Konten dari Pengguna

Mengenal Ismail Haniyah, Sosok Pemimpin Hamas Yang “Syahid” Di Teheran

Hasby Hadziki
Alumni Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN SYAHID JAKARTA
21 Agustus 2024 7:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasby Hadziki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ismail Haniyah. Sumber:Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ismail Haniyah. Sumber:Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ismail Haniyah atau Haniyeh, pemimpin Hamas yang belakangan namanya mencuat setelah dilangsungkannya perundingan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah di Beijing. Tentunya bagi pemerhati Geopolitik Timur Tengah tidak asing dengan nama Ismail Haniyah yang dikenal sebagai “Pentolan” Hamas.
ADVERTISEMENT
Haniyah dilahirkan di kamp pengungsi Al-Shati letaknya di Jalur Gaza yang saat itu dikuasai Mesir pada tahun 1962 atau 1963, dari orang tua yang melarikan diri dari Ashkelon selama perang Palestina 1948. Haniyah, semasa kecil menempuh pendidikan di sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu United Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Ia bersekolah di sana selama jenjang sekolah dasar sampai menengah.
Selanjutnya, Haniyah menempuh pendidikan menengah lanjutan di Institut Al-Azhar di Jalur Gaza. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Islam di Gaza dan memperoleh gelar di bidang sastra Arab. Semasa kuliah, Haniyah terkenal sangat aktif dalam gerakan blok mahasiswa Islam. Blok tersebut yang menjadi embrio terbentuknya Hamas. Pada tahun 1987, di tahun kelulusannya, Haniyah dihadapkan pada situasi Palestina melakukan pemberontakan massal pertama melawan Israel. Dari peristiwa ini lahirlah gerakan yang bernama Harakah Al-Muqowwamah Al-Islamiyah dikenal dengan HAMAS.
ADVERTISEMENT
Haniyah pernah ditangkap oleh pasukan pendudukan Israel yang kemudian dideportasi ke Lebanon Selatan bersama pemimpin aktivis Palestina lainnya. Ia menghabiskan waktu selama satu tahun di dalam penjara. Penangkapan Haniyah dan sejumlah aktivis Palestina lainnya mendapat sorotan media yang membuat reputasi mereka terbangun secara global. Setelah terjadinya kesepakatan Perjanjian Oslo antara organisasi pembebasan Palestina atau Palestinian Liberation Organization (PLO) dengan Israel. Haniyah kembali ke Gaza. Pada usia 31 tahun, Ismail Haniyah didampuk menjadi dekan di Islamic University.
Dalam perjalanannya pada kancah perpolitikan Hamas, Pada tahun 1994, Haniyah menjadi salah satu pendukung awal Hamas memasuki kancah politik, ia mengatakan bahwa pembentukan partai politik “akan memungkinkan Hamas untuk menghadapi perkembangan yang muncul”.
ADVERTISEMENT
Awalnya inisiasi ini ditolak oleh elit pimpinan Hamas, yang di kemudian hari disetujui. Ini menjadi babak awal di daulatnya Ismail Haniyah menjadi perdana menteri Palestina, setelah kelompok itu memenangkan pemilihan parlemen Palestina pada tahun 2004. Setahun setelah militer Israel menarik diri dari Gaza. Haniyah memimpin blok parlemen Hamas yang mengusung tema “Perubahan dan Reformasi”. Di tahun berikutnya, 2007, ia diberhentikan oleh Presiden Mahmoud Abbas -menjadi titik awal memperdalamnya konflik politik antara Fatah dan Hamas-. Dan pada tahun 2014, ia menandatangani perjanjian rekonsiliasi Shati dengan Fatah atas nama Hamas.
Pada bulan Agustus 2017, Ismail Haniyah diutus untuk memimpin delegasi tingkat tinggi Hamas ke Iran, ia disana bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Teheran, Ayatullah Ali Khamenei, yang menandai pembaharuan jalinan hubungan antara Hamas-Iran menyusul perselisihan mengenai keterlibatan Iran dalam perang saudara Suriah.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai elit politik Hamas, Haniyah terkenal sebagai pribadi yang ulung dalam berdiplomasi. Hal ini dilihat dengan kesuksesannya menjaring dukungan politik dari negara-negara di sekitar kawasan. Ia dikenal dekat dengan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan dan Emir Qatar Sheikh Tammim bin Hammad Al-Thani. Haniyah juga diberitakan menjalin hubungan dengan pemimpin kelompok ekstremis Taliban, Abdul Ghani Baradar. Selain itu, Haniyah juga memiliki hubungan yang erat dengan elit kekuasaan Republik Islam Iran. Ini ditunjukkannya ketika menghadiri pemakaman Komandan Pasukan Quds Iran, Mayor Jenderal Qassem Soleimani, yang pada 2020 dibunuh oleh serangan pesawat nirawak milik Amerika Serikat.
Melalui diplomasi yang matang, Haniyah mampu meraih dukungan Iran terhadap Hamas. Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada 2022, Haniyah menyebutkan bahwa Iran telah memberikan subsidi bantuan senilai 70 juta dollar AS untuk pengembangan misil dan sistem keamanan Hamas. The Economists menyebutkan, pada konflik Palestina-Israel 2021, Hamas telah mampu menembakkan 390 roket per hari atau tiga kali lebih banyak dibandingkan pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Selain menambah pasokan persenjataan, Haniyah juga dipandang berhasil memodernisasi pasukan bersenjata Hamas. BBC melaporkan, sejak 2018 Ismail Haniyah giat melancarkan latihan perang dan membentuk sebuah komando sentral Hamas bersama 10 faksi bersenjata Palestina lainnya.
Keberadaannya sebagai tokoh penting Hamas membuat Ismail Haniyah tidak luput dari target pembunuhan Israel, seperti pada Idul Fitri 1445 Hijriah menjadi hari yang mungkin tidak pernah dilupakan oleh Ismail Haniyah. Alih-alih momentum indah kehangatan bersama keluarga, justru sebaliknya menjadi momen penuh duka yang menyayat hati bagi Haniyah. Pasalnya tujuh anggota keluarganya tewas dalam serangan udara Israel pada hari pertama Idul Fitri, Rabu (10/4/2024). Tiga anak laki-laki Haniyah yang menjadi target utama Israel meninggal dalam serangan itu, yakni Hazem, Amir, dan Mohammad. Ironisnya, empat cucu Haniyah juga menjadi korban jiwa atas serangan yang terjadi di kamp pengungsian Al-Shati, Gaza barat. Mereka adalah Mona, Amal, Khaled, dan Razan. Meski dalam pernyataan resmi Hamas tidak mengungkapkan umur keempat cucu Haniyah yang tewas itu, diduga kuat mereka masih berumur di bawah 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Terkini, dalam pernyataan resminya Hamas menyebutkan bahwa Ismail Haniyah, Pemimpin politik mereka, tewas terbunuh di kediamannya di Iran akibat serbuan Israel. Hal ini dilansir Sepah News, media resmi IRGC (Korps Garda Revolusi Islam Iran) telah menyampaikan belangsungkawa menyusul tewasnya Ismail Haniyah, mereka juga mengatakan tengah menyelidiki “penyebab dan seberapa parah dampak dari insiden tersebut” serta akan mengumumkan hasilnya. Mereka menyebut Haniyah dan salah satu pengawalnya meninggal secara “syahid”.
Dikonfirmasi dari sumber media Saudi, Al Hadath, pembunuhan Ismail Haniyah dilakukan dengan rudal berpemandu yang menargetkan kediaman pribadinya di Teheran. Media tersebut melaporkan, rudal itu menghantam kediaman Haniyah sekitar pukul 02.00 waktu setempat – sebagaimana diberitakan oleh media pemerintah Iran. Media fars, yang berafiliasi dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran, menyebut Haniyah ditempatkan di sebuah kediaman untuk para veteran di bagian utara Teheran, dan bahwa ia terbunuh oleh “proyektil dari udara”.
ADVERTISEMENT