Sepenggal Kisah Pendakian Semeru Medio 1830-1930 (Bagian 1)

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 23:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lereng menuj puncak Mahameru, Gunung Semeru. Foto: Koleksi Tropen Museum, Belanda (1900 - an)
zoom-in-whitePerbesar
Lereng menuj puncak Mahameru, Gunung Semeru. Foto: Koleksi Tropen Museum, Belanda (1900 - an)
ADVERTISEMENT
Semeru sejak dahulu sudah menarik siapa saja yang melihatnya. Mempunyai ketinggian sekitar 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadikan Gunung Semeru sebagai tiang langit tertinggi Pulau Jawa. Walaupun ketinggian sebenarnya saat ini belum terkonfirmasi lagi. Karena, hingga hari ini, ketinggian hasil pengukuran tahun 1911 tersebut masih digunakan.
ADVERTISEMENT
Sudah sejak lama, gunung yang masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), menarik siapa pun yang pernah melihatnya. Bentang dan lanskap serta atraksi alamnya dapat dikatakan lengkap dengan segala pesonanya. Vegetasi hutan, savana, danau, dan lautan pasir berpadu harmoni dengan kultur budaya yang sudah tumbuh berratus tahun lamanya. Khususnya bagi masyarakat Tengger.
Semeru sejak dahulu sudah banyak menarik orang untuk menjelajahinya, tak terkecuali orang-orang Eropa. Tercatat pada Oktober 1838, seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda, bernama C.F. Clignett, mengukuhkan dirinya sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di puncak Mahameru, titik tertinggi Gunung Semeru.
Ranu Kumbolo. Foto: Koleksi Tropen Museum, Belanda (1900 - an).
Pada waktu itu, Clignett melakukan pendakian melalui sebelah barat daya Semeru, lewat Widodaren. Selain dirinya, ia juga ditemani oleh seorang ahli geologi lainnya, Winny Brigita. Keberhasilan keduanya menggapai atap Pulau Jawa tersebut, membuat nama Gunung Semeru semakin dikenal di Eropa.
ADVERTISEMENT
Berselang sekitar beberapa tahun kemudian, menyusul Franz Willhem Junghuhn, seorang naturalis, pecinta alam dan geologi terkemuka dunia saat itu, mencatatkan dirinya sebagai orang Eropa berikutnya yang mendaki Gunung Semeru. Junghuhn mendaki melalui jalur Gunung Ayek-ayek, Gunung Ider-Ider dan Gunung Kepolo. Sebelumnya, Nes, residen Pasuruan kala itu, pernah mencoba mendaki Semeru tapi gagal. Glignett dan Junghuhn memiliki kontribusi yang besar terhadap tersebarnya informasi mengenai Semeru di Benua Biru.
Mengenai informasi tentang gunung-gunung di Jawa, termasuk Gunung Semeru, makin dikenal dunia, setelah Junghuhn menyelesaikan catatan risalah pendakian dirinya di gunung-gunung di Pulau Jawa pada periode 1836 – 1848.
Ranu Kumbolo pada 1995. Foto: Harley Sastha
Buku berjudul ‘Java, Zijne Gedaante, Zijn Plantentooi en Inwendige Bouw’ yang diterbitkan pertama kali pada 1850 dan edisi lengkapnya pada 1854, membuat nama Junghuhn semakin terkenal. Gambarannya tentang alam Jawa beserta kultur budaya masyarakatnya dan geologi serta flora dan fauna gunung-gunung di Jawa dideskripsikannya dengan cukup detail. Hal ini merupakan salah satu bentuk kecintaan dirinya akan gunung-gunung di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT

Cerita Junghuhn Saat Semeru Erupsi

Menurut Junghuhn sebagaimana dituliskan dalam risalahnya, saat dirinya dan rombongan tiba di lokasi yang disebut oleh orang-orang Jawa sebagai Gunung Widodaren yang berada pada ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), untuk bermalam. Pada pagi harinya, ia melihat letusan Gunung Semeru. Kemudian, letusan kedua terjadi pada sore hari sekitar pukul lima. Suaranya terdengar menderu meraung-raung.
Terlihat juga dari kejauhan, kolom asap putih kekuningan karena sinar matahari sore di atas sudut kanan puncak Mahameru. Batu-batu berjatuhan tampak berjatuhan berguling-guling beberapa langkah.
Lereng Puncak Mahameru pada 2013. Foto: Harley Sastha
Saat matahari bersinar, kerucut Gunung Semeru terlihat muncul di atas hutan dengan warna kemerahan. Cahaya yang bersinar, berubah sangat cepat menjadi abu-abu kusam, setelah gunung bergejolak.
ADVERTISEMENT
Malam hari, saat letusan ketiga terjadi, pada pukul tujuh, mula-mula nyala api keluar dari kawah seperti kolom api. Diikuti kolom asap di sisi kanan. Terlihat putih dan terang benderang oleh disinari cahaya bulan. Tetapi, diarsir gelap pada sisi yang berlawanan. Semua itu terjadi dengan cepat. Mengendur dan melayang seperti awan kumulus. Hujan pasir pun turun. Pada saat yang sama, beberapa titik api seperti menggelinding dari tepi kawah. Masih menyala terang dan bebatuan seperti pendulum menghantam benturan di siang hari. Lalu, api pun padam. Menyisakan semburan uap putih melebar yang menandai tepi kawah selama beberapa detik. Hingga akhirnya lenyap dan semuanya kembali dalam kesunyian malam itu.
Semuanya selesai dalam waktu ¾ menit. Untuk sementara waktu, awan letusan dapat diikuti, hanyut terbawa angin timur. Menurut cerita orang Jawa, letusan ini paling sering terjadi pada musim hujan. Bahkan, letusan dapat terjadi 20 kali dalam satu hari.
ADVERTISEMENT
Kemudian saya pun mempersiapkan segala perlengkapan dan keperluan untuk mendaki, keesokan harinya. Demikian tulis Junghuhn dalam risalahnya. Semua tenaga angkut atau porter, mendapatkan tugas masing-masing membawa perlengkapan dan logistik untuk pendakian.
Puncak Mahameru. FotoL Koleksi Tropen Museum, Belanda (1900 - an).
Pagi hari, pada 27 September 1844, cuaca terlihat cerah. Tidak lagi terdengar suara letusan gunung Semeru. Dengan bergegas, Junghuhn bersama 15 porter melanjutkan perjalanannya. Berjalan menyusuri punggungan Gunung Widodaren yang menyempit dan medannya curam. Sepanjang jalur, kiri dan kanan nampak jurang yang tersapu oleh pasir, sebelum awalnya ditumbuhi tanaman jenis semak dan ilalang. Namun, semakin ke atas, semakin gundul. Beberapa bagian pasir yang dilalui terasa lepas dan gembur, tanpa direkatkan oleh akar pepohonan. Agar tidak terguling dan jatuh, semua harus berjalan satu per satu dan berhati-hati.
ADVERTISEMENT
Memang ada bahaya bagi para pelancong di medan pendakian ini sampai batas tepi hutan dan melihat kerucut pasir yang sebenarnya. Di mana permukaannya cukup halus dan terbagi menjadi beberapa punggungan seperti rusuk dengan celah-celah di antaranya. Pada pukul tujuh pagi, terjadi letusan keempat yang teramati.
Sekitar pukul 7.34 pagi waktu setempat, Junghuhn, tiba di batas vegetasi hutan. Ia sempat menggantungkan barometer–alat pengukur ketinggian–sebuah pohon cemara yang tingginya sekitar 75 meter dan tumbuh di lereng medan berpasir. Apakah Cemara ini yang dikenal oleh para pendaki sebagai Cemara Tunggal? Saya masih belum bisa memastikannya. Namun, Cemara Tunggal, yang sebelumnya menjadi salah satu patokan pendaki saat turun dari puncak Mahameru, kini telah hilang, karena tumbang terbawa longsoran.
ADVERTISEMENT
Para pendaki yang pernah mendaki Gunung Semeru, pasti merasakan hal yang sama sebagaimana Junghuhn pada waktu itu. Lembutnya pasir Semeru, membuat dirinya sedikit kesulitan saat mendaki. Setiap beberapa kali melangkah, akan merosot turun sedikit beberapa langkah juga. Terkadang kaki tenggelam dalam lautan pasir hingga batas pergelangan kaki. Kemudian, melewati lautan pasir yang bercampur batu. Beberapa di antaranya mudah lepas.
Sekitar pukul delapan pagi, kembali Semeru mengeluarkan materialnya. Seiring naiknya kolom asap dan abu terdengar suaranya bergemuruh. Terlihat seperti bulu hitam burung gagak yang ujung-ujungnya menyala terang, karena sinar matahari yang ada di belakangnya. Saat melayang ke arah barat, sejumlah pasir halus pun berjatuhan dengan bau belerang yang sedikit samar.

Tiba di Puncak Mahameru

Para pendaki saat mengabadikan matahari terbit dari puncak Mahameru. Foto: Harley Sastha (2013)
Setelah menunggu sejenak, Junghuhn kembali melanjutkan pendakiannya. Melewati beberapa batuan bercampur pasir. Terlihat berwarna abu-abu kehitaman. Seiring letusan yang terjadi, Semeru sepertinya bertambah tinggi setiap harinya. Material berupa pasir dan batuan terus menumpuk menambah ketinggian tersebut. Akhirnya, pada pukul 10.30 pagi, Junghun tiba di puncak. Disusul beberapa porter yang mendampinginya.
ADVERTISEMENT