung, kamu juga dapat mendirikan tenda.
Dataran Tinggi Dieng dengan komplek candinya, telaga warna dan lainnya terlihat dari Puncak Gunung Pakuwaja. Foto: Harley Sastha
Panorama sunrise dari puncak gunung Pakuwaja tidak kalah sempurnanya dari Gunung Sikunir, tetangganya. Warna kemerahan sang mentari perlahan samar menerangi Gunung Sindoro, Merapi dan Merbabu. Jika beruntung kamu dapat melihat pancaran sempurnanya menerangi seluruh dataran tinggi dieng.
ADVERTISEMENT