Pesona Mutiara Khatulistiwa CAL Kepulauan Karimata Sebagai ‘Citizen Science'

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
17 November 2020 22:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salah satu pesona pulau di CAL Kepulauan Karimata. Foto: Tim Jelajah Karimata 2019 Balai KSDA Kalbar
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pesona pulau di CAL Kepulauan Karimata. Foto: Tim Jelajah Karimata 2019 Balai KSDA Kalbar
ADVERTISEMENT
Dua kali menginjakkan kaki di sini, saya masih hampir tidak percaya, kalau di tengah-tengah laut Selat Karimata, berhamburan puluhan pulau yang terangkai memesona bak mutiara di khatulistiwa. Rangkaian Kepulauan Karimata, dalam peta, memang nyaris tidak tergambarkan.
ADVERTISEMENT
Berjarak sekitar 8-10 jam perjalanan laut dengan menggunakan kapal dari Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, saya pun juga tidak menyangka, kalau di Pulau Karimata-merupakan pulau terbesar dari Kepulauan Karimata, telah ada kehidupan masyarakat, selama 5-6 generasi di Desa Betok, Padang dan Pelapis. Ramah dan terbuka. Begitu kesan yang saya tangkap dari mereka, saat mengunjungi kepulauan ini. Perpaduan bahasa melayu Sumatera dan Kalimantan, jadi bahasa sehari-hari disini.
Sungguh, ini merupakan kesempatan yang luar biasa. Dapat mengenal dan melakukan eksplorasi tempat yang sarat akan sejarah dan budaya serta kekayaan potensi alamnya.
Bisa jadi, mungkin, karena aksesnya yang cukup jauh dari daratan Pulau Sumatera maupun Pulau Kalimantan – sekitar 70 mil laut atau 130 km – menjadikan kawasan kepulauan yang mempunyai alam sangat cantik ini dapat terjaga dengan segala bentang dan atraksi alamnya.
Nyiur melambai sebagian besar dijumpai di sepanjang garis pantai CAL Kepulaun Karimata (2020). Foto: Harley Sastha
Tinggal beberapa hari di Desa Betok maupun Desa Padang, membuat saya seolah seperti berada di satu tempat yang sangat jauh dengan perairan lautnya yang maha luas. Jauh dari hiruk pikuk dan kegaduhan perkotaan. Jajaran pohon kelapa di sepanjang garis pantainya membuat saya kembali pada ingatan masa kecil akan pesona pulau-pulau di nusantara dalam balutan tarian nyiur pohon kelapa.
ADVERTISEMENT
Waktu hampir menjelang siang, ketika Kapal Dinas Perhubungan yang dapat menampung muatan sekitar 26 penumpang, membawa saya bersama tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat (Kalbar), Balai Taman Nasional Gunung Palung, Flora dan Fauna Indonesia, Universitas Tanjung Pura (Untan) Pontianak dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Kalbar, pada Kamis (15/10/2020), menuju Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Karimata di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, yang mempunyai garis pantai berpasir putih serta taman bawah laut yang memesona.
Kapal merupakan transportasi untuk melakukan eksplorasi dan kegiatan di CAL Kepulauan Karimata (2020). Foto: Donni Pasaribu.
Waktu sudah masuk malam, saat kami tiba di Dermaga Desa Padang, Pulau Karimata Besar. Setelah tiba di rumah penduduk yang tepat berada di pinggir pantai, tempat bermalam selama beberapa hari, tidak banyak yang kami lakukan, selain berdiskusi.
ADVERTISEMENT
Kedatangan kami kali ini untuk melakukan uji coba kegiatan Citizen Science bersama-sama dengan penduduk dua desa di Pulau Karimata Besar. Juga, eksplorasi dan mendokumentasikan kembali potensi yang ada di CAL Kepulauan Karimata. Baik itu alam, maupun budayanya.
Ada hal menarik, ketika saya berbicara dengan beberapa penduduk yang pernah saya temui sebelumnya. Kali ini, saya harus dapat menginjakkan kaki di pulau Karimata Tua. Karena, menurut mereka, berapa kali pun singgah di Karimata, belum resmi kalau belum pernah ke Karimata Tua – pulau terkecil seluas 0.3 hektare, salah satu tempat yang sangat dihormati oleh masyarakat yang tinggal di Kepulauan Karimata. Saya pun akhirnya dapat menunaikannya beberapa hari kemudian. Artinya, telah resmi berkunjung ke Karimata.
Salah satu pemandangan bawah laut CAL Kepulauan Karimata. Foto: Bang Urai.
Sebagai wilayah kepulauan yang berada di tengah laut Selat Karimata, Kepulauan Karimata memang sangat menarik. Selain bentang dan lanskap alamnya yang tidak diragukan pesona dan daya tariknya, kawasan ini juga menyimpan sejarah yang panjang tentang sejarah dan peradaban manusia.
ADVERTISEMENT
Posisinya yang strategis, menjadikannya sebagai jalur penting perdagangan internasional sejak ratusan tahun lalu. Beberapa bangsa dunia pernah singgah di bagian pulau ini dan meninggalkan jejaknya. Seperti keberadaan meriam VOC – Belanda dan tulisan china, makam kesultanan melayu serta barang pecah belah, perak, perunggu dan lainnya yang merupakan peninggalan dari masa lalu. Konon, tentara Tar Tara yang dipimpin Kubilai Khan dari Mongol, pernah singgah disini dalam perjalanannya menyerang Kerajaan Singosari di Pulau Jawa.
Masa Depan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat saat melakukan uji coba penelitian sampah di kawasan CAL Kepulauan Karimata. Foto: Harley Sastha
Melihat potensi flora dan fauna serta budaya dan kehidupan masyarakatnya, tidak heran, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat, menginisiasi untuk mengembangkan konsep ‘Citizen Science’. Menjadi CAL Kepulauan Karimata sebagai Destinasi Penelitian Berbasis Masyarakat yang pertama di Indonesia. Sebagaimana uji coba yang kami lakukan selama sepekan, pada pertengahan Oktober 2020.
ADVERTISEMENT
Di samping keindahan lanskapnya, yang luar biasa dari CAL Kepulauan Karimata, adalah menyimpan kekayaan pengetahuan. Mulai dari topik pengetahuan biodiversity, kekayaan ekosistem, geologi, sejarah dan budaya. Semuanya ada. Demikian dikatakan Kepala Balai KSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta.
Pulau Karimata Kaecil (2020). Foto: Donni Pasaribu
Pulau Karimata Kecil (2020). Foto: Harley Sastha
“Saya yakin, kalau peneliti melihat potensi pengetahuan yang ada di Karimata, kalau memang asli peneliti, pasti akan tergoda untuk datang. Karenanya, saya undang para peneliti untuk datang. Masyarakat Karimata, siap untuk menjadi pendamping peneliti,” katanya .
Sebagaimana yang dikatakan pria yang juga biasa dipanggil mas Tata. Setelah saya tahun lalu dan Oktober 2020, berkeliling pulau-pulau, pantai dan trekking pada salah pulau dan mendaki titik tetingginya, gunung Cabang, pantaslah kawasan ini mendapat julukan mutiara khatulistiwa.
ADVERTISEMENT
Bentang dan lanskap serta atraksi alamnya terbilang lengkap. Dari dalam laut hingga puncak gunung. Garis pantai, sungai dan air terjun serta hutan mangrove hingga hutan pegunungan dataran rendah.
Menurut Dosen Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalbar, Kiki Prio Utomo, yang juga ikut serta dalam kegiatan uji coba, Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata, sangat menarik sebagai lokasi penelitian. Karena masih menyimpan berbagai hal yang belum banyak dieksplorasi.
Flora dan fauna serta kekayaan alam lainnya. Baik yang yang di dalam, maupun permukaan laut, darat dan laut sekitarnya. Menariknya, karena hampir tidak banyak berubah semenjak ribuan tahun. Sehingga, masih banyak hal-hal yang dapat dipelajari. Mulai dari tentang bumi hingga masyarakat dan sejarahnya.
Kawasan air terjun Riam Gemuruh, Desa Padang, Pulau Karimata Besar (2020). Foto; Harley Sastha
“Citizen Science akan menjadi salah satu masa depan ilmu pengetahuan, karena dalam proses pengumpulan data, melibatan masyarakat yang memang tinggal di lokasi penelitian. Peneliti tidak selamanya berada di lokasi penelitian, tetapi masyarakat akan selalu ada di lokasi.
ADVERTISEMENT
Peneliti belum tentu mengetahui keadaan lokasi penelitian, tetapi masyarakat adalah sumber informasi terbaik.
Sehingga masyarakat dapat menjadi mitra peneliti yang sesungguhnya. Dan pengetahuan akan lebih banyak diperoleh, jika kita bekerjasama dengan masyarakat sebagai pengumpul, pengolah informasi yang mendukung penelitian,” kata Kiki.
Nah, untuk kamu yang bukan benar-benar peneliti, jika ingin berkunjung ke kawasan Kepulauan Karimata, tetap wajib mengurus izin melalui Balai KSDA Kalbar.
Karena, dalam beraktifitas, kamu harus mengikuti aturan main yang berlaku. Kegiatan yang pendidikan dan penelitian. Di mana masyarakat akan turut serta mendampingi dan mengawasinya.