Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Stop Baca Buku
26 Oktober 2021 14:53 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Harun Al Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai penikmat buku untuk bahan bacaan, sejujurnya kalimat “STOP BACA BUKU” merupakan sebuah kalimat yang paling ‘nyeleneh’ yang pernah terlintas di dalam kepalaku. Mengapa pula aku harus berkata stop baca buku sedangkan aku sangat menikmati dan mendapatkan banyak hal dari buku.
ADVERTISEMENT
Namun hal tersebut bukannya tanpa dasar, dilansir dari laman dpr.go.id, data UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia, Cuma 1 orang yang rajin membaca. Namun dari data tersebut kemudian kepala saya merasa ada sesuatu yang aneh.
Tentu saja aneh, bagaimana bisa masyarakat Indonesia dikatakan sangat kurang dalam minat baca, sedangkan masyarakat Indonesia sangat gemar berselancar di internet.
Berdasarkan data Statistik per Januari 2021, China menduduki posisi teratas jumlah pengguna internet terbanyak di dunia dengan jumlah 939 juta pengguna. Disusul oleh india di posisi kedua. Lalu Indonesia sendiri berada di posisi ketiga dengan angkat 624 juta pengguna.
Saya sedikit tidak sepakat jika masyarakat Indonesia dikatakan kurang dalam minat baca, karena pada fakta di lapangan masyarakat Indonesia sangat gemar sekali dalam membaca, namun mungkin menurut saya ‘kualitas’ bacaan mereka yang sangat kurang.
ADVERTISEMENT
Bagaimana saya menyebut masyarakat Indonesia sangat gemar membaca? Coba saja para pembaca perhatikan, setiap ada kejadian yang viral dan trend di kalangan masyarakat, hampir semua orang tau berita tersebut. Bahkan tak cuma itu, kehidupan-kehidupan para selebritis pun banyak sekali diperhatikan oleh masyarakat Indonesia melalui internet.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana mereka bisa tau sebuah peristiwa atau kejadian jika mereka tidak membaca? Tentu saja salah satu cara agar mereka tau sebuah peristiwa atau kejadian tanpa membaca adalah dengan mendengar berita tersebut dari orang lain. Tapi tentu persentase tersebut tak lebih banyak dari masyarakat yang membaca langsung berita tersebut.
Saya juga tidak sepakat jika kegemaran berselancar di internet menjadi sebuah faktor untuk mereka disebut malas membaca. Karena sejujurnya, saya banyak membaca dan belajar justru dari internet! Sebuah fakta yang mungkin tak banyak orang menyadari.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor yang membuat masyarakat malas untuk membaca, salah satunya adalah media yang disebut ‘berkualitas’ dalam hal bacaan itu sendiri, yaitu BUKU.
Dari beberapa jawaban yang dilayangkan oleh orang-orang yang saya tanyakan mengenai membaca buku, mereka berkata buku terlalu membosankan, tidak fleksibel untuk dapat dibawa (digenggam layaknya gawai) atau bahkan kurang menarik dalam segi warna dan masih banyak alasan lainnya.
Dalam hal ini saya sangat menyayangkan para intelek yang kemudian memaksakan masyarakat untuk terus membaca buku padahal sebenarnya kita dapat menyesuaikan zaman dan menuangkan ‘isi’ dari buku itu sendiri ke dalam media yang lebih digemari masyarakat, salah satunya adalah sosial media.
Saya tak dapat menapik bahwasanya media baru seperti podcast dan konten-konten berkualitas lainnya di media sosial kini banyak juga digemari dan mudah diterima di masyarakat. Padahal, menurut saya apa yang mereka sampaikan merupakan isi pikiran dari banyak buku. Bukankah ini menjadi sebuah hal yang menakjubkan?
ADVERTISEMENT
Untuk itu pikiran liar saya soal “STOP BACA BUKU” merupakan sebuah harapan saya untuk para intelek agar mau untuk mengikuti perkembangan zaman agar isi-isi pikiran yang ada di buku dapat dituangkan ke dalam media-media yang lebih menarik agar masyarakat dapat menerima dan juga mendengar isi pikiran tersebut melalui media yang mereka gemari.
Bukankah para penikmat buku hari ini juga menikmati sebuah teknologi-teknologi dari para pendahulu? Sebelumnya, mungkin kita hanya bisa membaca di batu. Kemudian ditemukan kertas, lalu tinta, lalu sekarang teknologi lainnya yang memudahkan kita untuk membaca.
Oleh karena itu besar harapan saya agar semakin banyak masyarakat Indonesia yang gemar membaca buku atau memiliki pemikiran-pemikiran yang hebat mau dan bersedia menuangkan ide pikiran dan gagasan-gagasan mereka untuk membanjiri media yang digemari masyarakat. Sesuai sebuah perintah yang dilayangkan presiden RI kita per 2021 ini yaitu bapak Joko Widodo yaitu “Banjiri sosial media kita dengan konten-konten positif”.
ADVERTISEMENT
Banjirilah lini masa kita dengan konten-konten positif termasuk pikiran-pikiran yang hebat yang mungkin banyak kita temui di buku. Jangan sampai pemikiran-pemikiran yang baik untuk dicerna masyarakat justru tenggelam dan tak terlihat di permukaan karena terkubur oleh konten-konten ‘sampah’ yang justru merusak moral dan pemikiran bangsa karena masyarakat lebih mudah dalam menemukan konten tersebut.